Hari Raya Nyepi

Ritual Mecaru, Persembahan Kepada Roh-Roh di Bawah Manusia

Puluhan masyarakat Hindu tersebut berkumpul untuk menjalankan ritual sembahyang Tawur Agung atau Tawur Kesanga.

Penulis: Liska Rahayu |
Tribun Medan/Liska Rahayu
Ritual Mecaru yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Kota Medan dalam sembahyang Tawur Agung di Pura Agung Raksa Buana Jalan Polonia, Medan, Jumat (16/3/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Medan, Liska Rahayu

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Menyambut Hari Raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 17 Maret 2018, masyarakat Hindu di Kota Medan berkumpul di Pura Agung Raksa Buana Jalan Polonia, Medan, Jumat (16/3/2018).

Puluhan masyarakat Hindu tersebut berkumpul untuk menjalankan ritual sembahyang Tawur Agung atau Tawur Kesanga.

Tawur Agung dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1940/2018 M.

Sembahyang ini diikuti oleh beberapa ritual, di antaranya adalah Mecaru.

Menurut Pemangku Pura Agung Raksa Buana Medan, Mangku Suroto, Mecaru merupakan persembahan yang ditujukan kepada Bhuta Kala. Bhuta Kala artinya adalah roh-roh di bawah manusia yang bersifat gaib dan sakral.

Baca: BREAKING NEWS: Adik Wali Kota Siantar Ditangkap Polres Simalungun, Ini Kasusnya

Bhuta artinya sesuatu yang sudah ada dan Kala adalah kekuatan atau energi.

"Mecaru suatu persembahan, mecaru ini harmonisasi Bhuana Agung dan Bhuana Alit," ujarnya.

Persiapan Mecaru dilakukan tiga hari sebelumnya, sejak hari Rabu. Peralatan ritual Mecaru disebut Caru. Caru tersebut dibuat oleh Sarati Banten, atau yang khusus membuat Caru. Biasanya Sarati Banten ini adalah perempuan, khususnya ibu-ibu.

Caru tersebut berisi berbagai bahan pangan, seperti ayam, sate lilit, bunga-bunga, kain dan uang. Ada berbagai jenis Caru. Kain-kain yang menutupinya berwarna-warni, yakni putih, merah, kuning dan hitam.

Tata cara peletakan Caru tersebut ada beberapa cara, yaitu, putih di timur, merah di selatan, kuning di barat dan hitam di utara.

Baca: Dua Keponakannya Saling Tikam, Begini Reaksi Sang Paman

"Ritual Mecaru untuk penyucian lingkungan Pura satu kali keliling, tetapi untuk pelaksanaa Pecaruan, pemberian kepada gaib itu tiga kali," jelas Mangku Suroto.

Setelah penyucian Pura dan pemberian kepada gaib, Caru tersebut dirusak, yang artinya sudah dinetralkan. Pada hari raya Nyepi, Caru tersebut akan dibakar.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved