Tersangka Hoaks Mustofa Akhirnya Bisa Lebaran di Luar Penjara, Penangguhan Penahanan Dikabulkan
Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustofa Nahrawardaya, akhirnya bisa menghirup udara segar.
TRIBUN MEDAN.com - Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustofa Nahrawardaya, akhirnya bisa menghirup udara segar.
Penyidik Bareskrim Polri mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka ujaran kebencian berdasarkan SARA dan menyebarkan hoaks melalui media sosial tersebut, Senin (3/6/2019).
Mustofa bersyukur permohonan penangguhan penahanan dikabulkan oleh kepolisian.
"Akhirnya kami hari ini ditangguhkan penahanannya. Ya kami sangat bersyukur, nanti di pengadilan kita akan uji di sana, yang jelas kami sudah sampaikan semua ke penyidik. Nanti kita akan sampaikan semua di sana," ungkap Mustofa di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin.
Baca: Aparat Sebut Sudah Kantongi Mapping dan Dalang Rusuh 22 Mei, Begini Respons Presiden Jokowi
Baca: Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI Ungkap Senjata Api Eks Danjen Kopassus Soenarko
Setelah keluar, Mustofa mengaku akan memeriksakan kesehatannya. Ia juga telah memiliki beberapa kegiatan yang harus dilakukan.
Terkait persyaratan pasca-keluar dari tahanan, Mustofa mengaku tidak ada ketentuan khusus dari pihak Kepolisian.
"Pokoknya nggak boleh melakukan pidana. Kita menghormati aturan itu," tutur Mustofa.
Pengacara Mustofa, Djudju Purwantoro, menuturkan, Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersedia menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan untuk Mustofa.
"Kita baru mau ajukan hari ini, melalui Pak Dasco, anggota Dewan, kita lagi kawal, lagi nunggu saya juga," kata Djudju.
Baca: Menteri Luhut Berkisah, Sederhananya Peti Jenazah Ibu Negara Ani Yudhoyono. .
Baca: Prabowo Dijadwalkan Melayat ke Cikeas Sore Ini, Sekjen Demokrat Sebut Capres 02 Sulit Dihubungi
Djudju mengatakan, Mustofa berjanji tidak akan melarikan diri dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Menurut dia, penangguhan yang diajukan pada hari ini, merupakan yang kedua.
Sebelumnya, penangguhan itu telah diajukan dengan jaminan sang istri.
"Sudah, 3-4 hari lalu atas nama berbeda, kalau kemarin itu jaminan istrinya, sekarang ini jaminan anggota Dewan," ungkapnya.
Djudju mengatakan bahwa kasus yang menjerat kliennya diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat luas.
Selanjutnya, Djudju menuturkan pihaknya tinggal menunggu proses hukum berikutnya.
Baca: Penumpang Pesawat Sepi, Pengusaha Oleh-Oleh di Kualanamu Kurangi Produksi agar Tak Semakin Merugi
Baca: ASAL Nama Kristiani (Ani) Herrawati yang Bikin Banyak Salah Sangka & Sosok Lengkap Ani Yudhoyono!
"Tentu dalam hal ini apa-apa yang beliau ungkapkan itu semuanya demi pembelajaran pada masyarakat, yang bermaanfat lagi ke depan," kata Djudju saat mendampingi Mustofa.
Mustofa ditangkap karena twit soal video viral sekelompok anggota Brimob mengeroyok warga di depan Masjid Al Huda, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
"Innalillahi-wainnailaihi-raajiuun. Sy dikabari, anak bernama Harun (15) warga Duri Kepa, Kebon Jeruk Jakarta Barat Syahid hari ini. Semoga Almarhum ditempatkan di tempat yg terbaik disisi Allah SWT, Amiiiin YRA," begitu isi cuitan Mustofa di lini masa Twitter.
Menurut keterangan polisi, twit Mustofa tidak sesuai fakta. Dalam cuitannya, Mustofa mengatakan bahwa korban yang dipukuli bernama Harun (15).
Ia menyebutkan bahwa Harun tewas dipukuli. Namun, informasi mengenai korban berbeda dengan keterangan polisi.
Menurut polisi, pria yang dipukuli dalam video itu adalah Andri Bibir. Polisi menangkap Andri karena diduga terlibat sebagai salah satu perusuh dan provokator dalam aksi di depan Bawaslu.
Baca: Andi Habisi Nyawa Bapak dan Anak, Rp 10 Juta Dibakar dan hanya Rp 5 Juta Dipakai, Ini Alasannya
Baca: Siswa SMA Tewas demi Bela Ibunya yang Diduga Hendak Dirampok, Sang Perampok Akhirnya Turut Tewas
Dalam surat penangkapan bernomor SP.Kap/61/V/ 2019/Dittipidsiber, Mustofa dijerat Pasal 45A Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Adapun Harun Rasyid (15) ditemukan tewas di Jembatan Slipi, Jakarta Barat, saat aksi 22 Mei 2019 yang berujung rusuh. Hasil autopsi terhadap Harun telah keluar.
Kepala Rumah Sakit Polri Kramat Jati Brigjen Pol dr Musyafak mengatakan, Harun tewas akibat luka tembak.
"Sudah, hasil autopsinya luka tembak. Luka tembak dari lengan kiri atas, ya dari lengan kiri menembus ke dada," kata Musyafak dikutip dari, Kamis (30/5/2019).
Musyafak tidak bisa memastikan apakah peluru yang melukai tubuh Harun adalah peluru karet atau peluru tajam.
Menurut dia, hal itu merupakan wewenang Puslabfor Polri.
Ia menyebutkan, RS Polri masih menunggu permintaan hasil autopsi dari penyidik guna kepentingan investigasi penyebab kematian Harun.
"Kami bukan menyerahkan. Selama belum ada permintaan ya, kita kan enggak tahu, menunggu penyidik," ujar Musyafak.
Baca: Bandara Sepi, Dua Hari Mengantri Sopir Taxi Bandara Kualanamu Cuma Dapat Satu Penumpang
Kasus kematian Harun saat aksi kerusuhan 22 Mei 2019, belakangan menjadi sorotan. Orangtua Harun, Didin Wahyudin membuat laporan ke Komnas HAM terkait kematian anaknya.
Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengungkapkan Didin Wahyudin beserta keluarga merasa ditekan oleh kepolisian terkait kematian Harun.
"Mereka katanya mendapatkan tekanan-tekanan dari pihak kepolisian itu yang saya coba cek. Saya sudah ketemu sama Pak Irwasum dan Kadivhum (Mabes Polri) bahwa ini harus segera diatasi. Untuk sementara kita enggak bisa berkata iya apa enggak, mungkin miss komunikasi," kata Taufan, Rabu (29/5/2019).(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penangguhan Penahanan Dikabulkan, Mustofa Nahrawardaya Hirup Udara Bebas"