Berita Viral

Menkeu Purbaya Ditantang Tagih 4,4 Triliun dari Keluarga Soeharto, Gun Romli: Jadi 24,4 T Segera Pak

Pengemplang pajak, Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa ditantang tagih dana sebesar Rp4,4 triliun dari Keluarga Soeharto. 

Editor: Salomo Tarigan
Tangkapan Layar TV Parlemen
MENTERI KEUANGAN - Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR, Jakarta dikutip dari siaran TV Parlemen, Rabu (1/10/2025). Terkait pengemplang pajak, Purbaya ditantang tagih dana sebesar Rp4,4 triliun dari Keluarga Soeharto., 

TRIBUN-MEDAN.com -  Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa ditantang politikus PDI Perjuangan (PDIP), Guntur Romli atau dikenal Gun Romli untuk menagih dana sebesar Rp4,4 triliun dari Keluarga Soeharto

Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa mulai gencar mengejar para pengemplang pajak.

Target kementerian 200 penunggak pajak besar yang sudah dikantongi.

Pencapaian dari tagihan pengemplang pajak bisa Rp 20 triliun. 

Gun Romli memberi dukungan sekaligus tantangan terkait langkah Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.

Gun Romli  memuji gebrakan berani sang menteri. 

Baca juga: Kronologi Siswi tak Mampu Pakai Sandal ke Sekolah Dipotong Guru, Kini Dapat Bantuan Sepatu

Menurutnya, langkah itu sudah tepat.


Namun, masih ada kewajiban negara lain yang juga harus diselesaikan. 

Gun Romli menyebut bahwa selain menagih para pengemplang pajak, pemerintah juga harus menagih dana sebesar Rp 4,4 triliun dari Keluarga Soeharto

"Keren nih Pak Purbaya mau menagih, pengemplang pajak 20 triliun keren pak, tapi saya mau nitip nih pak. Ada Rp 4,4 triliun yang harus juga ditagih dari Keluarga Soeharto. Itu sudah ada putusannya pak, Mahkamah Agung Nomor 140 PK/PDT 2015. Kan lumayan tuh pak 20 triliun ditambah 4,4 triliun jadi 24,4 triliun segera pak," katanya seperti dikutip dari Instagramnya pada Jumat (14/11/2025).

Baca juga: Sosok Faisal Tanjung, Awal Mula 2 Guru Rasnal dan Abdul Muis Dilapor soal Pungli tak Mau Disalahkan

"Keren Pak Purbaya, tagih terus pengemplang pajak dan juga hartanya Keluarga Soeharto," tambahnya. 

Sempat tagih 200 pengemplang pajak

Sebulan menjabat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi membuat gebrakan mengejar 200 penunggak pajak jumbo untuk memperkuat penerimaan negara.


Dari penagihan tunggakan pajak ini, Purbaya dapat mengantongi sekitar Rp 60 triliun untuk masuk ke penerimaan negara.

"Kita punya list 200 penunggak pajak besar. Itu yang sudah inkrah. Kita mau kejar, eksekusi," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Dia memastikan 200 penunggak pajak ini tidak dapat lari dari kewajibannya kepada negara.

"Dalam waktu dekat ini kita tagih, dan mereka enggak bisa lari," tegasnya.

Langkah ini menjadi bagian dari quick win Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Purbaya.

Dia menegaskan bahwa pemerintah ingin memperkuat penerimaan negara tanpa menaikkan tarif pajak maupun menciptakan beban baru bagi masyarakat.

"Saya naikin pendapatan bukan dengan naikan tarif tapi dorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar, Anda juga enggak kerasa bayarnya. Kalau ekonominya tumbuh kenceng kan Anda bayar pajaknya happy. Itu yang kita kejar," ucapnya.

Tercatat, per 15 Oktober 2025, sebanyak Rp 7,21 triliun dari total Rp 60 triliun tunggakan pajak dari 200 pengemplang pajak telah berhasil ditagih.

Perolehan itu meningkat Rp 216 miliar dibandingkan data 8 Oktober lalu.

Jumlah tersebut didapat dari 91 wajib pajak yang telah mulai membayar dan mencicil tagihan pajak.

Ditargetkan hingga akhir tahun ini DJP dapat menagih sekitar Rp 20 triliun. Sementara Rp 40 triliun sisanya akan ditagihkan pada 2026.

Langkah Purbaya ini mendapat dukungan dari kalangan ekonom.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, upaya mengejar pengemplang pajak besar jauh lebih efektif dibanding kembali membuka program tax amnesty.

Baca juga: Identitas Polisi Aniaya 2 Siswa SPN Terkuak, Nasib Senior Bripda TT Kini Kapolda Libatkan Propam

"Daripada tax amnesty memang lebih baik mengejar potensi pajak yang belum disetor dari pengusaha kakap terutama di sektor ekstraktif," ujar Bhima kepada Kompas.com, Jumat (17/10/2025).

Menurut Bhima, pemerintah juga perlu memperkuat penelusuran terhadap selisih data ekspor-impor sejumlah komoditas yang berpotensi menimbulkan kebocoran pajak.

Misalnya, mengenai ekspor produk kayu wood pellet ke Jepang. Studi Celios menemukan selisih data yang tercatat di Ditjen Bea dan Cukai dengan data di tujuan ekspor.

Jika pemerintah serius menagih tunggakan pajak dan menutup kebocoran penerimaan, maka rasio pajak Indonesia bisa naik signifikan tanpa perlu menambah pajak baru bagi masyarakat.

"Rasio pajak bisa di atas 12 persen tanpa ada beban pajak baru ke kelas menengah," tuturnya.

Baca juga: Kronologi Siswi tak Mampu Pakai Sandal ke Sekolah Dipotong Guru, Kini Dapat Bantuan Sepatu

 (*/TRIBUN-MEDAN.com)

Sumber: Kompas.com/tribunjakarta

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved