UPDATE Pembunuh Bayaran, Anak AF: Ibu Gadai Senjata Rp 25 Juta! Sebut HK alias Iwan Mantan Kopassus

Anak Asmaizulfi alias Fifi (AF), tersangka dalam kasus pembunuh bayaran, angkat bicara soal kasus yang menghebohkan publik tersebut.

Editor: Juang Naibaho
Kompastv
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan foto tersangka AF dalam konferensi pers kasus kepemilikan senjata yang akan digunakan dalam aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei dan rencana pembunuhan. Konferensi pers berlangsung di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019). 

TRIBUN MEDAN.com - Anak Asmaizulfi alias Fifi (AF), tersangka dalam kasus pembunuh bayaran, angkat bicara soal kasus yang menghebohkan publik tersebut.

Bayu Putra Harfianto (28), anak pertama AF, membantah bahwa ibunya terlibat rencana pembunuhan empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.

Ia pun menampik kabar bahwa ibunya menjual senjata api Revolver Taurus kaliber 8 kepada HK alias Iwan, pemimpin kelompok bayaran.

Menurut Bayu, awalnya senjata itu adalah pemberian rekan ayahnya yang cukup lama disimpan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur, di mana ayahnya berkantor sebagai ketua yayasan yang memiliki gedung dan juga sempat menjabat Sekjen Depsos.

Baca: Tim Pembunuh Bayaran; Desertir TNI AD, Eks Prajurit Marinir, hingga Istri Mayjen (Purn) TNI

Baca: KEJUTAN Tersangka Kasus Makar Eggi Sudjana, Cabut Gugatan Praperadilan Tanpa Alasan Rinci

"Lalu senjata itu menjadi jaminan utang ibu Rp 25 juta ke Iwan, atau digadai. Karena ibu butuh uang untuk mempertahankan Gedung Cawang Kencana yang sedang sengketa dengan Kemensos," kata Bayu saat ditemui Warta Kota di rumahnya di Komplek Zeni AD, Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).

AF adalah satu di antara enam tersangka pembunuh bayaran dan penjual senpi, yang mengincar empat pejabat negara dan seorang pimpinan lembaga survei. Ia merupakan istri Mayjen (Purn) Moerwanto.

AF juga merupakan Ketua Gempur (Gerakan Emak-emak Peduli Rakyat), organisasi sayap pendukung Prabowo-Sandi.

Bayu menceritakan saat ayahnya divonis korupsi kasus Gedung Cawang Kencana di Jakarta Timur dan mendekam di LP Sukamiskin sejak 2017, keadaan ekonomi keluarganya menjadi cukup sulit.

"Sementara ibu butuh uang untuk mempertahankan Gedung Cawang Kencana yang sedang sengketa dengan Kemensos," kata Bayu.

Sebab, kata Bayu, menurut ibunya gedung itu adalah milik yayasan yang dikelola ayahnya. Sementara Kemensos mengklaim milik negara karena dibangun saat ayahnya menjabat Sekjen di Kemensos.

Baca: Viral Soal Atta Halilintar Masuk Ujian SD, Kadis Pendidikan Nilai Tidak Relevan

"Karena butuh uang, ibu saya cari pinjaman. Lalu ada namanya Pak Andi. Pak Andi ini teman ibu-ibu di gerakan Gempur yang dipimpin ibu saya. Pak Andi lalu mengenalkan ibu saya ke Pak Iwan yang katanya bisa meminjamkan uang Rp 25 juta," kata Bayu.

Belakangan terungkap, Iwan adalah HK, sang pemimpin kelompok pembunuh bayaran yang mengincar nyawa empat pejabat negara dan seorang pimpinan lembaga survei.

Setelah berkenalan dengan Iwan yang bersedia meminjamkan uang Rp 25 juta ke ibunya, kata Bayu, Iwan sempat bertanya ke Andi soal jaminan untuk uang pinjaman itu.

"Karena Pak Andi adalah teman ibu, Pak Andi sempat bilang kalau jaminannya badan dia," kata Bayu.

Namun kemudian, tambah Bayu, Iwan menawarkan dan meminta senjata suami AF sebagai jaminannya.

"Iwan ini kan mantan Kopassus. Dia tahu bapak purnawirawan dan akhirnya bilang ke Andi agar senjata itu sebagai jaminan utang ibu," kata Bayu dikutip dari wartakotalive.com, Rabu.

