Kolaborasi Komunitas dan Kampus, Gelar Puncak Festival Sastra Akhir Pekan  

Novel terbarunya, Mari Pergi Lebih Jauh, menjadi bahan diskusi utama sekaligus penutup seri Festival Sastra Akhir Pekan tahun ini.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Eti Wahyuni
Tribun Medan/Husna Fadilla
Diskusi penutupan Festival Sastra Akhir Pekan di FIB USU, Sabtu (11/10/2025). Acara ini menjadi ruang temu pembaca, penulis, dan pegiat literasi Medan untuk merayakan sastra Indonesia. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Di tengah hiruk-pikuk kota dan derasnya arus digital, semangat untuk membaca dan berdialog tentang sastra ternyata belum padam.

Festival Sastra Akhir Pekan yang digelar Komunitas Ngobrol Buku membuktikan hal itu. Selama empat pekan penuh, ratusan pembaca, mahasiswa, dan pegiat literasi di Medan berkumpul, berdiskusi, dan merayakan kekuatan cerita.

Puncak festival berlangsung di Gedung Serbaguna Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara, Sabtu (11/10/2025), dengan menghadirkan penulis nasional Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, yang dikenal lewat karya-karya puitis dan penuh imajinasi.

Novel terbarunya, Mari Pergi Lebih Jauh, menjadi bahan diskusi utama sekaligus penutup seri Festival Sastra Akhir Pekan tahun ini.

Baca juga: Cintai Sastra, Ngobrol Buku Gelar Lokakarya dan Lomba Menulis  

Berbeda dari acara literasi yang kerap kaku dan akademis, Festival Sastra Akhir Pekan tumbuh menjadi ruang temu yang cair dan hangat. Tak hanya membahas isi buku, para peserta juga diajak menikmati musikalisasi puisi, pembacaan naskah teater, hingga pertunjukan musik lokal.

“Ini bukti bahwa sastra bukan sekadar teks, tetapi juga pertemuan,” ujar Eka Dalanta, Ketua Komunitas Ngobrol Buku, yang juga menjadi salah satu narasumber.

Eka menegaskan, kegiatan ini adalah hasil kolaborasi antara komunitas dan kampus, serta dukungan dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Ia berharap festival ini menjadi agenda tahunan untuk memperkuat ekosistem literasi di Sumatera Utara.

“Sastra masih punya tempat di hati pembacanya. Kami ingin Medan dikenal bukan hanya karena kulinernya, tapi juga karena pembacanya,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi, Ziggy berbagi perjalanan kreatif di balik novelnya yang menjadi sekuel dari Kita Pergi Hari Ini. Novel tersebut meneguhkan posisinya sebagai salah satu penulis muda paling konsisten, dengan penghargaan Buku Sastra Pilihan Tempo 2024.

Ziggy mengungkapkan bahwa tokoh anak-anak sering muncul dalam karyanya bukan tanpa alasan.

“Anak-anak punya kegelisahan terhadap dunia di sekitarnya, tapi suara mereka sering tidak didengar. Lewat fiksi, saya ingin membuat mereka didengar,” kata Ziggy, yang dikenal karena gaya bahasanya yang liris dan eksperimental.

Sementara itu, Teguh Afandi, editor dari Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), menekankan pentingnya kesabaran dalam menulis.

“Menulis itu bukan kejar prestasi, tapi kejar selesai. Tulisan yang selesai, baru bisa tumbuh,” ujarnya.
Ia juga menyebut hubungan antara penulis dan editor sebagai kerja merawat, bukan sekadar menyunting.

Sebagai kejutan, Ziggy dan Teguh memilih Medan sebagai tempat pertama mengumumkan proyek empat buku terbaru Ziggy: Kebangkitan Bulan Darah, Matahari Dunia Antara, Menanti Ledakan Bintang, dan Akhir Pusaran Dunia.

“Medan kami pilih karena semangat pembacanya luar biasa. Ini bukan sekadar acara literasi, tapi perayaan imajinasi,” ucap Teguh.

Festival Sastra Akhir Pekan menutup rangkaiannya dengan tepuk tangan panjang.

Bagi banyak peserta, acara ini bukan sekadar diskusi buku, tapi juga perayaan bahwa sastra masih hidup lahir dari ruang-ruang kecil yang dipelihara oleh komunitas pembaca.

“Sastra tidak harus jauh-jauh dicari. Ia tumbuh di sini, di tangan kita yang mau membaca dan berbagi,” tutup Eka Dalanta.

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved