Kisah Sukses Pejuang Tanah Adat: Kami Sudah Berjanji Lebih Baik Mati Daripada Mati-mati
Perda disahkan DPRD dan Pemka Humbas dalam Rapat Paripurna DPRD Humbang Hasundutan, 3 Juli 2018 lalu.
Pertama, sangat penting mempercepat proses dieluarkannya nomor registrasi Perda tersebut agar peristiwa bersejarah ini bisa segera melangkah ketahap selanjutnya, yakni dikeluarkannya SK Hutan Adat oleh Menteri terhadap lahan seluas 5.172 hektar yang dipetakan masyarakat secara partisipatif.
Kedua, Perda ini menghendaki pemerintah bersikap lebih tegas terhadap PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan semua pihak terkait yang melanggar peraturan tersebut.
Pemerintah dalam hal ini harus dapat memastikan agar PT TPL tidak lagi melakukan operasi di wilayah adat Pandumaan-Sipituhuta. Pemerintah juga wajib mengambil tindakan yang seharusnya dan sesuai aturan hukum jika perusahan ini tetap melakukan operasi di wilayah yang bukan menjadi haknya.
Ketiga, Perda ini menghendaki PT TPL dan semua pihak terkait untuk menghormati keputusan pemerintah dan juga perjuangan masyarakat adat.
PT TPL dan semua pihak terkait wajib mematuhi peraturan ini dan menerima semua konsekwensi legal atas semua tindakan yang bertentangan dengan hal-hal yang sudah diatur dan disahkan dalam Perda tersebut.
Perjuangan Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta adalah peristiwa bersejarah bagi Masyarakat Toba kontemporer.
Dikeluarkannya Perda ini diharapkan akan menjadi menjadi tonggak bagi munculnya perjuangan-perjuangan masyarakat adat di Kawasan Danau Toba berikutnya, untuk mempertahankan haknya atas tanah dan sumber daya alam, sehingga secara berdaulat mampu mengelola untuk kesejahteraan masyarakat adat itu sendiri dan kemakmuran bangsa pada umumnya.
12 Komunitas Masyarakat Adat
Elemen masyarakat dari Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat di Sumatera Utara (Bakumsu), Kelompok Studi dan Pengembangan Masyarakat (KSPPM) Parapat, dan Hutan Rakyat Institut (HaRI) berdikusi di ruang redaksi Harian Tribun Medan/Tribun-Medan.com, Kamis (26/4/2018).
Kedatangan mereka untuk berdiskusi bagaimana membantu (advokasi) masyarakat adat yang terpinggirkan di Sumatera Utara.
Dalam hal in setidaknya terdapat 12 kelompok masyarakat adat yang tanah wilayahnya telah dikuasai secara turun-temurun namun jatuh ke tangan negara.
Berikut Ini 12 Lahan Masyarakat Adat di Sumatera Utara yang diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar wilayah adatnya dibebaskan dari hutan negara:
1). Tombak Haminjon Pandumaan-Sipituhuta, Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta,Subjek Hukum Bius Marbun Lumban Gaol dan Lumban Batu, Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Tapanuli Utara luas wilayah adat 5.172 ha jumlah 700 KK.
2). Sitakkubak, Nama Masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora, Subjek Hukum Marga Simamora keturunan Ama Raja Medang, Desa Aek Lung, Kecamatan Dolok-Sanggul-Humbang Hasundutan, luas wilayah adat 153 ha jumlah warga 35 KK.
3). Huta Aek Nafa, Nama Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjunak, sunjek hukum Simanjuntak Keturunan OP. Bolus Simanjuntak dan Oppu Ronggur Simanjuntak, Desa Sabungan Ni Huta IV, Kecamatan Sipahutar- Tapanuli Utara, luas wilayah adat 2604 ha, jumlah penduduk 240 KK.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/masyarakat-adat_20180725_171836.jpg)