Berita Nasional
Ketua MK Suhartoyo Sebut Panglima TNI Berpotensi Cawe-cawe ke Ranah Sipil pada UU TNI
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyebut Panglima TNI berpeluang cawe-cawe ke ranah sipil pada UU TNI.
TRIBUN-MEDAN.COM,- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyebut bahwa Panglima TNI berpeluang cawe-cawe ke ranah sipil.
Hal itu disampaikan Suhartoyo ketika melakukan peninjauan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Ia mengatakan, terdapat sejumlah ayat pada Pasal 47 yang menimbulkan sorotan di ruang-ruang publik ihwal supremasi sipil yang masih dikendalikan oleh unsur-unsur dari TNI.
Baca juga: Sosok Aipda Handoko, Polisi Rekam Tahanan Peluk Anak dari Balik Penjara, Sudah 1 Bulan Tak Jumpa
Misalnya saja pada UU TNI Pasal 47 ayat 5.
Dalam pasal tersebut dijelaskan, bahwa pembinaan karir prajurit yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Panglima.
“Ini bagaimana panglima masih cawe-cawe kalau syarat untuk menduduki jabatan tertentu harus mengundurkan diri atau tidak aktif lagi,” kata Suhartoyo di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Suhartoyo menilai, terdapat kontradiksi pada sejumlah ayat di dalam Pasal 47 tersebut.
Baca juga: Fakta Heryanto Habisi DO Karyawati Minimarket, Jadi Teman Curhat Karena Susah Lupakan Mantan
“Di satu sisi syarat harus mundur, tapi di sisi lain kenapa pembinaan dan karier masih ditangani oleh panglima,” tuturnya.
Pernyataan Suhartoyo ini kemudian memunculkan diskusi soal pasal yang ada dalam UU TNI tersebut.
Profil Suharyoto
Dr. Suhartoyo, S.H., M.H adalah Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028, yang terpilih melalui musyawarah mufakat pada 9 November 2023 menggantikan Anwar Usman.
Ia lahir di Sleman, Yogyakarta, 15 November 1959.
Adapun latar pendidikannya, Suhartoyo menyandang gelar S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya (2014).
Kariernya sebagai hakim terbilang cukup panjang.
Baca juga: Awal Mula Ammar Zoni Ketahuan Edarkan Narkoba di Rutan, Kini Peluang Bebas Eks Irish Bella Pupus
Ia mulai berkarier sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung pada tahun 1986.
Setelahnya, ia pun kemudian menduduki sejumlah posisi hakim di Pengadilan Negeri Curup, Metro, Tangerang, Pontianak, Jakarta Timur dan Selatan.
Bahkan, ia pernah menduduki jabatan ketua pengadilan, seperti di Pengadilan Negeri Praya, Pontianak, dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada tahun 2014, Suhartoyo pernah menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Baca juga: Akhirnya Terungkap Keberadaan Silfester Matutina yang sempat Diisukan Kabur ke Luar Negeri
Ia kemudian menjadi Hakim Konstitusi sejak 7 Januari 2015.
Lalu, ia pun terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028.
Komentar Wamenkum Soal UU TNI
Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej ikut angkat bicara soal UU TNI yang lagi ramai dibahas ini.
Menurutnya, sejumlah ayat dalam Pasal 47 UU TNI tidak bertentangan.
“Sebetulnya pasal 1 dan pasal 3 itu kalau kita melihat itu tidak bertentangan karena ada jabatan-jabatan khusus di luar struktur yang memang memerlukan pembinaan Panglima TNI,” jelasnya, masih dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Istri Syok, Suaminya yang Dinyatakan Meninggal Ternyata masih Hidup dan Tinggal dengan Selingkuhan
Eddy menjelaskan masih ada sejumlah jabatan khusus di luar struktur TNI yang masih memerlukan pembinaan langsung dari Panglima TNI.
Ia mencontohkan ihwal jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di kejaksaan.
Meski di satu sisi lahir perdebatan atas hal tersebut.
“Mengapa perdebatan? Kita ini mengenal lembaga tunggal penuntutan yaitu kejaksaan tetapi kami yang memahami doktrin hukum pidana yang namanya hukum pidana militer itu, mohon maaf kastannya sangat tinggi,” kata Eddy.
Baca juga: Istri Kawin Lari dengan Selingkuhannya, Pria ini Nekat Ajak Keempat Anaknya Melompat ke Sungai
Namun, guna menjembatani antara kejaksaan sebagai lembaga penuntut umum tunggal dan hukum pidana militer, maka diperlukan Jaksa Agung Muda Pidana Militer.
“Dan dia tidak bisa terlepas dari arahan panglima militer karena di situ berlaku hukum pidana militer,” ujar Eddy.
Bunyi 6 Ayat Dalam Pasal 47 UU No 3 Tahun 2025 Tentang TNI
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI berisi 6 ayat.
Adapun Pasal 47 UU No 3 Tahun 2025, berisi sebagai berikut:
1. Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/ atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
2. Selain menduduki jabatan pada kementerian/ lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lain setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
3. Prajurit yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian/lembaga serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan kementerian dan lembaga.
4. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan tertentu bagi Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai kebutuhan organisasi kementerian dan lembaga.
5. Pembinaan karir Prajurit yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Panglima melalui koordinasi dengan pimpinan kementerian dan lembaga.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Prajurit yang menduduki jabatan tertentu pada kementerian dan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3 Perkara Uji UU TNI
Ada tiga perkara terkait pengujian UU TNI yang disidangkan sekaligus dengan masing-masing tercatat dalam nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025.
Perkara 68 dimohonkan oleh sejumlah advokat, konsultan hukum, dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang yang menguji Pasal 47 ayat 1 dan Pasal 47 ayat 2 UU TNI.
Menurut mereka norma tersebut berpotensi memberi ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan dalam penempatan prajurit TNI pada jabatan sipil strategis, tanpa memperhatikan prinsip supremasi sipil dan akuntabilitas.
Sementara perkara 92 dimohonkan oleh seorang mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang, Tri Prasetio Mumpuni.
Tri menguji Pasal 53 ayat 4 UU TNI.
Ia berpendapat ketentuan pasal yang mengatur bahwa “khusus perwira tinggi bintang 4, batas usia pensiun paling tinggi 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 kali dengan Keputusan Presiden” membuka peluang penyalahgunaan wewenang eksekutif.
Sedangkan perkara 81 yang dimohonkan oleh sejumlah mahasiswa, mencabut permohonannya atas pertimbangan yang telah mereka sepakati bersama.(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.