Sihar Sitorus Center Minta Edy Rahmayadi Tak Buat Wacana yang Menimbulkan Keresahan di Masyarakat
Mengingatkan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, supaya bijak dalam melemparkan wacana maupun kebijakan ke publik.
TRIBUN-MEDAN.com - Ketua Umum Sihar Sitorus Center (SSC), Charles Panjaitan, mengingatkan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, supaya bijak dalam melemparkan wacana maupun kebijakan ke publik.
Agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya masyarakat di Kawasan Danau Toba.
“Kami mengingatkan bapak Edy, Gubernur Sumut, supaya membuat kebijakan itu jangan menabrak aturan dan peraturan, yang berdampak menimbulkan keresahan di masyarakat yang berpotensi terjadinya perpecahan,” kata Charles Panjaitan, Selasa 3 September 2019..
Adalah kebijakan yang dilempar Edy ke publik yang menuai polemik dan keresahan terkait penataan hewan berkaki empat agar tidak sembarang dipotong di tempat umum di Kawasan Danau Toba dan pengembangan wisata halal, seperti mendirikan masjid di Kawasan Danau Toba.
Alasan Edy membuat kebijakan itu karena sekitar 45 persen wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Danau Toba berasal dari negara muslim, seperti Brunai Darussalam, Malaysia.
Dikatakan Charles, bahwa menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan, khususnya pasal 2 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.

Oleh karena itu tidak boleh ada peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Gubernur, Perda Propinsi, Peraturan Bupati, Perda Kabupaten serta Peraturan Desa yang menggunakan nomenklatur hukum agama tertentu, seperti istilah Halal-Haram.
Bahkan terkait UUD NRI Tahun 1945 pasal 28i (3) mengenai “hak asasi, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional setempat.”
Yang dalam hal ini didaerah Kawasan Danau Toba sudah menjadi adat turun temurun dikenal adanya istilah Parsubang.
Parsubang tradisi masyarakat Batak (Kristen) ini baik dalam pernikahan, dan kematian, merupakan bentuk interaksi sosial masyarakat dan memberikan kontribusi mencegah perpecahan masyarakat.
Selain itu, kebijakan Edy soal halal-haram juga menabrak UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Dalam UU Nomor 10 tersebut, dengan tegas menyebutkan bahwa pengelolaan kepariwisataan sudah ada ketentuannya. Dalam BAB III Pasal 5 UU No.10 berbunyi :
“Bahwa Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, Keragaman Budaya, dan Kearifan Local. Dan lebih tegas lagi, dalam Bab V tentang Kawasan Strategis, Pasal 12 ayat 3 menyatakan bahwa Kawasan Strategis Pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat”.
“ Jadi, kalau kebijakan halal haram dipaksakan halal haram di masyarakat Batak (Kristen) pasti menimbulkan perpecahan di masyarakat. Karena merusak adat istiadat yang berlaku turun temurun ratusan tahun. Dan sampai kini adat istiadat tersebut masih dilaksanakan,” kata Charles.
Di Bali, saat Sandiana Uno kampanye Pilpres 2019, sempat mengatakan akan mengembangkan wisata halal di Bali apabila terpilih. Ide itu langsung ditolak Gubernur Bali, I Wayan Koster.