Kesaksian Penumpang Lion Air PK-LQP yang Disebut KNKT tak Layak Terbang, dan Ancaman Lion Air
"Mulai take off, langsung naik lalu turun, lalu naik lagi, dan turun lebih kencang dan pesawat berguncang," kata Diah.
Pengacara yang banyak bergerak di bidang hukum internasional ini pun kembali mengimbau para keluarga untuk menyiapkan gugatan ke pabrikan pembuat pesawat itu, Boeing.
"Keluarga korban siapkan gugatanmu besar-besaran. Ambulance chaser dari Amerika datang kesini para pengacara untuk menggugat pabrikan. Masyarakat Indonesia harus berani jika pemerintah tidak tegas. Minggu ini harus ada tersangka. Tegakkan hukum di negara yang sangat mahal keadilan," ucapnya.
Pada unggahan sebelumnya, Hotman Paris menduga ada kelalaian manajemen dalam kasus jatuhnya Lion Air PK-LQP saat melayani rute Jakarta Pangkalpinang atau JT-610.
Dugaan ini muncul setelah Menteri Perhubungan Budi Karya membebas tugaskan Direktur Teknis Lion Air Muhammad Asif.
Dia digantikan Muhammad Rusli sebagai Pelaksana Tugas Direktur Teknik Lion Air.
Catatan teknis pesawat nomor penerbangan JT-43 rute Denpasar-Cengkareng menyebutkan data kecepatan pesawat saat mengudara pada instrumen kapten pilot tidak dapat diandalkan.
Bahkan data ketinggian yang tertera pada instrumen kapten pilot dan kopilot berbeda.
"Teridentifikasi instumen CAPT (kapten) tidak dapat diandalkan dan kendali diserahkan ke FO (first officer/kopilot). Kecepatan udara NNC tidak dapat diandalkan dan ALT tidak cocok," sebut catatan penerbangan JT-43.
Meski demikian, kru pesawat memutuskan untuk meneruskan penerbangan dan mendarat dengan aman di Cengkareng.
Dikutip dari Tribun Jabar, penumpang pesawat Lion Air PK-LQP, Supriyanto Sudarto dan Diah Mardani, menceritakan pengalamannya saat menaiki pesawat tersebut dari Denpasar menuju Jakarta.
Seperti yang diketahui, pesawat Lion Air PK-LQP adalah pesawat JT 610 yang mengalami kecelakaan dan jatuh di Perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) pagi.
Dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One, Supriyanto Sudarto meyakini pesawat yang dinaikinya adalah pesawat nahas yang masih dicari puing-puingnya itu.
"Ada saya lihat di tutup roda pesawat depan, LQP, ada rekan yang memfoto juga," ucapnya dalam ILC yang tayang pada Selasa (30/10/2018).
Supriyanto Sudarto mengatakan keberangkatannya sempat diundur selama hampir dua jam.
Keberangkatan dari Denpasar menuju Jakarta diundur dari pukul 19.30 menjadi pukul 21.50.
Sekitar pukul 21.15, kata Supriyanto Sudarto, penumpang sudah diminta menaiki pesawat.
Sebelum menaiki pesawat tersebut, Supriyanto Sudarto melihat beberapa orang ada di sekiatr pesawat.
Orang-orang tersebut tampak sibuk, bahkan sempat menaiki pesawat tersebut.
"Saya enggak tahu itu repair atau apa, yang jelas ada kegiatan di bawah pesawat tersebut," kata Supriyanto yang saat itu duduk di bagian depan pesawat.
Supriyanto mengatakan cuaca relatif cerah ketika akan lepas landas.
Kemudian saat pesawat mulai mengudara, Supriyanto mendengar suara yang janggal.
Supriyanto juga menjelaskan pesawat sempat mengalami perubahan ketinggian yang cukup signifikan.
"Pas naik ada anjlok, naik lagi, anjlok lagi. Kami tidak tahu (penyebabnya)," ucapnya.
Perubahan ketinggian pesawat itu juga dirasakan oleh penumpang lainnya, Diah Mardani.
Diah Mardani mengatakan pesawat juga mengalami guncangan hebat.
"Mulai take off, langsung naik lalu turun, lalu naik lagi, dan turun lebih kencang dan pesawat berguncang," kata Diah.
"Semua teriak Allahu Akbar," lanjutnya.
Diah Mardani mengatakan guncangan hebat tersebut baru pertama kali dialaminya.
Kemudian, Diah melihat seseorang mengenakan seragam putih-biru yang diduga sebagai awak pesawat mengambil suatu benda dari koper.
Diah Mardani mengatakan selama perjalanan lampu seatbelt tidak pernah dimatikan.
"Di perjalanan, saya dan teman saya mencium bau seperti gosong, kaya kampas rem atau kabel," katanya.
Hal tersebut menambah kekhawatiran dan membuat Diah Mardani semakin tegang.
"Tapi bau tersebut tidak lama dan perlahan hilang."
Diah Mardani menyebut pilot tidak memberikan pengumuman informasi akan segera mendarat.
"Biasanya kan ada informasi sekian menit lagi akan sampai," ucapnya.
Guncangan kembali terasa saat pesawat mendarat.
Setelah merasakan pengalaman yang menegangkan, Diah Mardani sempat berpikir pesawat yang dinaikinya kemungkinan tidak akan digunakan lagi.
Diah Mardani mengaku sangat bersyukur bisa mendarat dengan selamat.
"Setelah keluar kita sangat bersyukur, bahkan kita saling nangis lah. Karena saat guncangan itu sudah terbayang bagaimana kalau pesawat ini jatuh. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi," ucapnya.
Diah Mardani mengaku saat itu hidupnya hanya beberapa jengkal dari maut.
Bagaimana respons Lion Air terhadap temuan KNKT?
Manajemen Lion Air meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memberikan klarifikasi terkait informasi pesawat PK-LQP tidak layak terbang.
Presiden Direktur Lion Air Grup Edward Sirait mengatakan, dalam pemberitaan yang muncul disebutkan bahwa pesawat PK-LQP saat menempuh rute dari Denpasar ke Jakarta 28 Oktober 2019 malam, atau sehari sebelum jatuhnya pesawat tersebut di perairan Karawang.
"Pernyataan ini menurut kami tidak benar," ujar Edward dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (28/11/2018).
"Pesawat itu dari Denpasar dirilis dan dinyatakan layak terbang seusai dokumen dan apa yang sudah dilakukan oleh teknisi kami," sambung dia.
Petinggi Lion Air Grup saat menggelar konferensi pers di Lion Tower, Jakarta, Rabu (28/11/2018)(KOMPAS.com/YOGA SUKMANA)
Edward mengatakan, Lion Air meminta KNKT melakukan klarifikasi atas pernyataan itu pada pada Kamis (29/11/2018) secara tertulis.
Bila permintaan klarifikasi itu tidak ditanggapi oleh KNKT, Lion Air kata Edward akan mengambil sejumlah langkah, termasuk langkah hukum.
"Kami akan mengambil langkah langkah termasuk kemungkinan atas pernyataan ini langkah hukum kalau memang ini statement yang di keluarkan oleh KNKT," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KNKT Sebut Pesawat PK-LQP Tak Layak Terbang, Ini Respons Lion Air"