Breaking News

Belanda Caplok Tanah Adat Sihaporas dari Generasi Ke-5 Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita

Hotben Ambarita, menceritakan sejarah tanah leluhurnya yang dicaplok Belanda. Pemuka masyarakat adat Sihaporas ini adalah cicit dari Ompu Lemok.

Penulis: Dedy Kurniawan |
Tribun Medan/Dedy Kurniawan
Masyarakat adat Sihaporas melakukan pertemuan audiensi dengan Kepala Kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Pematangsiantar Djonner Efendi D. Sipahutar di kantor UPT KPH di Jalan Gunung Simanumanuk Pematansiantar, Senin (9/4/2018) 

Laporan Wartawan Tribun Medan, Dedy Kurniawan

TRIBUN-MEDAN.COM, SIANTAR - Masyarakat adat Sihaporas saat ini sedang berjuang mendapatkan kembali tanah adat peninggalan leluhur mereka, Ompu Mamontang Laut Ambarita.

Tanah mereka pernah dicaplok oleh kolonial Belanda dan belum dikembalikan karena nasionalisasi.

Mereka pun melakukan pertemuan audiensi dengan Kepala Kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Pematangsiantar Djonner Efendi D. Sipahutar di kantor UPT KPH di Jalan Gunung Simanumanuk Pematansiantar, Senin (9/4/2018)

Hotben Ambarita, menceritakan sejarah tanah leluhurnya yang dicaplok Belanda. Pemuka masyarakat adat Sihaporas ini adalah cicit dari Ompu Lemok.

Ia generasi Ke-8 dari Ompu Mamontang Laut yang turun-temurun tinggal di Sihaporas, atau generasi ke-16 dirunut dari Siraja Batak.

Baca: Lihat Peta Enclave Sihaporas 1916 Zaman Belanda, Lamtoras Semangat Pejuangkan Tanah Luluhur

Baca: Perjuangkan Tanah Leluhur, Lembaga Adat Sihaporas Surati Presiden Jokowi

Baca: Begini Silsilah Ompu Mamontang Laut, Pemilik Asli Tanah Sihaporas Sebelum Indonesia Merdeka

"Mengapa tanah Sihaporas jatuh kepada pemerintah, dan bagaimana asal-mulanya?" Menurut cerita yang diturunkan kakek buyut warga Sihaporas, bahwa sekitar dekade tahun 1910-an, penjajah Belanda meminjam tanah, tentu dengan nada paksaan," katanya

"Menurut cerita turun-temurun ompung kami, tanah ompung kami dipinjam penjajah Belanda pada tahun sekitar 1913. Tanah dipinjam dari generasi kelima keturunan Ompung Mamontang Laut, yakni dari Ompu Lemok Ambarita, Ompu Jalihi Ambarita dan Ompu Haddur Ambarita. Saat itu, tanam dipinjam untuk ditanami pohon pinus," kata Hotben Ambarita.

Dikisahkannya, penjajah Belanda meminta masyarakat Sihaporas agar menanam pohon pinus, dan dijanjikan dapat bekerja di perkebunan sesuai dengan keahlian masing-masing, dengan iming-iming agar dapat membayar balasting (pajak) dan menyekolahkan anak-anak.

Belanda menjanjikan juga, pohon pinus yang ditanami harus terlebih dahulu panen, dan getahnya dideres/sadap, barulah tanah dikembalikan kepada rakyat.

"Sesuai dengan janji pihak Belanda kepada kakek-buyut kami, yakni Ompu Lemok Ambarita, Ompu Jalihi Ambarita dan Ompu Haddur Ambarita, tanah tersebut akan dikembalikan setelah 30 tahun. Ternyata, sebelum pinus panen, Belanda sudah kembali ke negerinya karena kalah perang, dan tanah ompung kami terlantar. Tidak pernah diurus lagi. Saat itu, kakek kami tidak mengerti mengenai surat-menyurat tanah," kata Hotben.

Setelah Penjajah Belanda meninggalkan Indonesia, belakangan, terjadilah peralihan kepemilikan tanah melalui program nasionalisasi aset penjajah, kepada pemerintah Indonesia.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved