Catatan Sepak Bola
Kepada Pak Erick: Masalahnya Memang Terletak pada Koki
“bahan masakan, seberapa pun mewah dan bagus mutunya hanya akan jadi sampah di tangan koki yang tak cakap.”
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: Randy P.F Hutagaol
Ia tidak memberikan pengawalan yang semestinya terhadap Firas Al-Buraikan, bahkan berjarak kurang lebih satu meter darinya.
Dalam posisi sedemikian bebas, Al-Buraikan leluasa mencocorkan bola yang gagal diadang Paes.
Kontribusi Yakob paling signifikan di gol kedua.
Entah dibisiki setan mana, pada posisi yang sesungguhnya tidak terlalu membahayakan itu, di kotak penalti, ia menarik baju Al Buraikan yang kemudian dengan cerdik sekali menjatuhkan diri.
Kenapa cerdik? Karena tahu pasti dia tidak dapat menjangkau bola crossing dan jatuh karena tarikan di kausnya akan membuat Saudi memiliki potensi untuk mendapatkan penalti dan dia berhasil.
VAR menunjukkan secara meyakinkan tarikan Jakob merupakan pelanggaran yang layak diganjar penalti.
Apakah Yakob lupa betapa sekarang tiap-tiap gerakan pemain di lapangan dimata-matai awas oleh puluhan kamera?
Kecuali wasit memang tidak berkehendak memeriksa, jangankan pelanggaran dan perbuatan-perbuatan curang, bahkan seekor lalat yang hinggap di ujung hidung pemain pun tidak bakalan lolos.
Namun justru di sinilah letak ironi paling aduhai, Pak.
Atas semua kekacauan yang disebabkannya, Yakob Sayuri justru tetap berada di lapangan untuk waktu yang lama.
Patrick Kluivert tidak segera menggantinya.
Pun Marc Klok yang minim kontribusi. Pun Beckham Putra, yang sebagai bumbu, bukan saja sama sekali tidak memberi tambahan rasa, tapi malah merusaknya.
Keberadaan Beckham mengganggu cita rasa.
Di paruh 45 menit pertama, Indonesia seperti bermain sepuluh orang.
Terlepas dan performa Saudi yang ciamik, jauh membaik ketimbang laga pertama dan kedua di babak grup ronde 3, lini tengah Indonesia sama sekali tidak bisa berkembang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.