Mantan Napi Teroris Ini Sampaikan Penyesalannya, hingga Harus Bangkit dari Puing Reruntuhan

saat ini dirinya tengah fokus membagikan pengalamannya kepada masyarakat.

Penulis: Satia |
TRIBUN MEDAN/SATIA
Mantan napiter Yudi Zulfahri (Kemeja merah) 

"Dan cukup berat itu untuk dilakukan. rekan-rekan saya ada yang ikut untuk keluar dari Radikalisme bahkan ada juga yang lebih keras," ujarnya

Proses yang dilaluinya untuk menjadi orang baik cukup berat, lantaran banyak dari masyarakat lingkungan sekitanya menganggap ia tidak cocok untuk didekati.

"Artinya begini ya, saya dikatakan atau dipandang jelek oleh masyarakat, mantan teroris. Oleh kawan-kawan dan rekan bahkan masyarakat Islam sendiri saya dianggap penghianat," ujarnya.

Tetapi, Yudi selalu sabar menghadapi cobaan yang selama ini diterimanya untuk menuju proses pada jalan benar. Dirinya juga mengaku, bahwa tidak keluar dari paham radikalisme atau teroris, sampai saat ini ia bisa menjadi orang yang dipuja-puja anggotanya.

"Kalau saya tidak mau keluar dari Radikalisme, saya dipuja-puja dan saya juga menjadi Pimpinan. Tetapi ini lah bentuk berubah saya mendampingi polri untuk melakukan disosialisasikan kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme. Saya dikatakan antek-antek teroris, saya penghianat, saya teroris itu," katanya.

Saat ini dirinya tengah fokus berkerjasama dengan pihak Kepolisan Republik Indonesia, dengan cara menyampaikan bahwa paham radikalisme dan intorelansi itu akan berdampak buruk bila masyarakat sampai memahaminya.

"Saya sekarang bukan mau dibilang sebagai bawahan polri juga, tetapi saya mau menyampaikan, bahwa radikalisme itu tidak baik, ini pengalaman nyata saya, agar kaum muda tidak menerima ini.
Sekarang ini saya juga sudah menyambung kuliah S2. Apa yang sudah hilang ini harus bangkit lagi, saya harus bangkit dari reruntuhan," katanya.

Kemudian, ia juga mengatakan, bahwa terorisme itu bukan bersalah dari Islam saja, tidak menutup kemungkinan agama lain ada yang terlibat. Menurutnya, siapa saja bisa terlibat dalam terorisme atau radikalisme, bila masyarakat sudah rusak pikirannya oleh intorelansi.

"Saya tidak bilang Radikalisme itu hanya dari Islam, tetapi memang ada Radikalisme dari Islam, nah ini lah buktinya saya akan mencegah masyarakat ataupun pemuda Islam jangan mudah terpengaruh. Tidak menutup kemungkinan setiap orang dari agama apapun dan dari kaum mantan pun, pasti ada teroris, kalau kita bilang dari Eropa ada Radikalisme tapi agama lain, terus apa kita bilang itu Islam," katany.

"Jadi kenapa saya bicara Islam, karena saya memberikan materi kepada mereka yang beragama Islam semua, kalau ada agama lain dalam satu ruangan, saya akan bicara juga dari agama lain tentang teroris itu, jadi bukan hanya Islam," katanya.

Ia juga berharap dengan pengalaman yang disampaikan ini, ke depannya agar para kaum muda di Indonesia tidak mudah terjebak dalam ajaran kebencian ini.

"Jangan ada seperti saya lagi, sudah dibayai oleh orang tua akhirnya jadi teroris. Niat saya dengan pengalaman saya ini, saya mau berbagi kepada pemuda Islam agar tidak ada lagi kaum muda Islam terjebak dalam intorelansi yang menjadikan radikalisme hingga menjadi teroris," katanya.

(cr19/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved