Prof Salim Sebut Naif Mahasiswa UGM yang Undang Tim Kampanye Prabowo-Sandi

"Semua orang yang punya kecurigaan pada Anda itu hak mereka. Kalau saya, cuma mau bilang, Anda itu naif," kata Said.

Prof Salim Said dan mahasiswa UGM, Jibril Abdul Aziz pada acara ILC, Selasa (16/10/2018). 

TRIBUN-MEDAN.com-Polemik pembubaran Seminar Kebangsaan yang rencananya akan digelar akhir pekan lalu di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, diangkat dalam acara bincang-bincang Indonesia Lawyer Club di TV One, Selasa (16/10/2019).

Seminar ini rencananya dihadiri dua anggota tim kampanye pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto Sandiaga, yaitu Sudirman Said dan Ferry Mursyidan Baldan.

Dua tokoh ini adalah mantan menteri pada Kabinet Presiden Jokowi. Sudirman Said pernah menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Ferry Mursyidan Baldan adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang 2014-2016.

Kepala bagian Humas Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Iva Ariani memberi keterangan soal batalnya seminar yang rencananya digelar di Auditorium Fakultas Peternakan UGM, Jumat (13/10/2018).

Iva Ariani menjelaskan, batalnya seminar itu dikarenakan ada pencabutan izin pemakaian ruang auditorium tersebut.

Dikatakannya, pencabutan izin pemakaian ruang auditorium itu dilakukan lantaran pihak penyelenggara seminar bukan dari civitas akademika UGM.

"Jadi kami tegaskan tidak ada pembatalan dan pembubaran seminar. Kami tidak memberikan izin seminar itu dilaksanakan di auditorium. Kenapa? Karena penyelenggara bukan civitas akademika dari Fakultas Peternakan UGM," katanya saat dihubungi Tribun Jogja, Sabtu (13/10/2018).

Untuk menggunakan ruang, kata Iva Ariani, harus memenuhi aturan yang dijalankan fakultas.

Menurut peraturan, ruang boleh digunakan untuk civitas akademika dan berguna untuk pengembangan Tri Dharma.

"Untuk memakai ruang kan fakultas memiliki aturan. Sementara yang menyelenggarakan itu bukan civitas akademika. Ada sebuah kelompok yang memang anggotanya mahasiswa, individu. Jadi ya nggak boleh digunakan," jelasnya.

LAUNCHER_TRIBUN_MEDAN_2
Download aplikasinya disini.

Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan UGM, Angger M Ghozwan Hanif menyatakan, seminar kebangsaan bertajuk Kepemimpinan Era Milenial bukanlah kegiatan BEM Fakultas Peternakan UGM.

"Seminar bukan merupakan kegiatan BEM Fakultas Peternakan UGM. BEM juga tidak pernah mengeluarkan publikasi dalam bentuk apapun, termasuk flyer uang beredar. Oleh sebab itu, informasi yang beredar bukan tanggungjawab BEM," katanya.

Dirinya menuturkan fakultas memiliki kebijakan terkait penggunaan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan fakultas.

Selaku ketua BEM, ia juga menyampaikan permintaan maaf pada pihak-pihak terkait atas ketidaknyamanan yang terjadi.

Jibril Abdul Aziz, mahasiswa peternakan UGM yang berstatus ketua panitia seminar, menyebut seluruh perizinan telah tuntas dan diteken otoritas fakultasnya.

Seminar itu, kata Jibril, juga digelar bukan untuk tujuan politis, melainkan menggali kepemimpinan yang dibutuhkan era revolusi industri kekinian.

"Dari prodi peternakan hanya menyebut dikhawatirkan terjadi hal tak diinginkan, terjadi chaos," kata Jibril.

Pada acara Indonesia Lawyer Club, Prof Salim Said menyampaikan komentarnya terkait Jibril Abdul Azis.

"Komentar saya yang pertama, singkatnya begini, saya terharap saudara Djibril tidak punya kecurigaan apa-apa sama Anda," ucapnya.

"Semua orang yang punya kecurigaan pada Anda itu hak mereka. Kalau saya, cuma mau bilang, Anda itu naif."

"Anda itu tidak menyadari, atau tidak mau menyadari, ini tahun politik. Jadi setiap gerak Anda diteropong dari sudut politik."

Ia mencontohkan pengalamannya saat memberikan pendapat terkait pernyataan Indonesia Bubar oleh Capres Prabowo.

Saat itu banyak yang mengira dirinya berpihak pada Prabowo. Sedang dirinya tidak berniat seperti itu.

"Seperti yang saya katakan tadi, saya ngomong di TV soal cerita bahwa pak Prabowo soal Indonesia akan bubar itu, dilihat secara politik, pro Prabowo. Padahal bukan itu niat saya. Saya akademisi dan saya belajar perbandingan politik. Tapi tetap saja saya dicurigai."

"Anda telah berbuat naif. Mungkin orang lain mengatakan, Anda pura-pura tidak tahu."

"Sudah itu Anda mengundang dua pembesar politik. Bagi Anda tidak mengapa, tapi ANda bertindak di satu ruangan publik yang mana banyak orang memiliki pendapat berbeda-beda. Mereka katakan Anda berpihak, itu persepsi mereka."

"Untung Anda bukan politisi. Jadi itu tidak akan berpengaruh, apakah Anda terpilih atau tidak. Keuntungannya itu."

"Komentar yang kedua. Saya berpendapat, bapak dekan terlalu berhati-hati. Bahkan ketakutan."

"Ini tahun politik, dan beliau birokrat. Ada sejarah negeri ini, pada saat seperti ini orang menjaga agar jangan sampai ia menjadi korban."

"Seandainya saya dekan, dan menghadapi kasus yang Anda hadapi, saya akan seperti itu."

"Kalau saya tidak naik pangkat, anak saya bagaimana? Apalagi dipecat. Tapi kan orang itu masih ada kemungkinan naik, kalau bukan rektor paling tidak dirjen. Jadi saya bisa mengerti."

"Saya bersimpati pada bapak itu. Anda membuat dia berada dalam posisi yang sulit, karena Anda naif."

Sebagai penutup, Karni Ilyas menyampaikan, "Djibril, malam ini Anda dapat pelajaran dari Prof Salim Said. Anda naif sekali. Harusnya Anda mengundang menteri sekarang ini, bukan dibatalin. Menterinya langsung dijemput oleh rektor, bukan dekan." (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved