Berita Medan
Intervensi Inflasi Cabai Merah Kisruh, Pedagang Petisah Tolak Harga Rp35 Ribu: Ini Mematikan Usaha
Langkah BUMD Sumut itu disebut sebagai upaya menekan pasar dan laju inflasi di Provinsi Sumut.
Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Sejumlah pedagang di Pasar Petisah menolak operasi pasar yang digelar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumatera Utara melalui distribusi cabai merah dari Pulau Jawa.
Intervensi pasar yang dilakukan untuk menekan inflasi menuai sorotan.
Mereka menilai kebijakan tersebut justru merugikan pelaku usaha lokal karena harga jual cabai merah yang ditetapkan hanya Rp35 ribu per kilogram. Mirisnya kondisi cabai sudah rusak, dibanding stok yang ada milik pedagang.
“Kalau dijual segitu, kami pedagang kecil mau makan apa? Modal saja tak kembali. Ini sama saja mematikan usaha kami,” ujar salah seorang pedagang di Pasar Petisah, Senin (26/10/2025).
Langkah BUMD Sumut itu disebut sebagai upaya menekan pasar dan laju inflasi di Provinsi Sumut.
Namun, kebijakan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Founder Ethics of Care, Farid Wajdi.
Farid menilai, narasi keberhasilan pemerintah menurunkan harga cabai merah hingga Rp35 ribu/kg justru menyesatkan logika publik.
Apalagi, menurutnya, pasokan cabai lokal saat ini sudah mencukupi kebutuhan masyarakat.
“Pertanyaannya, apakah intervensi seperti ini benar-benar efektif atau hanya langkah seremonial yang dibungkus dengan narasi keberhasilan?” ujar mantan Anggota Komisi Yudisial itu kepada wartawan.
Farid menjelaskan, persoalan utama terletak pada skala intervensi yang tidak sebanding dengan kebutuhan pasar.
Distribusi sekitar 500 kilogram cabai merah di satu titik pasar besar, kata dia, tidak akan berdampak signifikan.
“Efeknya hanya sesaat, mungkin menurunkan harga di satu lokasi dalam waktu singkat, tapi tidak berpengaruh pada stabilitas harga di pasar lain,” ujarnya.
Ia menilai kebijakan seperti ini hanya menjadi 'kosmetika ekonomi', terlihat menenangkan di permukaan.
Namun tidak menyentuh akar masalah sebenarnya seperti rantai pasok dan tata niaga pangan yang belum efisien.
"Publik berhak mengkritisi pola komunikasi pemerintah yang lebih sibuk membangun citra ketimbang memperbaiki sistem. Narasi harga turun tanpa data komprehensif hanya melahirkan yang disebut ekonom sebagai inflasi naratif, stabilitas semu yang dibangun lewat wacana, bukan realitas," tegas Farid.
Kabid Ketapang Pemko Medan, Robert mengatakan, pihaknya menerima arahan Provinsi sehubungan info dari Ka Biro Ekonomi Pemprovsu adanya Operasi Pasar Cabai Merah yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk menjaga inflasi daerah.
Sejumlah Kepala Pasar diminta mengakomodir. Yakni Kepala Cabang I, II, III, Ka. Pas Pusat pasar, Ka Pas Suka ramai, Ka. Pas Alat, Ka Pas Titi Kuning, Ka. Pas Petisah, Ka. Pas Helvetia, Ka. Pas Kp. Lalang, Ka Pas Pringgan, Ka Pas Simalingkar, Ka Pas Marelan, Ka Pas Titi papan, Ka Pas Belawan.
"Dimintakan kepada para Ka Pasar di atas untuk mengakomodir lokasi Operasi Pasar tersebut. Yang melakukan kegiatan jual beli adalah pihak Pemprovsu dan BUMD Provsu serta didampingi oleh Satgas Pangan Poldasu dan Satpol PP Provsu," katanya.
Sebelumnya, diberitakan Tribun-Medan.com, cabai nerah jadi komoditi penyebab tingginya inflasi Provinsi Sumut, termasuk Kota Medan. beredar informasi ada upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) menekan inflasi lewat intervensi pasar memasok komoditi cabai merah impor dari luar Sumatera.
Informasi yang dihimpun Tribun-Medan.com, cabai merah didatangkan dari Jawa Timur, diduga dari kawasan Jember. Namun, tiba di Medan dalam kondisi buruk dan ada yang membusuk hingga hampir separuh dari total kiriman.
Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Medan dikonfirmasi mengakui harga cabai belum sepenuhnya stabil.
Terpisah informasi yang diperoleh Tribun-Medan.com, Kamis (23/10) ada pengiriman pasokan cabai merah impor dari luar Sumut oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Aneka Industri dan Jasa (AIJ) Sumut itu mencapai 50 ton.
Namun saat tiba di Pasar Induk Lau Cih, Medan, sekitar 50 persen cabai sudah dalam kondisi buruk. Para pedagang pun menolak membeli karena kualitasnya buruk, sementara pasokan cabai lokal di pasar Sumut saat ini masih tergolong cukup.
