Bergabung dengan Kelompok Pemberontak Papua, Warga Polandia Divonis 5 Tahun Penjara
Warga negara Polandia Jakub Fabian Skrzypzki, yang terlibat kasus makar di Papua, dinyatakan divonis pidana penjara selama lima tahun.
TRIBUN MEDAN.com - Warga negara Polandia Jakub Fabian Skrzypzki, yang terlibat kasus makar di Papua, dinyatakan divonis pidana penjara selama lima tahun.
Majelis hakim Pengadilan Wamena menyatakan Jakub terbukti secara sah melakukan tindak pidana makar. Putusan itu diketok mejalis hakim pada Kamis (2/5/2019).
Pengacara Jacub, Latifah Anum Siregar mengatakan, kliennya dinyatakan melanggar Pasal 106 KUHP tentang makar.
“Dia dituduh melakukan makar," kata Latifah Anum Siregar, dikutip dari BBC News Indonesia, Kamis (2/5/2019).
Baca: Terukirlah Namamu, Boruku: Duka Mendalam Selimuti Peresmian Monumen KM Sinar Bangun
Baca: Kasus PT ALAM, Musa Rajekshah Indahkan Panggilan Polda Sumut
Menurut Latifah, Jakub Fabian menjadi warga negara asing pertama yang divonis bersalah terkait makar di Indonesia.
Selain Jakub Fabian, pengadilan juga menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada warga Indonesia asal Papua, Simon Magal.
Simon Magal merupakan orang yang menjadi penghubung Jakub Fabian di Papua.
Baca: Karir Militer Habis dan Kalah Pilgub DKI, AHY Pede Pakai Plat B 2024 AHY Ketemu Presiden Jokowi
Baca: Liverpool Berharap Mampu Bangkit Hadapi Barcelona Layaknya di Final Istambul 2004/2005
Vonis lima tahun yang diterima Jakub Fabian tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 10 tahun.
Jakub Fabian sebelumnya didakwa melakukan rencana untuk menggulingkan pemerintah Indonesia. Ia bergabung dengan kelompok pemberontak yang dilarang pemerintah.
Jakub Fabian ditangkap pada Agustus 2018 setelah diduga bertemu dengan sejumlah anggota kelompok pemberontak di Papua.
Kepolisian menuduh Jakub Fabian telah menyebarkan informasi dan strategi mengenai perjuangan memerdekakan diri kepada para pemberontak di Papua.
Ia dan kelompok pemberontak di Papua dituduh juga merencanakan pembelian senjata dari Polandia.
Baca: Bantu Evakuasi 12 Pendaki Gunung Mekongga, Relawan Husnawati Tewas Terseret Arus Sungai

Sementara itu, Jakub Fabian menuliskan surat kepada pers.
Dalam surat untuk media tertanggal 20 Januari 2019 dan dilihat BBC, Jakub Fabian merasa heran karena diseret ke Pengadilan Negeri Wamena.
Padahal, ia ditahan di Jayapura. Jakub Fabian menilai persidangan yang ia jalani bersifat politis.
Baca: Korupsi Rp 500 Juta, Dua Pejabat PKK Dinas Pendidikan Binjai Divonis 1 Tahun 2 Bulan
Baca: Suami Syok Istri Pulang Bawa Dua Anak Lalu Minta Cerai, 7 Tahun Jadi TKI di Luar Negeri
"Saya anggap pemindahan paksa saya ke Wamena karena alasan politik semata.
Mungkin agar saya semakin terisolasi dari tim pengacara saya, atau sebagai peringatan kepada masyarakat lokal dan menyulitkan media serta aktivis menghadiri pengadilan," tulis Skrzypski.
Surat yang diklaim ditulis oleh Jakub Fabian Skrzypski tentang protesnya terkait lokasi sidang.
"Saya menolak keras pengadilan ini dilaksanakan di Wamena, tempat yang tidak ada hubungan langsung dengan kejahatan yang dituduhkan ke saya," tulisnya.
Ia juga mengatakan surat protes itu hanya menyangkut kasusnya dan bukan protes terhadap sistem hukum Indonesia secara keseluruhan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jayawijaya menuntut dua terdakwa atas nama Solak Alitnoe dan Isak Wandik yang jadi tertuduh tindakan makar di Kabupaten Yalimo, dituntut delapan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Solak Alitnoe dan Isak Wandik ditangkap kepolisian akhir Agustus 2018 di Distrik Abenaho, Kabupaten Yalimo usai pelantikan panglima Tentara Revolusi West Papua (TRWP) Kodap XI Yali.
Menurut laporan TabloidJubi.com, Senin (8/4/2019), pada sidang pembacaan tuntutan JPU, Senin (8/4/2019) di Pengadilan Negeri Wamena yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Yajid, SH didampingi hakim anggota Ottow Siagian, SH, MH itu, jaksa penuntut mendakwa keduanya dengan pasal 106 KUHP Jo, pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang makar.
Semua unsur-unsur dalam pasar 106 KUHP dan pasal 55 dalam dakwaan ketiga telah terpenuhi, maka yang didakwakan kepada para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan sehingga kedua terdakwa dituntut delapan tahun penjara,” kata JPU, Febiana Wilma Sorbu dalam tuntutannya.
Usai persidangan, Febiana Sorbu mengatakan, pertimbangan yang diambil pada tuntutan ini karena merupakan kasus makar terhadap keamanan negara, dimana tujuannya untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI.
“Sebenarnya ancaman hukuman di atas 8 tahun, karena dari fakta persidangan selama ini, sikap kedua terdakwa koperatif sehingga menjadi penilaian dalam pemberian tuntutan,” katanya.
Febiana menambahkan, sidang akan dilanjutkan pada Kamis, dengan agenda pembelaan dari penasihat hukum kedua terdakwa.
Sementara untuk Warga Negara Asing asal Polandia yang juga terkait makar, belum dilakukan sidang.
“Alasan penundaan karena kami masih menyempurnakan tuntutan, apalagi dia adalah WNA, jadi harus benar-benar selektif dalam tuntutan,” katanya seperti dikutip dari antaranews.com.
Menanggapi tuntutan JPU itu kuasa hukum terdakwa, Danius Wenda, SH, MH beranggapan jika tuntutan yang diberikan menggunakan pasal alternatif tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh kliennya.
“Mereka tidak melakukan perbuatan makar seperti yang disangkakan, ini hanya bagian dari menyampaikan hasil pendapat umum yaitu melakukan ibadah syukuran."
"Dimana, ibadah syukuran itu dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, jika mengibarkan bendera Bintang Kejora dan lakukan upacara barulah disebut makar,” kata Wenda.
Selain itu, katanya, kliennya sebelum melakukan kegiatan telah menyurati kepolisian dalam hal ini Polres Jayawijaya, sebagai niat baik melakukan pemberitahuan sehingga niat untuk mengibarkan bendera itu tidak ada.
“Barang bukti bendera Bintang Kejora itu tidak dikibarkan, aparat ambil dari dalam koper, sedangkan baju loreng yang dijadikan barang bukti juga diminta kepada masyarakat untuk melepas saat dilakukan pengerebekan, sehingga kami memandang kasus ini bukan perkara makar dan tidak bisa dikenakan pasal makar,” katanya.
Didapati juga dua buah stempel bertuliskan 'West Papua Revolutionary Army Kordap XI Yaly' berwarna merah dan biru, serta dua buah telepon genggam, satu buah noken, dan sebuah dompet.
Menurut kepolisian setempat, rencananya latihan perang lanjutan Kordap XI Yalimo akan dilanjutkan di Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang.tihan militer selama satu pekan. (*)
Artikel ini telah tayang di BBC dengan judul “Kasus makar di Papua, warga Polandia divonis penjara, warga negara asing 'pertama yang divonis' terkait makar”
