Berita Viral

Aksi Heroik Dokter Aaron Simatupang, Merayap di Celah Reruntuhan Ponpes dan Amputasi Tangan Santri

Dokter Aaron Simatupang terlibat langsung dalam proses medis darurat dengan melakukan amputasi terhadap salah satu korban selamat.

Editor: Juang Naibaho
DOKUMEN/RSUD R.T. NOTOPURO SIDOARJO
AMPUTASI TANGAN SANTRI - Nur Ahmad (kiri), santri yang tangannya diamputasi oleh dokter Aaron Simatupang (kanan) di bawah reruntuhan musala di Ponpes Al Khoziny. 

TRIBUN-MEDAN.com - Nama Dokter Aaron Franklyn Suaduon Simatupang menjadi salah satu sorotan publik dalam peristiwa ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Personel TNI itu terlibat langsung dalam proses medis darurat dengan melakukan amputasi terhadap salah satu korban selamat.

Musibah ambruknya musala Ponpes Al Khoziny yang terjadi pada Senin (29/9/2025) telah merenggut 37 korban jiwa, berdasarkan data terakhir pada Minggu (5/10/2025).

Di balik proses penyelamatan tersebut, terdapat aksi heroik dan momen dramatis yang dilakukan dokter Aaron Simatupang

Salah satunya adalah ketika seorang santri berusia 16 tahun bernama Nur Ahmad (NA) ditemukan dalam kondisi terjepit.

PONPES AMBRUK - Bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk, Senin (29/9/2025) sore. Petugas dan warga masih melakukan evakuasi.
PONPES AMBRUK - Bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk, Senin (29/9/2025) sore. Petugas dan warga masih melakukan evakuasi. (Facebook Untuk Mu NegaraKu)

Tangan Ahmad tertindih bongkahan beton musala yang runtuh, membuat tim dihadapkan pada dua pilihan sulit, menunggu hingga beton dapat diangkat dengan risiko ia kehilangan banyak darah, atau mengambil langkah amputasi langsung di lokasi.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya keputusan amputasi dipilih demi menyelamatkan nyawa Ahmad.

Ia merayap masuk ke celah puing reruntuhan bangunan demi menyelamatkan Nur Ahmad. 

Dokter Aaron mengambil risiko melakukan amputasi darurat di lokasi yang sebenarnya juga membahayakan dirinya.

"Pikiran saya, sudah siap mati sama pasien kalau bangunan itu runtuh. Karena itu sangat berbahaya, salah gerak sedikit ambruk," kata Dokter Aaron kepada awak media di RSUD Notopuro Sidoarjo, Kamis (2/10/2025) malam, dilansir TribunJatim.com.

Menurut dr Aaron, ada banyak tim yang turun saat itu. Namun karena sulitnya medan, maka mereka berbagi pos.

Dokter Aaron, anggota tim dari Dokter Larona Hydravianto Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD Notopuro Sidoarjo ini, memutuskan menyelamatkan korban yang terancam kehilangan banyak darah lantaran siku lengan kiri sudah tertindih beton bangunan.

Tindakan amputasi tak langsung dilakukan begitu saja. Opsi amputasi diambil setelah memastikan kondisi.

Dokter Aaron sempat berdiskusi dengan tim yang terdiri dari tim dokter senior. 

Persiapan matang menjadi pertimbangan utama. Setelah dirasa memungkinkan, maka tindakan dilakukan. 

Diceritakan dr Aaron, proses operasi amputasi sekitar 10 menit. 

Ia bersyukur pasien berhasil dievakuasi, distabilisasi dan selanjutnya dirujuk ke rumah sakit. 

"Kita bawa keluar itu less tidak banyak yang darah yang keluar," ungkapnya. 

Meski harus kehilangan salah satu tangannya, tindakan darurat itu membuat Ahmad berhasil bertahan hidup dari tragedi yang merenggut banyak korban tersebut.

Dikutip dari Surya.co.id, Dokter Aaron Simatupang lahir di Jayapura, Papua, pada 29 Januari 1994.

Pria berusia 31 tahun ini, pernah menempuh dan menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum, Universitas Pembangunan Panca Budi. 

Hal senada disampaikan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD RT Notopuro Sidoarjo, dr. Larona Hydravianto.

