Berita Medan

Sandra Ruvina, Siswi Sutomo 2 Medan yang Go Internasional Lewat TechGirls 2025

Lahir di Medan pada 18 Mei, Sandra tumbuh dalam keluarga yang sangat suportif terhadap pendidikan.

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
DOKUMENTASI
TECHGIRL 2025- Siswi SMAS Sutomo 2 Medan, Sandra Ruvina Limneus, menjadi salah satu wakil Indonesia di program internasional TechGirls 2025 di Amerika Serikat. Ia kini aktif mengembangkan proyek FinVerse, mengajarkan literasi keuangan kepada pelajar di Medan. Dok. PRIBADI 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Di usia yang baru 17 tahun, Sandra Ruvina Limneus sudah menorehkan prestasi yang membawa nama Medan hingga ke panggung dunia.

Siswi SMAS Sutomo 2 Medan ini menjadi salah satu wakil Indonesia dalam program internasional TechGirls 2025 di Amerika Serikat.

Namun di balik senyum tenangnya, ada kisah perjuangan panjang, kerja keras, dan dukungan hangat dari keluarga serta guru yang membentuknya menjadi sosok berprestasi seperti sekarang.

Lahir di Medan pada 18 Mei, Sandra tumbuh dalam keluarga yang sangat suportif terhadap pendidikan.

“Papa saya pernah bilang, kalau bisa kuliah makin jauh itu makin bagus,” ujarnya.

Ia adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dengan dua kakak yang kini menempuh kuliah di Kanada.

“Kakak-kakak saya banyak memotivasi saya untuk dream big. Saya ingin seperti mereka, bahkan lebih jauh lagi,” kata Sandra sambil tersenyum.

Dalam keluarga Sandra, semangat dan doa menjadi tradisi yang melekat. “Papa dan mama selalu bilang, kalau belajar jangan dipaksa. Kerja keras boleh, tapi jangan lupa berdoa,” tuturnya.

Nilai itu menjadi pegangan Sandra dalam setiap langkahnya. Meski kini dikenal ambisius dan aktif, Sandra mengaku saat kecil ia tidak begitu menonjol.

“Waktu SD saya cuma anak biasa, fokus sekolah. Baru kelas 5 SD mulai aktif ikut badminton dan belajar gitar,” kenangnya.

Hobi yang sederhana itu perlahan menumbuhkan rasa disiplin dan ketekunan yang kemudian membawanya pada dunia prestasi.

Perjalanan akademik Sandra mulai menanjak saat SMP, ketika ia bergabung di klub OSN IPS di sekolahnya. Dari sanalah ketertarikannya terhadap ekonomi tumbuh.

“Guru ekonomi dan geografi saya banyak bantu waktu itu. Dari situ saya mulai ikut lomba dan akhirnya mendalami ekonomi,” ujarnya.

Namun langkah itu tidak selalu mulus. Waktu kelas 8, Sandra gagal di OSN IPS. Tapi justru dari kegagalan itu ia menemukan passionnya di ekonomi.

“Saya bekerja keras selama dua tahun, dan akhirnya dapat medali OSN Ekonomi di kelas 10,” katanya.

Kini, ia tercatat sebagai peraih Medali Perunggu OSN Ekonomi 2024 dan Medali Perunggu IEOxWic 2025, dua pencapaian yang semakin mengukuhkan tekadnya untuk terus belajar di bidang ekonomi dan teknologi.

Sandra tak pernah merasa berjalan sendiri. Support keluarga, teman dan guru disebutnya selalu menyertai langkahnya.

“Yang paling support itu family, friends, dan guru-guru,” katanya.

Teman-temannya, ia sebut, menjadi penyemangat utama di masa-masa berat. “Mereka selalu bilang work hard, play hard. Kalau aku ragu, mereka kasih advice dan dorongan. Begitu juga guru-guru, terutama waktu aku belajar dua tahun buat OSN. Perjuangannya nggak gampang, tapi mereka selalu ada buat bantu.”

TechGirls, Titik Balik yang Mengubah Pandangan

Tahun 2025 menjadi salah satu momen paling berkesan bagi Sandra. Ia terpilih sebagai peserta TechGirls 2025, program pertukaran pelajar perempuan di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) yang digelar Pemerintah Amerika Serikat.

“Awalnya aku tahu dari guru bahasa Inggris di sekolah yang share info sharing session. Aku ikut, terus tertarik banget, akhirnya daftar. Setelah nulis esai dan wawancara dengan staf Kedutaan AS, aku dinyatakan lolos,” katanya bangga.

Selama tiga minggu di Amerika, Sandra bersama 120 peserta lain dari 38 negara menjalani serangkaian kegiatan di Washington DC, Virginia, dan Austin, Texas.

“Di Virginia Tech aku masuk ke Rhythm Pot, grup yang belajar music programming dan website building. Itu pengalaman yang luar biasa. Aku bisa ketemu perempuan-perempuan muda yang passionate banget di STEM,” ujarnya.

Baginya, TechGirls membuka mata tentang pentingnya peran perempuan di dunia teknologi.

“Di sana aku lihat perempuan bisa berdiri sejajar dengan laki-laki di bidang STEM. Aku juga belajar bahwa teknologi itu bukan hanya untuk cowok,” ucapnya.

FinVerse, Dari Inspirasi Jadi Aksi Nyata

Sepulang dari Amerika, Sandra tidak ingin berhenti di titik pencapaian pribadi. Ia melanjutkan semangat itu lewat proyek sosial bernama FinVerse, bagian dari Community Action Project TechGirls.

“FinVerse itu organisasi kecil yang saya buat bersama beberapa teman dan social media coordinator. Fokusnya di literasi keuangan,” jelasnya.

Melalui akun Instagram dan kunjungan ke sekolah-sekolah, FinVerse telah menjangkau lebih dari 300 siswa di Medan.

“Kami mengajarkan pentingnya financial literacy dan berbagi info beasiswa. Karena saya sadar, masih banyak pelajar yang belum paham soal keuangan dan peluang belajar,” tuturnya.

Perjalanan menuju titik ini tidak tanpa pengorbanan. Sandra mengaku harus rela meninggalkan banyak hal di masa remaja.

“Sembilan dan kelas sepuluh itu, I gave up almost everything. Tapi worth it banget,” katanya.

Selama dua tahun, ia menolak banyak kegiatan sosial hanya demi fokus belajar. Namun hasilnya sepadan, medali, kesempatan internasional, dan keyakinan diri yang semakin kuat.

Meski sibuk, Sandra tetap punya cara menjaga semangat. Ia masih rutin bermain badminton dan mendengarkan musik.

“Badminton itu cara aku refreshing, kadang bareng teman atau keluarga. Musik juga bagian besar dari hidup aku setiap kali capek atau burnt out, aku dengar lagu favorit buat semangat lagi,” katanya.

Ketika ditanya soal masa depan, Sandra menjawab tanpa ragu. “Dalam lima tahun ke depan aku ingin kuliah di Amerika, dan setelah itu balik ke Indonesia untuk bantu komunitas di sini,” ujarnya.

Ia tahu jalan ke sana tidak mudah, tapi semangatnya tak pernah padam. “Saya percaya setiap langkah kecil membawa saya lebih dekat ke mimpi itu.”

Bagi Sandra, kunci semua pencapaiannya adalah keberanian untuk bermimpi besar. “Never be afraid to dream big,” tegasnya.

“Aku juga dulu minder, apalagi aku dari background sosial dan bukan dari kota terbesar. Tapi aku tetap percaya diri, karena passion aku kuat. Sekarang aku sudah buktikan, dan aku yakin setiap anak Medan juga bisa.”

Dengan prestasi dan semangatnya, Sandra bukan hanya mewakili sekolah atau kotanya, tapi juga menjadi simbol dari generasi muda Medan yang berani melangkah menembus batas.

“I made it here, so I believe that every young girl from Medan can also do it,” pungkasnya.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved