TRIBUN WIKI
Asal Usul Nama Jembatan Kabanaran yang Awalnya Jembatan Pandansimo, Dikaji Atas Nilai Sejarah
Pergantian nama Jembatan Kabanaran yang sebelumnya bernama Jembatan Pandasimo dilatarbelakangi kisah dan nilai sejarah.
Setelah beranjak dewasa, BRM Sujono menyandang nama yang sama dengan mendiang pamannya, yakni Pangeran Mangkubumi.
Perjuangan Melawan VOC
Era tahun 1740-an, merupakan masa-masa berat bagi bumi Mataram (Kerajaan Mataram).
Saat itu, pemberontakan ada di mana-mana, merajalela, dimulai dengan Geger Pacinan yang dipimpin oleh Sunan Kuning dibantu Pangeran Sambernyawa.
Muncul pula gerakan-gerakan sporadis yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa sendiri pada hari-hari selanjutnya.
Akibatnya, keraton harus berpindah dari Kartasura ke Surakarta pada 17 Februari 1745.
Untuk memadamkan pemberontakan Sambernyawa, Raja Mataram saat itu, Susuhunan Paku Buwono II, mengadakan sayembara yang disambut dan dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi.
Pangeran Mangkubumi kemudian bermaksud untuk mengendalikan pesisir utara Jawa sebagai langkah strategis mengurangi pengaruh Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di bumi Mataram.
Namun, akibat penghianatan dan kecurangan yang dilakukan oleh Patih Pringgoloyo yang didukung VOC, langkah Pangeran Mangkubumi menemui jalan buntu.
Pasukan Mangkubumi melakukan serangkaian gerakan militer di wilayah pesisir selatan dan daerah pedalaman yang kini masuk wilayah Kabupaten Bantul dan Kulon Progo.
Jalur di sekitar Kalurahan Kabanaran, Kulon Progo, memiliki posisi geografis strategis, menghubungkan pesisir selatan dengan pusat-pusat kekuatan di pedalaman, sehingga menjadi ruang mobilisasi, tempat berkumpul pasukan, serta jalur pengungsian dan penyusunan strategi.
Pada 1747, jumlah pengikut Pangeran Mangkubumi meningkat pesat menjadi 13.000 prajurit, di mana 2.500 orang di antaranya adalah prajurit berkuda.
Kesetiaan dan kesediaan para pengikut untuk mengabdi kepada Pangeran Mangkubumi lambat laun meluas hingga ke masyarakat umum.
Pada akhir 1749, kondisi kesehatan Paku Buwono II semakin menurun.
Belanda memanfaatkan kondisi tersebut, sehingga muncul traktat yang berisi penyerahan Kerajaan Mataram seluruhnya kepada VOC pada 16 Desember 1749.
Hanya berselang hari, Paku Buwono II wafat dan kemudian digantikan oleh putranya, yakni Paku Buwono III.