"Yang rusak hampir separuh. Pedagang di Lau Cih menolak karena kualitasnya jelek dan stok mereka juga masih banyak," ungkap sumber di Sumut.
Akibat tak laku di pasar, harga pun jatuh bebas. Harga pembelian pedagang di lapangan turun menjadi Rp30.000/kg, dari harga rencana awal Rp51.000/kg. Padahal, diduga AIJ Sumut membeli dari petani Jawa Timur dengan harga sekitar Rp47.500/kg.
Kondisi ini membuat harga di tingkat konsumen tetap tinggi, yakni sekitar Rp70.000 hingga Rp75.000/kg, jauh dari target intervensi pemerintah.
Lebih ironis lagi, informasi yang beredar di internal ASN menyebutkan bahwa sejumlah instansi pemerintah 'dipaksa' untuk membeli cabai tersebut, demi menghabiskan stok buruk dan hampir busuk yang gagal tersalurkan ke pasar di Medan dan Sumut.
Sementara itu, kabarnya Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Togap Simangunsong dalam pertemuan virtual pengendalian inflasi mengakui pengiriman cabai dari luar daerah memang bermasalah.
Dari hasil rapat yang dihadiri sejumlah pihak, termasuk PD Pasar Medan, disebutkan ada enam pemain besar yang selama ini menguasai perdagangan cabai di Lau Cih.
Mereka sempat diprediksi mampu menyerap sekitar 10 ton, namun kenyataannya penjualan jauh di bawah target. Stok cabai yang tak laku itulah yang kemudian disalurkan ke kalangan ASN.
Sejumlah sumber internal di jajaran Pemprov Sumut menyebut, ASN diminta membeli cabai tersebut dengan alasan mendukung program stabilisasi harga. Bahkan, Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang) Sumut disebut ikut diminta membeli agar stok tak terbuang.
Instruksi membeli cabai itu tertulis dalam surat resmi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 500.1/9065/2025, tertanggal 21 Oktober 2025, ditandatangani langsung oleh Sekda Sumut Togap Simangunsong.
Surat tersebut berjudul:
"Dukungan dan Partisipasi dalam Stabilisasi Harga Komoditas Cabai Merah," bunyi surat yang beredar diperoleh Tribun-Medan.com
Dalam surat itu, Sekda meminta partisipasi seluruh perangkat daerah untuk memberikan dukungan logistik atau fasilitas dalam operasi pasar di lingkungan kantor Saudara.
Selanjutnya agar menginformasikan ke seluruh ASN di lingkungan kantor Saudara untuk melakukan pembelian cabai merah guna menjaga kestabilan harga komoditas tersebut.”
Surat tersebut ditujukan kepada sembilan instansi dan lembaga daerah, antara lain:
1. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Sumut
2. Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut
3. Dinas Kominfo Sumut
4. Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut
5. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut
6. Dinas Koperasi, UKM Sumut
7. Biro Perekonomian Setdaprov Sumut
8. PT Bank Sumut
9. Perumda Tirtanadi
Surat ini ditembuskan langsung kepada Gubernur Sumatera Utara.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BUMD Dirga Surya, Ari Wibowo, yang mewakili pelaksana pengiriman, memberikan penjelasan bahwa pengiriman cabai dari Jawa Timur tersebut merupakan bagian dari terobosan awal (pilot project) untuk mempercepat upaya pengendalian inflasi di Sumut.
Menurut Ari, cabai diangkut menggunakan ekspedisi termoking dengan kapasitas sekitar 11 ton per kontainer, dan perjalanan dari Jawa Timur ke Medan memakan waktu empat hari.
"Yang kita lakukan itu adalah terobosan untuk melihat bagaimana cabai itu bisa sampai ke sini dalam keadaan bagus. Kami kirim dari Jember dan Blitar menggunakan termoking, harapannya bisa menjaga kualitas," jelas Ari Wibowo, Kamis (23/10/2025).
Namun, ia mengakui kondisi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Dia mengakui cabainya tak berkualitas bagus.
"Dalam perjalanan itu kan tidak bisa kita pastikan, karena cabai sifatnya sensitif. Mungkin karena terlalu lama di jalan, jadi sebagian cabainya kurang optimal, tidak seperti yang kita harapkan," ujarnya.
(Dyk/Tribun-Medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Peduli Kesehatan Mata, Santika Premiere Dyandra dan FKD Kompas Gramedia Adakan Health Talk |
|
|---|
| Pemuda di Belawan Tega Aniaya Adik Kandungnya Gara-gara Charger HP |
|
|---|
| Sandra Ruvina, Siswi Sutomo 2 Medan yang Go Internasional Lewat TechGirls 2025 |
|
|---|
| Dalam Setahun 3 Kali Kehilangan Barang di Medan Tembung, Digasak Komplotan Maling |
|
|---|
| Ribuan Warga Medan Antusias Ramaikan Livin by Mandiri RUNFEST 2025 |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.