Berita Viral
Tak Cukup Ganti Kapolri, Reformasi Polri hingga Pembentukan Komisi yang Disetujui Presiden Prabowo
Sorotan terkini terkait rumur pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo . . .
TRIBUN-MEDAN.com - Sorotan terkini terkait rumor pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Presiden Prabowo Subianto juga didesak melakukan reformasi Polri.
Desakan dari publik agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mundur atau diganti sangat kuat khususnya pasca-aksi demo berujung ricuh yang terjadi pada penghujung Agustus 2025 lalu.
Apalagi Presiden RI Prabowo Subianto juga sudah menyetujui pembentukan tim atau Komisi Reformasi Polri saat berdialog langsung dengan tokoh-tokoh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
Baca juga: Panda Nababan Blak-blakan, Presiden Prabowo Bisa Panggil Kapolri Minta Listyo Sigit Mundur
Terkait itu, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut Reformasi Polri harus dipahami sebagai sebuah proses, bukan tujuan.
Tujuannya adalah organisasi Polri yang profesional, akuntable, humanis dan berkeadilan sesuai dengan harapan masyarakat.
"Jadi, kalau pembentukan Tim Reformasi Polri hanya untuk mempercepat pergantian Kapolri tanpa menyentuh problem yang lebih substansial tentang organisasi Polri, hal itu tak lebih dari angin surga," kata Bambang kepada Tribunnews.com, Jumat (12/9/2025).
Menurutnya, tindakan represif kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa, tidak akan pernah bisa diselesaikan hanya oleh satuan di internal.
Fakta-fakta yang ada selama ini, kata Bambang, ada bias kepentingan yang sangat besar dalam menuntaskan masalah bila menyangkut perilaku jajarannya sendiri.
Fakta yg terjadi sejak reformasi 98 dan terbitnya UU 2/2002 tentang Polri, reformasi kepolisian yg dilakukan jauh dari harapan masyarakat bahkan menjauh dari cita2 reformasi.
Bambang menyebut pergantian Kapolri saat ini pada dasarnya hanya persoalan hak prerogatif Presiden. Tak memerlukan legitimasi dengan pembentukan tim independent maupun tim reformasi Polri.
"Tetapi bila menginginkan perbaikan pada institusi Polri, ada hal-hal yang lebih substantif dan mendasar. Dimulai dari mengubah struktur dan sistem tata kelola kepolian dengan melakukan revisi UU Polri," ungkapnya.
Bambang mengatakan penempatan Polri langsung di bawah Presiden ternyata juga memiliki potensi besar bahwa digunakan sebagai alat politik kekuasaan Presiden terpilih.
Tak jauh berbeda dengan Polri di era orde baru yang berada dalam 1 naungan bersama TNI di bawah Menhankam dan Panglima ABRI.
"Makanya, kalau ingin memperbaiki Polri yang pertama kali adalah melakukan revisi struktur kepolisian dengan melakukan revisi UU Kepolisian," ucapnya.
"Revisi UU Kepolisian ini penting sebagai dasar membangun organisasi Polri yang profesional, independent dan akuntable sesuai harapan rakyat. Termasuk mengubah struktur dan komposisi Lembaga Kepolisian Nasional yakni Kompolnas agar lebih independent. Bukan revisi untuk menambah dan memperkuat kewenangan Polri," sambungnya.
Lebih lanjut, Bambang menyebut saat ini tak bisa dipungkiri Reformasi Polri sangat sulit dilakukan oleh internal Polri sendiri yang sudah terjebak dengan established atau kemapanan.
Resistensi kelompok pro status quo di internal Polri sangat masif dan terstruktur bila menyangkut perubahan-perubahan yang mendasar.
"Maka, reformasi harus dimotori oleh good will Presiden dengan mengajak berbagai element masyarakat yang independent, bukan akademisi pesanan yang menafikan realitas keinginan masyarakat yang memahami harapan masyarakat maupun problem institusional kepolisian," jelasnya.
Sehingga, kata Bambang, tim reformasi Polri yang akan dibentuk Presiden tidak akan efektif bila masih didominasi perwakilan kepentingan politik maupun kelompok pro status quo Polri.
Baca juga: Uya Kuya Akhirnya Ungkap Hubungannya dengan Sherina Munaf, Diperiksa Polisi Masalah Kucing, 3 Hilang
"Pergantian Kapolri itu hanya salah satu faktor saja dari perubahan organisasi. Siapapun Kapolrinya kalau sistem dan strukturnya masih lama, tak akan bisa berbuat banyak untuk melakukan reformasi Polri secara total dan mendasar," ungkapnya.
"Artinya reformasi Polri tak cukup hanya mengganti Kapolri, tetapi butuh political will dari Presiden untuk benar-benar membangun Polri yang lebih baik. Dan itu akan sulit dilakukan bila Presiden tidak memiliki visi negarawan dan masih memilih kepentingan pragmatis mempertahankan kekuasaannya dengan menggunakan Polri sebagai alat kekuasaan," imbuhnya.
Kapolri Listyo Sigit Tersandera Jabatan 4 Tahun
Jenderal Listyo Sigit Prabowo belakangan ini menjadi sorotan publik, di tengah desakan agar mengundurkan diri dari Kapolri. Terkini, politikus senior PDI Perjuangan (PDI), Panda Nababan ikut memberikan kritik.
Menurutnya, saat ini Listyo Sigit seakan tersandera dengan jabatannya yang sudah empat tahun diembannya.
Ia menilai dalam tradisi kepolisian, jarang ada jabatan tertinggi tersebut yang menjabat lebih dari lima tahun.
Biasanya masa jabatan itu hanya berkisar dua sampai empat tahun demi menjaga kesegaran institusi.
Akan tetapi, Listyo Sigit sampai sekarang tak kunjung 'lengser keprabon'.
Hal ini dinilai Panda karena Listyo Sigit menikmati jabatannya secara sadar.
"Sudah periodenya, sudah waktunya gitu loh. Tetapi karena dia ikut bermain, dia nikmati, dia ombang-ambingkan, dia enggak ada keputusan. Sebenarnya kalau jujur, kalau normal, "Pak saya sudah 5 tahun pak, tradisi selama ini paling lama 4 tahun di Polri. Hampir tidak pernah ada 5 tahun," ujar Panda seperti dikutip dari YouTube Keadilan TV yang tayang pada Kamis (11/9/2025).
Semestinya, Listyo Sigit mengambil langkah berani dengan menyampaikan langsung kepada Presiden Prabowo bahwa masa baktinya telah selesai. Tindakan itu dinilai sikap normal sebagai bentuk penyegaran di tubuh Polri.
"Situasi itu menyandera dia, keadaan itu menyandera dia sehingga dia tidak bisa mengambil satu keputusan yang drastis. Apa itu keputusan yang drastis? Besok pagi dia menghadap presiden. 'Pak, saya berhenti'. Kasih kesempatan kepada junior-juniornya banyak jenderal polisi yang jago-jago. Yang punya kredibilitas tinggi," jelasnya.

Singgung Nyali Presiden Prabowo
Selain mengkritik Listyo Sigit, Panda juga menyinggung nyali Presiden Prabowo.
Sebenarnya, Prabowo juga bisa saja meminta Listyo Sigit untuk mundur.
Namun, ia mempertanyakan apakah Prabowo memiliki nyali dan wibawa politik untuk memutuskan itu.
“Di belakang layar, Prabowo bisa panggil Sigit, "udah lah Sigit mundur aja kau". Bisa dia, tapi punya nyali enggak untuk melakukan itu? Ada wibawa enggak? Ada tingkat kesadaran Pak Prabowo ke situ enggak? Kok dibiarin terus ini," lanjutnya.
Panda mengingatkan bahwa jika seorang Kapolri terlalu lama menjabat, maka berisiko kehilangan kepekaan dalam merespons persoalan.
"Kalau terlampau lama pasti tidak sensitif lagi, tidak peka. Maka diatur periodenya tiap 4 tahun, tiap 5 tahun, untuk tetap segar menghadapi persoalan, itu hal yang wajar, ini mau dilanggar," pungkasnya
Baca juga: Pak Baho Kecewa PSMS Kalah Dikandang Lawan Persekat Tegal
(*/Tribun-Medan.com)
Sumber: TribunSolo.com/ Tribunnews.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.