Jongga Dituntut Empat Tahun
Sekretaris Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah, Jongga Hutapea menjalani sidang tuntutan di Pengadilan
Laporan wartawan Tribun Medan/ Tatang Sinaga
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sekretaris Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah, Jongga Hutapea menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Rabu (10/9/2014).
Jongga diduga terlibat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) tahun 2012 di Kabupaten Tapanuli Tengah. Polim Siregar selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan kurungan penjara selama empat tahun.
Karena menilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dianggap telah melanggar pasal 3 UU No 31/1999 tentang tindak pidana korupsi.
"Terdakwa bersalah melanggar pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dan meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan kurungan penjara selama 4 tahun," ujar Jaksa dihadapan majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga.
JPU juga menuntut agar terdakwa dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Sesuai dengan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa selama ini.
Polim menjelaskan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Dr Ricardo selaku Direktur Utama RSUD Pandan, Tapteng dan Ridwan Winata selaku rekanan (berkas terpisah).
Di luar sidang, kuasa hukum terdakwa, Lamsiang Sitompul mengatakan, tuntutan jaksa tersebut terlalu berlebihan. Menurutnya, terdakwa Jongga Hutepea tidak terlibat dalam kasus korupsi ini.
"Klien kami (Jongga) tidak pernah terlibat dalam proses pengadaan alkes, kenapa harus disalahkan? Bahkan dia tidak pernah berhubungan dengan dua terdakwa dalam kasus ini," bebernyanya.
Jaksa mengatakan bahwa perkara tersebut bermula dari dana bantuan keuangan dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 27 Miliar untuk pengadaan Alkes di RSUD Pandan, Tapteng.
Namun dalam prosesnya proyek tersebut diduga tidak dikerjakan sesuai dengan kotrak sehingga mengakibatkan negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 14 miliar.
(cr8/tribun-medan.com)