"Akhirnya sepakatlah mereka senjata itu yang digadaikan sebesar Rp 25 juta," kata Bayu.

Baca: Tiket Pesawat Mahal, Jumlah Penumpang Lebaran Menurun Hampir 20 Persen Dibandingkan Tahun 2018

Ibunya kata Bayu akhirnya menyerahkan senjata yang disimpan di Gedung Cawang Kencana ke Iwan. "Menurut ibu saya, diserahkannya ke Iwan antara 2017 atau 2018," kata Bayu.

Senjata itu, kata Bayu, adalah pemberian rekan ayahnya yang selama ini disimpan di Gedung Cawang Kencana.

Sementara ayahnya sudah bebas menjalani hukuman karena tuduhan korupsi dari LP Sukamiskin 2018 lalu.

"Intinya ibu saya gak tahu senjata itu mau digunakan untuk apa oleh Iwan. Ibu saya tahunya hanya pinjam uang dan senjata itu jadi jaminannya," kata Bayu.

Baca: Dahnil Anzar Simanjuntak akan Kembali Dipanggil sebagai Saksi Kasus Dugaan Makar di Sumut

Sementara itu, Mabes Polri dibantu Mabes TNI terus mendalami keterangan terkait kelompok pembunuh bayaran tersebut.

Pendalaman terhadap kelompok ini bukan tanpa alasan. Selain target pembunuhan adalah pejabat-pejabat yang berlatar belakang jenderal, para pelaku di tim pembunuh bayaran ini juga bukan orang sembarangan. Menurut kepolisian, tersangka pembunuh bayaran ini merupakan orang-orang profesional.

Adapun keempat pejabat yang diincar tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere, yang juga perintis pembentukan Densus 88 Antiteror Polri.

Sementara di tim pembunuh bayaran, setidaknya tiga dari enam tersangka sudah teridentifikasi latar belakangnya.

Pertama adalah IR atau Irfansyah (45). Ia merupakan perantau asal Medan, Sumatera Utara, yang beberapa tahun belakangan bermukim di Jakarta.

Di kelompok pembunuh bayaran yang memanfaatkan momentum aksi demonstrasi 21-22 Mei, IR berperan sebagai eksekutor.

IR adalah desertir TNI Angkatan Darat (AD) sekitar lima tahun silam. Ia tercatat menjadi prajurit Kartika Eka Paksi di wilayah Sumut. Namun, sejauh ini belum diketahui kesatuan IR di lingkungan militer Sumut.

Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan foto tersangka HK dalam konferensi pers kasus kepemilikan senjata yang akan digunakan dalam aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei dan rencana pembunuhan. Konferensi pers berlangsung di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019). ((Tangkapan layar Kompas TV)
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan foto tersangka HK dalam konferensi pers kasus kepemilikan senjata yang akan digunakan dalam aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei dan rencana pembunuhan. Konferensi pers berlangsung di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019). ((Tangkapan layar Kompas TV) ((Tangkapan layar Kompas TV))

Menurut kepolisian, Irfansyah berperan sebagai eksekutor dan telah menerima bayaran sebesar Rp 5 juta dari HK, pemimpin kelompok pembunuh bayaran. "(IR) diperintahkan untuk mengeksekusi dan tersangka IR sudah mendapat uang sebesar Rp 5 juta," terang Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal dalam jumpa pers, Senin (27/5/2918).

Menurut kepolisian, para pembunuh bayaran ini sudah menyiapkan senjata api yang berbeda. Total senjata api yang disita sebanyak empat pucuk, yang dibeli dari dua tersangka lainnya, AF dan AD.

Adapun IR diplot memegang senpi rakitan laras panjang kaliber 22. Iqbal mengatakan, senpi tersebut cukup mematikan. Diduga akan digunakan eksekutor IR dari jarak jauh lantaran dilengkapi teleskop. "Ini ada teleskopnya, diduga kuat memang ingin menghabisi dari jarak jauh. Walaupun rakitan ini efeknya luar biasa," kata Iqbal.

IR ditangkap di pos penjaga Kompleks Peruri di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada 21 Mei 2019 pukul 20.00 WIB.

Sementara tersangka TJ atau Tajudin, juga memiliki rekam jejak hampir serupa dari IR. Bahkan, TJ diketahui mantan prajurit satuan elite TNI Angkatan Laut (AL), yakni Korps Marinir.

Di tim pembunuh bayaran tersebut, TJ berperan sebagai eksekutor. Bekas prajurit “Hantu Laut’ tersebut, dibekali senpi rakitan laras pendek kaliber 22.