Larona mengungkapkan soal keputusan amputasi tangan Ahmad dilakukan langsung di bawah reruntuhan musala Ponpes Al Khoziny

Menurut Larona, tindakan itu merupakan upaya penyelamatan nyawa karena kondisi korban terjepit beton.

“Jadi memang ini sesuatu yang sangat berat ya secara pertimbangan. Kita harus melakukan amputasi atau menghilangkan bagian tubuh. Tapi ada prinsip life saving is number one. Nyawa menjadi prioritas pertama dibanding anggota tubuhnya,” kata Larona, Jumat (3/10/2025).

Sebelumnya, Direktur Utama RSUD R.T. Notopuro, Dokter Atok Irawan mengatakan, terpaksa amputasi lengan kiri korban saat proses evakuasi, meski ada pihak keluarga yang protes. 

"Sempat yang diamputasi di tempat, keluarga sempat protes, enggak setuju. Ya gimana kalau kondisi darurat, sempat nanya 'Siapa yang mengizinkan?'," kata Atok, di RSUD R.T. Notopuro, Selasa (30/9/2025). 

Namun, berkat penjelasan dokter, pihak keluarga pun menerimanya.

"Untungnya dokter kami menjelaskan dengan lembut, dengan sabar, alhamdulillah bisa menerima. Karena situasinya sempit, ini juga sebenarnya membahayakan jiwa nakes kami," tambahnya. 

Selanjutnya, dokter yang bertugas langsung melakukan penanganan pertama setelah proses amputasi. Korban dibawa untuk mendapatkan perawatan di RSUD RT Notopuro.

"Jadi tetap pertolongan, (korban) dibius di sana, lukanya (amputasi) ditutup cuma akhirnya dilakukan pembersihan lagi, dijahit ulang sampai pukul 01.30 WIB baru selesai," ucap Atok.

Cerita Korban yang Tangannya Terpaksa Diamputasi

Sementara itu, Nur Ahmad (16), mengaku tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Diceritakan Nur Ahmad, awalnya ia tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai ambruk saat salat Asar pada Senin (29/9/2025).

Namun, tiba-tiba musala Ponpes Al Khoziny runtuh dan menimpa para santri.

"Rakaat kedua kejadiannya. Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Kondisi itu, menyebabkan lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya. Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Saat terjebak, Ahmad berusaha bertahan hingga mendengar suara petugas evakuasi. 

Ia langsung berteriak meminta tolong hingga dilakukan proses evakuasi. 

Update Korban: 37 Meninggal

Tim SAR gabungan berhasil menemukan tiga korban meninggal dunia di dalam runtuhan musala Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur pada hari ketujuh pencarian, Minggu (5/10/2025). 

Penemuan ini menambah jumlah total korban yang telah dievakuasi menjadi 37 orang. 

"Sementara untuk hari ini total 11 korban yang diekstraksi pada proses evakuasi hari ketujuh," ujar Direktur Operasi BNPB, Laksamana TNI Yudhi Bramantyo. 

Tiga jenazah yang ditemukan berada di sektor A3 dan A4 pada pukul 02.37 WIB, 03.00 WIB, dan 03.24 WIB. 

Dari 37 korban yang ditemukan, satu di antaranya berupa anggota tubuh yang tidak utuh. 

Hingga saat ini, baru delapan jenazah yang berhasil teridentifikasi oleh tim DIV Polda Jatim. 

Tiga dari delapan jenazah tersebut adalah Firman Nur (16), warga Tembok Lor Surabaya; Muhammad Azka Ibadurrahman (13), warga Kenjeran, Surabaya dan Daul Milal (15), warga Sidokapasan Surabaya.

Identifikasi dilakukan melalui gigi, medis, sidik jari, serta properti yang cocok dengan data Ante Mortem. 

"Sampai hari ini tim gabungan berhasil mengidentifikasi delapan dari 17 jenazah dan satu body part yang ditemukan," ungkap Kabiddokkes Polda Jatim, Kombes Pol Mohammad Khusnan Marzuki.

Secara keseluruhan, selama proses evakuasi yang telah berlangsung selama tujuh hari, sebanyak 141 orang telah terevakuasi. Rinciannya, 104 orang selamat dan 37 orang dinyatakan meninggal dunia. (*/tribunmedan.com)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved