Inilah Objek Wisata Bersejarah Air Mata Putri Tinambunan Berdarah Putih yang Perlu Anda Ketahui
Objek wisata bersejarah legenda eluh (air mata) boru (putri) Tinambunan di Delleng Simpon (Gunung Simpon)
Namun di hari ke-6, ia pun mulai kelelahan.
Akibat kelelahan, ia pun beristirahat dan tertidur di dalam sebuah rumah panggung bertiang kayu.
Saat itu, si Berutu dengan sejumlah pengikutnya pun, langsung memotong tiang rumah tersebut dan mengangkut secara bersama sama rumah itu ke kampung halamannya di Desa Ulu Merah (saat ini masuk ke Kecamatan Sitali Urung Julu, Kabupaten Pakpak Bharat).
Dengan menelusuri hutan belantara dan mendaki gunung dari akar-akar kayu hingga malam hari, si Boru Tinambunan masih tertidur pulas.
Namun, menjelang dini hari, saat tiba di Delleng Simpon (Gunung Simpolon)---kini jadi perbatasan Kabupaten Pakpak Bharat dengan Kabupaten Humbanghasundutan---si boru Tinambunan pun terbangun.
Saat dirinya tengah terbangun, ia sadar bahwa telah dibawa oleh pemuda si Berutu.
Kepada si Berutu, boru Tinambunan pun meminta agar berhenti sejenak di Gunung Simpon itu.
Pemuda si Berutu pun menyetujui untuk beristirahat sejenak.
Saat itulah, si Boru Tinambunan duduk di tanah dan terus menangis sambil mengorek-ngorek tanah pakai kayu kecil.
Saat menangis, air matanya pun menetes ke lubang kecil yang dikorek-koreknya tersebut.
Dalam tangisannya, ia mengaku telah mengkhianati cintanya kepada paribannya.
Bagaimana tidak, ternyata, ia dengan paribannya sebelumnya telah sama sama bersumpah untuk sehidup semati.
Walau mendengar ungkapan hati si boru Tinambunan, si Berutu tetap bersikukuh dan melanjutkan perjalanan menuju ke rumahnya.
Saat tiba di Desa Ulu Merah kampung si Berutu, kedua orangtuanya langsung menyambut rombongan anaknya.
Si boru Tinambunan pun dikeluarkan dari rumah panggung yang mereka angkat bersama-sama saat dia tertidur pulas.
Kedua orangtua si Berutu pun menyiapkan beras di dalam sebuah bakul (dalam adat Batak, kedua anak yang membawa calon istri ke rumah orangtuanya harus disambut dengan menaruh beras di atas kepada keduanya sebelum memasuki rumah).
Si boru Tinambunan pun digendeng si Berutu memasuki rumahnya.
Dengan berat hati, si boru Tinambunan melangkahkan kakinya untuk menaiki tangga demi tangga rumah orangtua si Berutu.
Maklum, rumah orangtua si Berutu bertingkat tujuh.
Tak disangka-sangka, di tangga ke-6, si boru Tinambunan terjatuh hingga ke tanah dan jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Setelah diberi pertolongan, si boru Tinambunan tak kunjung sadar, hingga pada akhirnya ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Akhirnya, Si Berutu pun hanya bisa menggerutu untuk meratapi nasibnya.
Kemudian keluarganya langsung memberitahukan kabar duka tersebut ke kepada orangtua si boru Tinambunan.
Mendapat kabar tersebut, orangtua dan keluarga si boru Tinambunan langsung menjemput jasad putrinya.
Saat membawa boru Tinambunan dalam keadaan pulas, ternyata ada juga satu boru Tumanggor yang menemani sang kakaknya.
Si boru Tumanggor pun ikut meratapi kepergian kakaknya.
Bahkan kolam air mata boru Tumanggor ini juga ada di bawah kolam air mata boru Tinambunan.
20 Tahun lalu, kolam kecil air mata boru Tinambunan ini pernah kering.
Namun salah seorang warga, E Tumanggor, yang tinggal di Kampung Batugajah, Desa Sionom Hudon Julu, bermimpi dia pergi ke Gunung Jagar.
Gunung jagar terletak di arah Pakkat menuju Manduamas, Tapanuli Tengah.
Dalam mimpinya, dia mengajak boru Tinambunan ke Gunung Simpon.
Kala itu Desa Sionom Hudon Julu musim kemarau berkepanjangan.
Keseharian E Tumanggor, sering pergi ke Pakpak Bharat untuk berjualan beras.
Saat memikul beras tepat melintasi kolam kering air mata boru Tinambunan, E Tumanggor kelelahan dan kehausan.
Ia pun mengambil cangkul dari gubuk marga Hasugian yang ada di hutan tersebut.
Saat dia menancapakan cangkulnya, muncul 2 lebah mirip tawon.
Kedua lebah tersebut langsung masuk ke kolam yang kering itu dan tertancap cangkulnya.
Esok harinya, saat E Tumanggor melintas lagi dengan memikul beras jualannya, ia pun mendapati kolam yang dicangkulnya langsung berisi air.
Hingg saat ini, kolam kecil tersebut pun tidak pernah kering lagi.
Bahkan, sudah disemen keliling dengan sedemikian rupa oleh Pemkab Pakpak Bharat.
Pancuran menuju arah Gunung Simpolon
Jalan Rusak
Sangat disayangkan, jalan provinsi yang menghubungkan kedua kabupaten ini cukup rusak parah.
Jika menuju ke lokasi objek wisata dari arah Kabupaten Pakpak Bharat, sudah lumayan bagus. Pengaspalan tampak sampai ke puncak perbatasan.
Sedangkan jalan provinsi dari arah Kabupaten Humbang Hasundutan menuju puncak perbatasan, sangat memprihatinkan.
Sejak zaman indonesia merdeka, jalan dari Kabupaten Humbang Hasundutan ini sama sekali belum tersentuh.
Jika ada pun pengaspalan, hanya sebatas dari Kecamatan Parlilitan menuju Desa Hutagalung yang pembangunanannya hanya 2 kilometer setiap tahunnya.

Kisah ini sebagian dikutip dari blog nababan.wordpress.com.