Mengulik Kisah Rio Martil Maut, Pembunuh Sadis Melegenda yang Berakhir di Depan Regu Tembak Mati

Pukulan yang dilakukan berkali-kali oleh Rio itu menggunakan dua martil, satu di tangan kiri, satunya di kanan.

Kedatangannya semata untuk menyopiri mobilnya yang disewa Rio untuk berkeliling.

Selain menjadi pengacara, lelaki 40 tahun itu juga menjalankan bisnis persewaan mobil.

Hari itu ia bahkan sempat menemani Rio berkeliling untuk menunjukkan lokasi-lokasi di sekitar Baturaden yang kira-kita potensial didirikan kawasan perumahan.

Di kamar itulah pembicaraan lalu dilanjutkan.

Obrolan sebenarnya juga tidak terlalu serius, karena suara dari televisi yang menyala juga cukup keras.

Jeje meladeni pembicaraan itu semata untuk menyenangkan hati kliennya saja.

Matanya sesekali melirik ke arah televisi sambil menyimak Rio yang berjalan mondar-mandir di kamar.

Kepala langsung remuk

Tiba-tiba saja, bug! Jeje merasakan sebuah pukulan benda keras menghantam kepalanya. Begitu keras, hingga darah mengucur dan membuat ia tak sadarkan diri lagi.

Pukulan yang dilakukan berkali-kali oleh Rio itu menggunakan dua martil, satu di tangan kiri, satunya di kanan.

Dalam beberapa pukulan saja, kepala Jeje sudah remuk. Darah dan isi kepala berhamburan. Percikannya mengenai kursi, meja, kasur, bahkan sampai ke dinding.

Tubuh ayah tiga anak yang sudah berusia belasan tahun itu akhirnya tergolek bersimbah darah di kursi. Melihat itu, Rio langsung membuang martil di lantai.

la meraih selimut dan sprei kasur untuk mengelap tangannya yang belepotan darah, lalu kain yang merah basah itu digunakan untuk menutupi tubuh korbannya.

Merasa kurang bersih, Rio menuju kamar mandi dan cuci tangan di wastafel.

Tok, tok, tok! "Pak Jeje! Pak Jeje!"

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved