Mantan Napi Teroris Ini Sampaikan Penyesalannya, hingga Harus Bangkit dari Puing Reruntuhan

saat ini dirinya tengah fokus membagikan pengalamannya kepada masyarakat.

Penulis: Satia |
TRIBUN MEDAN/SATIA
Mantan napiter Yudi Zulfahri (Kemeja merah) 

Laporan Wartawan Tribun Medan/Satia

TRIBUN MEDAN.COM, MEDAN - Mantan narapidana teroris (napiter) ini ungkap penyesalannya ketika menjadi bagian dari radikalisme.

Namun, saat ini dirinya tengah fokus membagikan pengalamannya kepada masyarakat khusunya kaum muda, agar tidak mudah menerima paham intorelansi.

Ia adalah, Yudi Zulfahri seorang pria asal Aceh, yang tertangkap pada tahun 2010 lalu dikarenakan melakukan pelatihan bagi para teroris. Dirinya mengaku pertama kali mengikuti pengajian di Aceh pada 2006 lalu hingga akhirnya menjadi seorang teroris. Setelah mengikuti selama setahun penuh, akhirnya masuk pada tahap yang lebih ekstrim atau bisa dimaksud sudah tidak masuk diakal. Dikarenakan tidak hanya lingkungan, bahkan orang lain semua dianggapnya buruk.

"Saya mulai ikut mengaji itu tahun 2006 semenjak semester akhir kuliah, memang saya mengikuti pengajian yang Intoleransi, kebenaran cuman berdasarkan dari kelompok ini. Sehingga setahun sudah saya ikuti ini, saya mengikuti Radikalisme, kemudian saya mengkafirkan-kafirkan orang lain. Awalnya pas masih mengikuti pengajian hanyab intoleran saja," kata dia, kepada Tribun Medan, setelah selesai kegiatan silaturahmi dengan tokoh agama dan ormas Islam yang diadakan oleh Mabes Polri, di Garuda Plaza Hotel, Jalan Sisingamangaraja XII, Kota Medan, Kamis (13/12/2018) menjalang malam.

"Semakin saya mendalam ini, kemudian tahun 2007 itu saya masuk dalam radikalisme. Semenjak masuk menjadi salah satu bagiannya, saya mulai memusuhi semuanya, mulai dari perbedaan orang hingga negara," tambahnya.

Dahulunya, ia adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Daerah Aceh. Namun setelah mengikuti pengajian akhirnya ia harus merelakan perkerjan dan memilih meneruskan paham radikalisme.

"Kumdian saya juga keluar dari pegawai negeri sipil (PNS) saya lulusan SPDN di Aceh dan langsung menekuni ini. Mulai dari 2007 hingga 2009 saya masuk dan menjadi teroris, kemudian pada tahun 2010 saya melakukan kegiatan di Aceh, yaitu pelatihan militer, dan pada 2010 saya tertangkap," katanya.

Tidak hanya kehilangan pekerjaan dan status dimasyarakat, keluarganya juga mendapatakan perlakukan pahit, lalu diuber-uber awak media hingga harus beberapa kali pindah rumah.

"Ibu saya nangis-nangis stelah tahu dan ketangkap, seminggu ibu say tidak makan dia. Keluarga saya sampai harus beberapa kali pindah rumah karena dikejar-kejar sama wartawan. Dan mereka juga harus menanggung stigma dari masyarakat bahwa keluarganya itu teroris. Gara-gara kasus kami berapa banyak nyawa melayang, apa yang dapat gak adalah, makanya jangan ada lagi seperti begitu,"

Penyesalannya itu dikatakannya, setelah ditangkap dan disebut sebagai mantan napiter, banyak orang sekitar menjauh dan bahkan lebih parahnya, cacian dan makian sering dilontarkan kepadanya. Kemudian, dirinya menyampaikan, bahwa melupakan ataupun menerima perlakukan dari orang lain cukup berat untuknya terima dengan lapang dada.

"Lima tahun proses saya untuk keluar dari paham radikalisme, saya mulai kaji ulang semuanya, awalnya saya mau berjuang dan lurus ke jalan Allah, tapi kok begini, makanya selama lima tahun saya mengkajinya terus.Penyesalan yang ada, saya sudah kerja tamat kuliah, akhirnya ngebom nyari senjata," ujarnya.

Namun kini, setelah bebas dan menghirup udara segar dari balik jeruji dan kemalaman masa lalu. Banyak pelajaran berharga yang selama ini dirinya ambil dari masa lalunya tersebut. Ia sudah berubah dari keterpurukan, kini dirinya membagikan pengalamannya kepada masyarakat.

"Setelah tertangkap saya mulai evaluasi diri dan rekan-rekan juga, apa yang salah pada diri saya. Awalnya saya berpaham kenegaraan kemudian saya keluar masuk dalam paham radikalisme, nah setelah tertangkap saya masuk lagi ke paham kenegaraan yaitu Pancasila," ujarnya.

Yudi yang berhasil meninggalkan masa lalunya itu, sangat bersyukur kepada Tuhan, sambungnya, tetapi semau harus berdasarkan dengan niat. Lebih lanjutnya, bahwa rekan-rekannya juga ada yang sudah hijrah ke jalan yang lebih baik bahkan ada sebagian yang lebih parah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved