Berita Viral
Dana BOS ke Mana? Nasib Guru Honorer di Lutra tak Digaji, Rasnal dan Muis Dituduh Ambil 11 Juta
Pungutan uang komite 20 ribu per siswa yang diperuntukan bagi guru honorer yang belum menerima gaji selama 10 bulan.
TRIBUN-MEDAN.com - Punggutan uang komite yang memicu pemecatan hingga pelaporan pidana 2 guru ASN SMAN 1 Luwu Utara (Lutra), Abdul Muis dan Rasnal belum mereda.
Kedua guru sudah menjalani hukuman divonis penjara 1 tahun.
Namun kemudian, Presiden Prabowo Subianto turun tangan merehabilitasi keduanya.
Tapi kini persoalan belum reda.
Seperti diketahui awal mula munculnya permasalahan, pungutan uang komite 20 ribu per siswa yang diperuntukan bagi guru honorer yang belum menerima gaji selama 10 bulan.
Baca juga: Empat Hari Operasi Zebra 2025, Satlantas Polrestabes Medan Keluarkan 513 Teguran Tertulis
Para guru honorer mengajar sejak tahun 2018.
Selain uang komite, kini dipermasalahkan alokasi Dana BOS.
Melalui postingan Facebooknya, Jumat (21/11/2025), pria asal Masamba itu meminta agar memeriksa total penerimaan insentif yang diterima oleh ASN dari Dana BOS (alokasi 15 persen untuk honorer) dan dana komite, untuk memastikan tidak ada alokasi ganda atau penarikan keuntungan pribadi.
"Untuk APH ketika melakukan Pemeriksaa ulang terkait pungutan uang komite, agar kiranya dana bos untuk honorer yang 15 persen juga diperiksa, karena ada kaitannya dana bos dan pungutan komite karena semuanya sama2 untuk honorer dan sebenarnya gaji honorer itu berapa.." tulisnya.
Faisal menuliskan kekhawatirannya jika dana tersebut dialihkan sebagai "transaksi bisnis" yang berpotensi memperkaya oknum tertentu di sekolah.
"Jangan sampai dana BOS dan pungutan uang Komite jadi transaksi bisnis dunia pendidikan dengan tujuan memperkaya diri dan orang lain. Apa lagi ketika status ASN yang menikmati itu," katanya.
Pernyataan Faisal ini mencuat setelah Abdul Muis, guru SMAN 1 Luwu Utara meluruskan terkait tuduhan menerima bagian Rp11 juta dari total dana iuran komite yang terkumpul dari wali murid.
Sebelumnya, Faisal Tanjung aktivis LSM melaporkan Abdul Muis dan Rasnal kasus pungutan liar (pungli) Rp 20 ribu per bulan dari orangtua siswa demi membantu guru honorer yang tak digaji.
Baca juga: Motif Pembunuhan Guru SMP di Oku Diungkap Kapolres, Pelaku Tetangga Korban Panik
Putusan MA
Terungkap rincian iuran komite SMAN 1 Lutra selama 3 tahun terkumpul Rp770,808.000.
Dalam putusan Mahkamah Agung, Abdul Muis dan Rasnal terbukti bersalah.
Dua guru tersebut disebut-sebut menerima uang Rp11.100.000 dari dana yang terkumpul Rp770.808.000 pada periode 2018–2021 itu.
Dana sumbangan komite sebesar Rp770.808.000 selama tiga tahun disimpan pada rekening saksi Abdul Muis Muharram.
Berikut rincian iuaran komite:
1. Bayar honor guru
2. Tunjangan wali kelas
3. Tunjangan Hari Raya (THR)
4. Cleaning Service
Selain rincian tersebut, Abdul Muis dan Rasnal disebut memperoleh bagian pribadi sebesar Rp11.100.000.
Baca juga: Motif Pembunuhan Guru SMP di Oku Diungkap Kapolres, Pelaku Tetangga Korban Panik
Praktik tersebut dinilai menyimpang dari Peraturan Mendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang mengatur bahwa Komite Sekolah tidak boleh menarik pungutan dan hanya boleh menerima sumbangan sukarela.
Mahkamah Agung menyatakan rangkaian perbuatan itu telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, serta juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas pertimbangan tersebut, MA mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 56/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mks tanggal 15 Desember 2022, karena dinilai tidak tepat mempertahankan putusan sebelumnya.
Putusan ini tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 pada halaman 26 dari 29 halaman dokumen resmi.
MA menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara sesuai Putusan MA Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023.
Hakim memvonis mereka bersalah atas kasus gratifikasi.
Tiga hakim adalah H Eddy Army sebagai Ketua dan Hakim Anggota, Ansori dan Prim Haryadi.
Namun belakangan presiden Prabowo Subianto merehabilitasi status hukum dan ASN dari Rasnal dan Abd Muis.
Padahal, mereka terbukti melakukan pungutan liar.
Meskipun terbukti melakukan pungutan liar dan sempat dikeluarkan Surat Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, kasus ini belakangan menarik perhatian publik.
Presiden Prabowo Subianto kemudian mengambil keputusan untuk merehabilitasi status hukum dan status ASN dari Rasnal dan Abd Muis, keduanya kembali mengajar.
Bantahan Abdul Muis soal Ambil Dana 11 Juta
Guru Abdul Muis akhirnya memberikan penjelasan perihal tuduhan yang menyebut dirinya dan Rasnal mengambil dana sejumlah Rp 11 juta dari iuran yang dikumpulkan oleh komite SMAN 1 Luwu Utara.
Adapun sebelumnya, hal itu terkuak berdasarkan dokumen rilisan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang diperoleh tribun-timur.com, Selasa (18/11/2025).
MA menyebutkan, Abdul Muis selaku Wakil Kepala Sekolah sekaligus bendahara komite bersama Kepala Sekolah Rasnal memungut iuran komite sekolah dari orangtua siswa sejak 2018-2021.
Angka inilah yang, menurut Abdul Muis, kerap dipersepsikan keliru seolah merupakan penerimaan rutin setiap bulan.
“Yang perlu diluruskan itu angka Rp 11.100.000 itu. Seakan-akan kami menerima itu per bulan. Padahal itu akumulasi insentif untuk tugas-tugas tambahan selama bertahun-tahun,” ujar Abdul Muis saat dikonfirmasi Kompas.com, usai hari pertama kembali mengajar, Kamis (20/11/2025).
Muis menegaskan bahwa ia hanya menjalankan tugas sesuai dengan amanah yang diberikan saat menjadi bendahara komite.
Para orang tua, kata dia, mengusulkan adanya insentif untuk wali kelas, petugas laboratorium, hingga wakil kepala sekolah (wakasek) yang memegang tanggung jawab tambahan.
“Wali kelas itu Rp 150.000 per bulan, humas dan wakasek Rp 200.000 per bulan. Cairnya per triwulan. Sebagai bendahara, uang jalan atau transportasi saya Rp 125.000 per bulan,” ucapnya.
Jika dihitung, kata dia, total insentif yang ia terima per triwulan adalah Rp 975.000, dikalikan empat triwulan dalam setahun, lalu dikalikan tiga setengah tahun.
“Polisi hanya memunculkan angka Rp 11.100.000 tanpa penjelasan lengkap. Jadinya seakan-akan kami menerima gratifikasi bulanan. Ini juga sudah terungkap di pengadilan,” kata Muis.
Ia menegaskan, insentif itu murni inisiatif para orang tua yang menilai guru menjalankan tugas tambahan yang menyita waktu dan tenaga.
“Orang tua siswa bilang: Yang penting anak kami diajar dengan baik, diurus dengan baik. Ini kami kasih insentif. Kami pun tidak pernah meminta,” tambahnya.
Sayangnya, niat baik Muis justru berujung pada perkara hukum.
Ia dituduh melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada peserta didik.
Ketua Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara, Muhammad Sufri Balanca, yang saat itu masih menjadi anggota komite, membenarkan bahwa insentif dan iuran komite telah dibahas bersama orangtua secara terbuka.
Ia mengatakan tidak pernah ada penolakan dari orang tua siswa terkait besaran iuran komite.
Bahkan ketika perhitungan komite menetapkan iuran hanya Rp 17.000 per bulan, para orang tua justru meminta dinaikkan menjadi Rp 20.000.
“Rp 20.000 itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Orangtua malah bilang cukupkan Rp 20.000 karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka,” ujar Sufri.
Ia mengingat kembali saat pemeriksaan di Dinas Pendidikan, seorang ibu dari Desa Radda sempat memprotes keras penyidik yang mempersoalkan iuran tersebut.
“Dia bilang: Kenapa Bapak yang sewot kepada guru? Ini uang kami untuk kegiatan anak-anak kami. Jadi menurut saya, kasus ini memang terkesan dipaksakan,” ujar Sufri.
Sufri juga mengungkap bahwa ketika berkas perkara disebut sudah P21 karena tidak ditemukan kerugian negara, muncul pemeriksaan tambahan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Luwu Utara.
Padahal, katanya, otoritas pengawasan terkait sekolah menengah berada pada inspektorat provinsi.
“Namun polisi meminta pemeriksaan ke Bawasda kabupaten yang sebenarnya tidak berwenang. Dari situ keluar pernyataan bahwa ada indikasi kerugian negara,” ujarnya.
Saya menduga langkah itu dilakukan untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap kedua guru.
“Saya tidak tahu apa dosanya sehingga harus dipaksakan,” kata Sufri.
Meskipun demikian, kasus ini belakangan telah dianggap selesai setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan surat rehabilitasi kepada Muis dan rekannya, Rasnal.
Pemberian rehabilitasi ini mengembalikan hak-hak mereka yang sempat dihilangkan setelah pemecatan dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rasnal kembali menjadi kepala sekolah di UPT SMAN 3 Luwu Utara.
Sementara, Abdul Muis mengajar lagi di SMAN 1 Luwu Utara.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Sumber: tribunsumsel/tribun-timur.com
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Faisal-Tanjung-pelapor-guru-SMAN-1-Luwu-Utar.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.