Berita Viral

TERNYATA Eks Dirut Riva Siahaan Korupsi Impor BBM Masih Pegawai BUMN, Negara Rugi Rp 193 Triliun

Eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan telah merugikan negara Rp 193,7 triliun. 

kolase Tribun Medan: Istimewa
RIVA SIAHAAN: Riva Siahaan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Senin (24/2/2025). Kini gajinya terkuak 

1. Rivai Siahaan, Dirut PT Pertamina Patra Niaga.

2. Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

3. Agus Purwono, Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional.

4. Yoki Firnandi, Dirut PT Pertamina International Shipping.

5. Muhammad Keery Andrianto Riza, penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa.

6. Dimas Werhaspati, Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim.

7. Gading Ramadan Joede, Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar menuturkan dugaan korupsi ini membuat negara merugi hingga Rp193,7 triliun.

"Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (24/2/2025).

Qohar menyebut kerugian negara akibat kasus korupsi ini berasal dari berbagai komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi lantaran pemberian subsidi.

Adapun kasus ini bermula ketika dalam periode 2019-2023, pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah harus dari dalam negeri.

Lantas, PT Pertamina mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

Hanya saja, Riva bersama dua tersangka lainnya yaitu Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin dan Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono diduga melakukan pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).

Dalam rapat tersebut diputuskan agar produksi kilang diturunkan untuk membuat hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.

"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.

Tak sampai di situ, Qohar mengatakan produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS dengan sengaja ditolak karena keputusan ROH sebelumnya.

Adapun penolakan dilakukan dengan dalih produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis meski kenyataannya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

Selain itu, penolakan juga dilandasi dalih produksi minyak mentah KKKS tidak sesuai spesifikasi meski faktanya berbanding terbalik.

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.

Alhasil PT Kilang Pertamina melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang di mana terjadi perbedaan harga signifikan dibandingkan harga dalam negeri.

Dalam kegiatan ekspor minyak diduga ada main mata antar para tersangka di mana Rivan, Sani, Agus, dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, telah mengatur kesepakatan harga dengan broker.

Broker yang juga ditetapkan menjadi tersangka tersebut adalah beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadan Joede.

Qohar mengatakan para tersangka tersebut kongkalikong dengan memainkan harga untuk kepentingan prbiadinya sehingga merugikan negara.

Rivan bersama dengan Sani dan Agus pun lantas memenangkan broker minyak mentah tersebut.

Tak cuma itu, rangkaian perbuatan tersangka yang juga dilakukan yaitu dugaan mark up kontrak pengiriman minyak impor

"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.

Perbuatan para tersangka ini pun membuat negara harus merugi lantaran pemerintah perlu memberikan subsidi lebih tinggi dari APBN imbas permainan harga yang dilakukan sehingga harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual ke masyarakat mengalami kenaikan.

(*/tribun-medan.com)

Artikel sudah tayang di tribun-jatim

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribunnews
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved