Pengusaha Ini Bobol 7 Bank dengan Kredit Fiktif Rp 836 Miliar Begini Modusnya
Dua tersangka berinisial D dan HS (Harry Suganda, key person PT Rockit Aldeway) diamankan petugas pada 23 Februari 2017 lalu.
Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengungkapkan, kasus pembobolan bank itu bermula saat Direktur PT Rockit Adelway berinisial HS mengajukan permohonan kredit kepada tujuh bank, baik itu swasta maupun pelat merah.
Permohonan yang diajukan untuk kredit modal kerja tersebut diajukan melalui manajer representatif kredit.
"Di sana, dia telah mengajukan dengan dokumen pendukungnya, dokumen permohonan maupun juga dilengkapi dengan agunan," kata Agung di Kantor Bareskrim Polri di Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Sesuai aturan, seorang manajer representatif kredit seharusnya mengecek dokumen permohonan yang diajukan.
Hasil pengecekan itu nantinya akan menjadi bahan acuan bagi kepala cabang untuk diteruskan ke bagian risiko, untuk dicek kembali risiko kreditnya.
Dari hasil pengecekan, barulah diketahui apakah permohonan disetujui atau tidak.
"Dari penilaian direktur risiko, kalau disetujui akan ditetapkan berapa plafonnya yang disetujui untuk diberikan kepada pemohon. Kemudian, kredit dicairkan berdasarkan pekerjaan karena permohonan yang diajukan adalah kredit modal kerja," kata dia.
Namun, dari hasil penelusuran, purchasing order yang menjadi dasar permohonan kredit PT Rockit Aldeway, rupanya palsu.
Ada sepuluh purchasing order yang seluruh dokumennya palsu.
"Saat itu, bank belum memverifikasi itu. Kemudian karena palsu, cairlah kredit itu sesuai dengan tahapan (Maret-Desember 2015)," ujarnya.
Dan ternyata pengecekan itu tidak dilakukan lantaran sebelumnya ia telah disuap oleh HS sebesar Rp 700 juta untuk memudahkan proses permohonan kredit itu.
Kedua tersangka diancam dengan sejumlah pasal, yaitu Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 263 dan 378 KUHP tentang pemalsuan, serta Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman hukuman 15 tahun penjara," kata dia.
Bareskrim juga telah meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang yang diterima pelaku.(kompas/kontan)