Kasus Jenazah Ditelantarkan karena Pilih Ahok, Ini Tanggapan Pengurus PP Muhammadiyah
Politik dan agama selaiknya tidak dikaitpautkan. Apalagi sampai berakibat buruk pada orang yang sudah tak bernyawa lagi.
Baca: Cerita Sopir Angkot Tabrak Driver Grabbike hingga Akhirnya Ditangkap
Baca: Siapa Sangka Cinta Penelope Sudah Empat Kali Menikah, Alasan di Balik Ia Ogah Menikah Lagi
Baca: Renggut Korban Jiwa, Cowok 15 Tahun Ini Tewas Karena #SkipChallenge di Percobaan Pertama
Muti mengatakan, hukum menyalatkan jenazah adalah fardhu kifayah.
Artinya, ibadah tersebut wajib bagi orang Islam dan berdosa bagi Muslim jika meninggalkannya.
Tetapi jika sudah ada sebagian Muslim yang melakukannya maka kewajiban itu gugur.
Baca: Kisah Nenek Hindun Tak Disalatkan, Neneng: Walau Kami Orang Bodoh, Kami Rasakan Kerja Pak Ahok
Muti mengatakan opini publik memang terbelah oleh kasus dugaan penistaan agama.
Meski begitu, dia kerap mengharapkan seharusnya perbedaan pandangan itu jangan melebar kepada hal-hal berlebihan seperti pada perkara menyalatkan jenazah.

Sunengsih alias Neneng (47) tengah memegang foto mendiang Hindun bin Raisan (77). Jenazah Hindun pada 3 Maret lalu tidak dishalatkan di mushalla Al Mukmin, di wilayah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Neneng meyakini hal itu karena sang ibunda adalah pendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat. (Tribunnews.com/Nurmulia Rekso Purnomo)
Tidak Disalatkan di Musala karena Alasan Konyol
Sunengsih alias Neneg (47) masih kecewa terhadap perlakuan ustaz Ahmad Safi'i yang juga merupakan pengurus musholla Al Mukmin di RT 09 RW 02 Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Alasannya jenazah almarhum ibundanya, Hindun bin Raisan (77), diduga tidak dishalatkan di masjid tersebut pada Selasa (7/3/2017) pekan lalu.
"Pokoknya saya nggak mau urusan lagi sama mereka lah," ujar Neneng kepada Tribunnews.com di kediamannya, Jumat (10/3/2017).
Baca: Anda bakal Terkejut, Beberapa Waktu Tak Nongol, Begini Penampilan Anyar Agus Yudhoyono
Baca: Anies Menganggap Pelaporan Dirinya ke KPK sebagai Lucu-lucuan Pilkada, Kok Bisa?