Dugaan Dokter Cacar Monyet, Hampir Semua Bocah di Desa Cianjur Kena Wabah Virus Kulit
Wabah virus cacar monyet diduga menjangkiti sebagian besar bocah di Desa Negalsari, Kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan, Jawa Barat.
TRIBUN MEDAN.com - Wabah virus cacar monyet diduga menjangkiti sebagian besar bocah di Desa Negalsari, Kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan, Jawa Barat.
Dugaan itu mencuat berdasarkan laporan seorang warga DKI Jakarta Marcel Hartawan yang telah dikonsultasikan dengan dokter lewat video aplikasi Yesdok.
Marcel mengaku menemukan wabah tersebut saat ia berkunjung ke kampung halaman Asisten Rumah Tangganya pada Minggu (2/6/2019).
Ia menemukan hampir seluruh anak-anak di desa tersebut menderita sakit kulit parah.
“Bentuknya seperti melepuh di tangan dan di sekujur tubuh dari muka hingga telapak kaki,” ungkap Marcell dalam keterangannya yang diterima wartakotalive Senin (3/6/2019).
Baca: ASAL Nama Kristiani (Ani) Herrawati yang Bikin Banyak Salah Sangka & Sosok Lengkap Ani Yudhoyono!
Baca: Inalum Miliki Bendungan Ikonik yang Menjadi Sumber Penggerak Turbin PLTA, Ini Penampakannya
Baca: Andi Habisi Nyawa Bapak dan Anak, Rp 10 Juta Dibakar dan hanya Rp 5 Juta Dipakai, Ini Alasannya
Kejadian ini mulai dirasakan warga sejak awal bulan Mei lalu. Namun, sampai saat ini warga setempat tidak mengetahui wabah yang tengah menimpa desa mereka.
Warga desa, kata Marcel, sudah menanyakan hal tersebut kepada bidan desa. Namun, bidan desa juga tidak mengetahui penyebab dari wabah tersebut.
“Hanya diberi salep kulit sekedarnya. Warga hanya bisa memberi ramuan jamu untuk mengobatinya,” jelas Marcel.
Marcel menduga penyakit kulit yang tengah diderita warga Desa Negalsari ialah virus cacar monyet yang tengah mewabah belakangan ini.
Terlebih ia mendapatkan info dari warga jika ada warga yang menjadi TKI di Singapura dan Hongkong. Warga yang menjadi TKI tersebut bertepatan pulang pada awal bulan Mei lalu.
Baca: Siswa SMA Tewas demi Bela Ibunya yang Diduga Hendak Dirampok, Sang Perampok Akhirnya Turut Tewas
Baca: Ifan Seventeen Digerebek Bersama Wanita Bukan Muhrimnya, Padahal Kerap Unggah Aktivitas Berhijrah
Marcel kemudian berinisiatif konsultasi dengan dokter lewat aplikasi Yesdok.
“Segera saya hubungi dokter melalui aplikasi Yesdok dan diterima oleh Dokter Janto Gumulia,” kata Marcel.
Lewat video tersebut, jelas Marcel, dokter Janto menduga jika itu memang penyakit Cacar Monyet atau Mongkey Pox yang tengah mewabah belakangan ini.
Dokter Janto menyarankan penanganan pertama untuk penyakit ini dengan memberi salep antibiotik.
Marcel menjelaskan, Desa Nagalsari memang jauh dari puskesmas dan apotek. Butuh waktu 2 jam untuk sampai ke puskesmas terdekat.
“Hingga saat ini belum ada yang mengetahui bahwa di Desa Neglasari sedang dilanda wabah diduga Cacar Monyet,” jelasnya.
Marcel pun berharap ada tindak lanjut dari Dinas Kesehatan Cianjur untuk mengatasi wabah tersebut. “Wabah ini dikawatirkan bisa menyebar hingga ke seluruh Jawa Barat,” tandasnya.
Wartakotalive (Grup Tribun Network) sudah meminta keterangan dari pihak Kementerian Kesehatan.
Namun, baik pesan dan telepon belum mendapatkan balasan dari pihak Kementerian Kesehatan.
Baca: UEFA Rilis 20 Pemain Terbaik di Panggung Prestisius Liga Champions 2019, Liverpool Pasok 6 Pemain
Diketahui, virus cacar monyet mencuat belakangan ini setelah ditemukan terjadi di Singapura.
Cacar monyet adalah penyakit zoonosis virus langka yang terjadi terutama di bagian terpencil Afrika tengah dan barat.
Menurut Kemenkes, masa inkubasi atau interval dari infeksi sampai timbulnya gejala cacar monyet biasanya 6-16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5-21 hari. Gejala yang timbul berupa demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot, dan lemas.
Ruam pada kulit muncul pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Ruam ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai ruam tersebut menghilang.
Penyakit ini ditularkan dari hewan ke manusia. Bisa ditularkan melalui kontak dengan darah, cairan tubuh, atau lesi kulit atau mukosa hewan yang terinfeksi.
Baca: MAKNA SBY Megawati Berjabat Tangan, Politisi PDI-P: Bantah Isu Dendam Politik & Sakit Hati pada SBY
Infeksi pada manusia telah didokumentasikan melalui penanganan monyet yang terinfeksi, tikus dan tupai, dengan hewan pengerat yang kemungkinan besar merupakan reservoir virus.
Inang utama dari virus cacar monyet adalah tikus Gambia
Masyarakat tidak perlu panik dengan pemberitaan mengenai adanya penyakit Monkeypox yang kemungkinan dapat masuk ke Indonesia.
Meski demikian, masyarakat diimbau untuk senantiasa waspada dan menjaga kebersihan.
''Sampai saat ini belum ditemukan kasus Monkeypox di Indonesia,'' jelas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Anung Sugihantono, MKes.
Penularan pada manusia, menurut Anung, terjadi karena kontak dengan monyet, tikus gambia dan tupai, atau mengonsumsi daging binatang yang sudah terkontaminasi.
Inang utama dari virus ini adalah rodent (tikus). Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.
Baca: Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI Ungkap Senjata Api Eks Danjen Kopassus Soenarko
Wilayah terjangkit Monkeypox secara global yaitu Afrika Tengah dan Barat (Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Ivory Coast, Liberia, Sierra Leone, Gabon and Sudan Selatan).
Pencegahan
Anung menyatakan, virus monkeypox dapat dicegah. Untuk itu ia mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan sabun.
Menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata dan membatasi pajanan langsung dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik.
Menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi.
Baca: Alasan Jusuf Kalla tak Hadiri Pemakaman Ani Yudhoyono
Menghindari kontak dengan hewan liar atau mengkonsumsi daging yang diburu dari hewan liar (bush meat).
Anung berpesan kepada pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit Monkeypox agar segera memeriksakan dirinya jika mengalami gejala-gejala demam tinggi yang mendadak, pembesaran kelenjar getah bening dan ruam kulit, dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan, serta menginformasikan kepada petugas kesehatan tentang riwayat perjalanannya.
Kepada petugas kesehatan, Dirjen Anung mengingatkan agar menggunakan alat pelindung, minimal sarung tangan dan masker saat menangani pasien atau binatang yang sakit.
Monkeypox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung selama 14 21 hari.
Kasus yang parah lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien dan tingkat keparahan komplikasi.
Kasus kematian bervariasi tetapi kurang dari 10% kasus yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Secara umum, kelompok usia yang lebih muda tampaknya lebih rentan terhadap penyakit Monkeypox.
Dirjen Anung menegaskan Monkeypox hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada pengobatan khusus atau vaksinasi yang tersedia untuk infeksi virus Monkeypox. Pengobatan simptomatik dan suportif dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul, tambahnya.

Kejadian Luar Biasa
Monkeypox pernah menjadi KLB di beberapa wilayah. Tahun 1970 terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada manusia pertama kali di Republik Demokratik Kongo.
Tahun 2003 dilaporkan kasus di Amerika Serikat, akibat riwayat kontak manusia dengan binatang peliharaan prairie dog yang terinfeksi oleh tikus Afrika yang masuk ke Amerika. Tahun 2017 terjadi kejadian luar biasa di Nigeria.
''Bulan Mei 2019 dilaporkan seorang warga negara Nigeria menderita Monkeypox, saat mengikuti lokakarya di Singapura. Saat ini pasien dan 23 orang yang kontak dekat dengannya diisolasi untuk mencegah penularan lebih lanjut,'' jelas Anung.(*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul BARU, Anak-anak Desa di Cianjur Terkena Wabah Kulit Diduga Cacar Monyet