Dalam “operasi” pembunuhan yang menargetkan empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei, tersangka TJ ditugaskan membunuh dua orang tokoh nasional. Atas jasa sewanya, TJ menerima uang Rp 55 juta.

TJ ditangkap di Sentul, Bogor. Dari tangan TJ, petugas kepolisian menyita sepucuk senjata api rakitan laras panjang kaliber 22 seharga Rp 15 juta, dan senpi laras pendek Col 22 seharga Rp 6 juta.

TJ diketahui berasal dari Cibinong, Bogor, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Jalan MH Asyari, RT 05/01, Kelurahan Cibinong, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Ketua RT di lingkungan asal TJ, Sulaeman, mengatakan bahwa TJ merupakan mantan marinir. Namun, sejak TJ menjadi prajurit di kesatuan“Hantu Laut” tersebut, Sulaeman jarang bertemu TJ.

Ia mengaku tidak mengetahui ke mana TJ pindah. Namun, berdasarkan administrasi kependudukan, kata Sulaeman, masih terdata sebagai penduduk di wilayahnya. Sebab, TJ tidak mengajukan surat pindah.

"Saya gak tahu pekerjaannya. Anaknya saya juga gak tahu. Setahu saya dia jadi anggota Angkatan Laut kan," kata Sulaeman, Selasa (28/5/2019).

Tersangka lainnya adalah AF (Asmaizulfi alias Fifi) yang disebut-sebut penjual senjata api ke kelompok pembunuh bayaran tersebut.

Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menyebut AF berperan sebagai penyuplai atau penjual senjata revolver Taurus kaliber 38 beserta amunisi kepada kelompok pembunuh bayaran.

Senpi dan amunisi yang dijual AF seharga Rp 50 juta kepada HK, pemimpin kelompok pembunuh bayaran, yang juga merekrut para eksekutor. Senpi itu sempat dibawa HK saat membuat kerusuhan pada malam aksi demo 21 Mei.

Tercatat, AF beralamat di Kelurahan Rajawali, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Ia ditangkap pada Jumat, 24 Mei 2019 di Bank BRI Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.

Adapun tiga tersangka lainnya, yakni HK, AZ, dan AD.

HK merupakan pemimpin kelompok pembunuh bayaran ini. Ia menerima perintah dari seseorang, menerima uang Rp 150 juta, membeli senjata, dan merekrut eksekutor untuk "operasi" pembunuhan 4 pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.

AD berperan sama seperti AF, yakni sebagai penjual senjata. AD menjual tiga pucuk senjata kepada HK senilai Rp 26,5 juta.

Sedangkan AZ berperan sebagai eksekutor, seperti halnya Irfansyah (IR) dan Tajudin (TJ).

Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018. Saat itu, HK mendapatkan perintah dari seseorang untuk membeli senjata.

"HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata. Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya. Sedang didalami," kata Iqbal.

Setelah itu, pada 13 Oktober HK menjalankan perintah dan membeli senjata. Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada rekannya, AZ, TJ, dan IR.

Pada 14 Maret, HK mendapat transfer Rp 150 juta. Sebanyak Rp 25 juta ia bagikan kepada TJ. "TJ diminta membunuh dua tokoh nasional. Saya tak sebutkan di depan publik. Kami TNI Polri sudah paham siapa tokoh nasional tersebut," kata Iqbal.

Lalu, pada 12 April, HK kembali mendapat perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya. "Jadi, ada empat target kelompok ini menghabisi nyawa tokoh nasional," ujarnya.

Pada bulan yang sama, April, HK juga mendapat perintah untuk membunuh seorang pemimpin lembaga survei. "Terdapat perintah lain melalui tersangka AZ untuk bunuh satu pemimpin lembaga survei. Dan tersangka tersebut sudah beberapa kali menyurvei rumah tokoh tersebut," ujar Iqbal.

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengungkapkan memastikan empat pejabat negara yang jadi target pembunuhan HK adalah hasil pemeriksaan tersangka, bukan sekadar informasi intelijen.

"Ini dari hasil pemeriksaan tersangka. Jadi bukan informasi intelijen. Kalau informasi intelijen tidak perlu pro justicia," kata Kapolri.(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul VIDEO: Anak AF Sebut Senjata Ibunya Hanya Digadai, Bukan Dipasok untuk Membunuh Pejabat Negara

Sumber: Warta kota
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved