Petani Unjuk Rasa ke Kantor Gubernur, Bawa Pick-up Berisi Buah-buahan
Salah satu Ketua Aksi dari Aliansi Pejuang Reforma Agraria menyampaikan tuntutannya di Kantor Gubernur Sumut.
Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Eti Wahyuni
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Seratusan petani yang berasal dari kabupaten/kota Sumut menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (24/9/2025). Pantauan Tribun Medan, massa datang menggunakan mobil pick up berisi buah-buahan yang tergantung di sisi-sisi mobil.
Mobil pick up berisi buah-buahan seperti pisang, nanas, markisa, manggis, dan lain-lain ini sebagai simbol asal daerah massa aksi unjuk rasa. Massa aksi unjuk rasa ini berasal dari Kabupaten Karo, Padang Lawas Utara, Toba, Deliserdang, Serdangbedagai, dan Dairi.
Mereka juga membawa sejumlah poster berisikan tuntutan terkait permasalahan tanah dan agraria di sekitar tempat tinggalnya. Kemudian mereka menuntut harga pupuk yang melambung tinggi dan meminta agar para petani tidak ditindas.
"Petani tertindas, tolong sejahterakan kami. Tanah dirampas, petani hilang. Gubernur Sumut gagal menuntaskan konfllik agraria kehutanan. Turunkan harga pupuk subsidi sebesar Rp 165.000," tulisan dalam poster yang di bawa mereka.
Baca juga: Polda Sumut Gandeng Kampus, Tegaskan Komitmen Pelayanan Unjuk Rasa yang Humanis
Salah satu Ketua Aksi dari Aliansi Pejuang Reforma Agraria menyampaikan tuntutannya di Kantor Gubernur Sumut.
"Hentikan kriminalisasi terhadap petani, hentikan pergusuran lahan adat dan petani. Bentuk badan pelaksana reforma agraria," teriaknya.
Hal senada disampaikan Ketua Aksi dari Petani Kabupaten Padang Lawas Utara. Mereka menuntut keadilan untuk rekannya yang meninggal karena permasalahan lahan.
"Usut tuntas kematian teman kami yang meninggal karena mempertahankan tanahnya. Turunkan harga pupuk subsidi," ucapnya.
Sementara untuk massa dari Kabupaten Karo melakukan tarian duka di Kantor Gubernur Sumut sebagai bentuk meminta keadilan agar lahan mereka tidak diganggu oleh para pengembang.
Kemudian untuk massa dari Kabupaten Dairi juga terlihat membacakan puisi yang berisikan sindaran-sindiran tak adanya keterlibatan pemerintah dalam menengahi permasalahan mereka.
Tarian duka itu menggambarkan rasa duka sejak tahhun 2011 tak ada solusi dari pemerintah untuk permasalahan lahan yang diambil pihak swasta.
Tarian duka itu dilakukan sebelasan para petani perempuan asal Desa Bingkawan, Sibolangit, Kabupaten Karo dengan cukup menyayat hati. Beberapa diantara dari mereka juga ada yang menangis saat menarikannya.
Saat diwawancara, Helma br Ginting mengatakan, tarian duka tersebut dilakukan sebab tidak ada perhatian dari pemerintah kepada mereka.
"Artinya ini tarian duka. Di mana kami, seharusnya mendapat perhatian dari mereka, karena lahan kami untuk menanam buah diambil oleh pihak swasta," jelasnya.
Helma menjelaskan, para petani buah di Karo sedang susah. Karena tanah milik mereka diambil oleh pihak swasta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.