TRIBUN WIKI
Gandrung Sewu 2025, Tradisi di Banyuwangi yang Kental dengan Nilai Budaya
Pertunjukan kolosal Gandrung Sewu 2025 menampilkan 1.400 penari di Pantai Marina Boom pada Sabtu (25/10/2025).
TRIBUN-MEDAN.COM,- Festival Gandrung Sewu 2025 yang diadakan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur menyedot perhatian warga lokal dan juga wisatawan.
Gandrung Sewu adalah festival tahunan di Banyuwangi, Jawa Timur yang menampilkan pertunjukan kolosal Tari Gandrung oleh ribuan penari.
Tahun ini, ada sekitar 1.400 penari yang terlibat.
Baca juga: Sinopsis The Murky Stream, Drama Korea Berlatar Sejarah dan Aksi Balas Dendam
Pada puncak festival, sekitar 1.300 penari akan menghibur masyarakat dan wisatawan.
Dilansir dari Tribun Jatim, 1.300 penari yang akan tampil itu tidak hanya berasal dari Banyuwangi saja.
Ada yang berasal dari Malang, Kediri, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Probolinggo, Bali, dan Situbondo.
Tak hanya itu, penari diaspora asal Banyuwangi yang kini tinggal di Sorong (Papua) dan Sumatera Selatan juga turut serta, bahkan satu penari asal Amerika Serikat akan ambil bagian dalam pertunjukan tahun ini.
Baca juga: Titi Gantung, Simpul Sejarah yang Pernah Jadi Pusat Penjualan Buku Bekas
“Gandrung Sewu bukan sekadar pertunjukan seni, tapi juga momentum untuk memperkuat solidaritas sosial. Semua pihak berperan demi suksesnya acara ini,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, dilansir dari Tribun Jatim.
Sejarah Gandrung Sewu
Sejarah Gandrung Sewu bermula dari kesenian dan tari Gandrung khas Banyuwangi yang muncul sejak abad ke-18.
Kesenian ini awalnya dipentaskan oleh para pria yang berdandan ala perempuan sebagai bentuk ekspresi budaya suku Osing, penduduk asli Banyuwangi, dan sebagai simbol rasa syukur atas hasil panen.
Namun, setelah berkembangnya Islam, tarian ini lebih banyak dibawakan oleh perempuan.
Baca juga: Sejarah Candi Sipamutung: Candi Buddha Megah dari Abad ke-11
Festival Gandrung Sewu sendiri berwujud gelaran kolosal yang berupaya mengangkat kembali dan melestarikan kesenian Gandrung.
Cikal bakal festival ini dimulai sejak 1970-an ketika Bupati Banyuwangi Djoko Supaat Slamet menginisiasi revitalisasi kebudayaan daerah, termasuk Tari Gandrung.
Meski festival diadakan pertama kali pada 1974, penyelenggaraan yang konsisten baru dimulai kembali pada 2012 atas dorongan Bupati Abdullah Azwar Anas untuk terus mengembangkan dan menjaga kesenian asli Banyuwangi.
Gandrung memiliki akar sejarah sebagai bentuk seni untuk menyatukan dan menyemangati rakyat Banyuwangi pasca kekalahan melawan VOC.
Baca juga: Sejarah Keberadaan Tugu Pers Pertama Indonesia yang Ada di Bumi Rafflesia

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.