Baca Edisi Cetak Tribun Medan
Sajada Novika, Dokter nan Rupawan Ini Menangis Ketakutan terkait Kematian Pasien Paini
"Saya takut, Pak. Sewaktu Ibu Paini meninggal, orangtua saya juga sedang sakit. Jadi kepikiran waktu itu,"
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sajada Sri Novika, dokter jaga di Rumah Sakit (RS) Tingkat II Putri Hijau, Medan menangis ketakutan saat memberikan keterangan di Ruang Cakra VI Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (18/4/2017).
Ia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang gugatan yang dilayangkan Elvy Churiatun menggugat Kepala RS Tingkat II Putri Hijau atas kasus dugaan kelalaian kematian Paini yang merupakan ibu kandung Elvy Churiatun.
Baca: Rizieq dan Keluarga Mencoblos di TPS Tempat Parkir Gereja Bethel Petamburan
Baca: Alamak, Disebut Dibayar untuk Menangkan Ahok-Djarot, Ini Kata Polri
Baca: Mencekam, Surini Tewas Ditembak Diduga Melindungi Anaknya dari Berondongan Senjata Polisi
Paini meninggal dunia di Ruang ICU RS Tingkat II Putri Hijau pada 15 Oktober 2016 lalu.
Pihak keluarga Paini menyalahkan RS Tingkat II Putri Hijau karena diduga berbuat lalai dan menelantarkan Paini.
Saat memberikan keterangan, perempuan berkacamata ini tak kuasa menitikkan air mata lalu menangis sesenggukan.
Ia mengaku takut didudukkan sebagai saksi, walaupun kematian Paini tidak ada kaitannya dengan dirinya.
"Saya takut, Pak. Sewaktu Ibu Paini meninggal, orangtua saya juga sedang sakit. Jadi kepikiran waktu itu. Saya gak tahu apa-apa waktu itu, Pak, karena saya kebetulan dokter jaga," kata perempuan yang hadir mengenakan jas dokter ini.
Baca: Video Detik-detik Ular Piton hendak Memangsa Kambing, namun Akhirnya Ular Lari Terbirit-birit
Baca: Detik-detik Jelang Pencoblosan, Anies-Sandi Pilih Melakoni Hal Ini
Baca: Ini Alasan Polisi Tembaki Mobil Satu Keluarga di Lubuklinggau
Majelis Hakim Ketua, Didik Setyo Handono yang melihat perempuan bertubuh mungil ini menangis sesenggukan, mencoba untuk menenangkannya.
"Sudah, jangan menangis. Kalau tidak salah, ngapain takut. Santai saja memberikan keterangan di persidangan," kata hakim, kemudian Sajada Sri Novika menyeka airmatanya.
Menurutnya, sebelum Paini meninggal, ia mendapat kabar bahwa Paini yang dirawat di Ruang ICU lantai II RS Putri Hijau sedang kritis.
Ia kemudian bergegas menunju ruangan tersebut dan melihat dr Burhan, Emma dan Florida Siagian sedang membantu memberikan alat bantu pernapasan.
"Pada waktu itu kondisinya masih kritis dan dipasang alat bantu pernapasan. Sebelum meninggal, Ibu Paini itu tidak dalam keadaan ngorok. Walaupun dibantu alat pernapasan tapi tidak ngorok," ujarnya.
Ditemui usai sidang, Sajada Sri Novika ternyata masih ketakutan saat Tribun mencoba kembali menanyakan seputar meninggalnya Paini.
Bibirnya bergetar dan sesekali sesunggukan sembari menyeka airmatanya.
"Namanya juga aku takut, aku merasa tertekan," katanya sembari meredam tangisannya.
Sebelumnya, Paini dalam keadaan sakit dan dirujuk dari Martha Friska ke RS Putri Hijau pada 8 Oktober 2016.
Dokter menyarankan keluarga agar merujuk Paini ke RS Putri Hijau setelah dirawat dua minggu tidak dapat lagi menampung pasien. Kebetulan, suami Paini, Muhammad Sajidin merupakan pensiunan TNI.
Sesuai isi gugatan, saat dirawat di Ruang ICU, Paini selalu dipindahkan tempat tidurnya.
Pada 15 Oktober pukul 12.05 WIB, keluarga Paini datang menjenguk dan melihat kondisi Paini dalam keadaan mengorok yang sangat keras.
Kala itu, keluarga mengira perawat mengetahui keadaan yang dialami Paini.
Setelah diberi tahu, barulah perawat terkejut dan kebingungan serta langsung memasang selang oksigen dan memberi suntikan melalui infus.
Setelah diberikan bantuan, Paini berhenti mengorok.
Satu menit berselang, keluarga melihat air mata Paini bercucuran dan tidak lama mulutnya mengeluarkan busa dan tidak bernapas.
Dari perjanjian keluarga Paini dengan pihak RS Putri Hijau, apabila terjadi sesuatu dengan Paini, rumah sakit wajib memberikan kabar.
Namun RS Putri Hijau tidak menepati perjanjian tersebut.
Suami Paini Geleng Kepala
Muhammad Sajidin, suami dari Paini, korban dugaan kelalaian Rumah Sakit (RS) Tingkat II Putri Hijau, Medan, masih tak dapat menerima kematian istrinya.
Di persidangan, Muhammad Sajidin berkali-kali menggeleng kepala tatkala mendengarkan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan dari pihak RS Putri Hijau. Ia hadir bersama beberapa kerabat dan keluarganya serta Elvy Churiatun, putri kandungnya.
"Saya tidak dapat memberikan keterangan sejauh ini. Pokoknya persidangan ini akan kami kawal terus, jika ada yang dipelintir dari keterangan pihak rumah sakit, kami akan bertindak," kata pria paruh baya ini usai sidang.
Dalam persidangan itu, turut menghadirkan saksi bernama dr Nugroho Koento Subagyo. Dokter ini bertugas melakukan seleksi terhadap pasien di RS Putri Hijau layak atau tidaknya masuk Ruang ICU.
"Dirujuk dari Martha Friska ke Putri Hijau itu permintaan keluarga. Saya sarankan ke rumah sakit yang fasilitasnya lengkap. Kalau dari Martha Friska ke Putri Hijau itu bukan dirujuk namanya, tapi hanya digeser karena sama-sama akreditasinya B," ujar Nugroho Koento.
(ase/tribun-medan.com)