AKHIRNYA 3 Keinginan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap dari Yasonna Laoly hingga Kontroversi Ketua KPK
AKHIRNYA 3 Keinginan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap dari Yasonna Laoly hingga Kontroversi Ketua KPK
AKHIRNYA 3 Keinginan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap dari Yasonna Laoly hingga Kontroversi Ketua KPK
TRIBUN-MEDAN.COM - AKHIRNYA 3 Keinginan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap dari Yasonna Laoly hingga Kontroversi Ketua KPK.
//
Pemerintah dan DPR menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Baca: KETUA KPK BARU -TERKUAK Kekayaan Irjen Firli Bahuri, Sosok Kontroversi hingga Dipilih DPR Pimpin KPK
Kesepakatan itu disampaikan dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) dengan perwakilan Presiden Joko Widodo, yaitu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.
Baca: TERUNGKAP Daftar Penyakit BJ Habibie Sebelum Meninggal, 2018 Alami Kebocoran Klep Jantung
"Kami tegaskan kembali bahwa pada prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul DPR atas rancangan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dalam rapat-rapat berikutnya," kata Yasonna.
Namun, ada tiga keinginan Presiden Jokowi dalam rancangan revisi UU KPK tersebut.
Pertama, pengangkatan ketua dan anggota dewan pengawas harus menjadi kewenangan presiden. Alasannya, agar dapat meminimalisir waktu dalam proses pengangkatan dan terciptanya proses transparansi dan akuntabilitas.
"Mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya," ujar dia.
Baca: KETUA KPK BARU -TERKUAK Kekayaan Irjen Firli Bahuri, Sosok Kontroversi hingga Dipilih DPR Pimpin KPK
Kedua, pegawai KPK semestinya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut Yasonna, pemerintah membutuhkan waktu dua tahun untuk mengalihkan pegawai KPK menjadi ASN.
"Dalam RUU ini, pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama 2 tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara," tutur Yasonna.
"Dengan tetap memperhatikan standar kopetensi mereka, yakni harus telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sambungnya.
Baca: WHATSAPP TERKINI: Fitur Baru Sidik Jari WA, Simpan Rahasia di Whatsapp (WA),Cara Mengatur & Aktifkan
Ketiga, KPK harus sebagai lembaga negara. Hal ini sebenarnya sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam aturan itu, dikatakan KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen. Lembaga state auxiliary agency ini disebut sebagai lembaga eksekutif independen.
KPK disebut eksekutif karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.