Wawancara Khusus
Eric Thohir: Banyak Tokoh yang Lebih Cocok Jadi Menpora
Benar kah ia sudah ditawarkan Presiden Jokowi untuk memilih menjadi Menteri BUMN atau Menpora?
TRIBUN-MEDAN.com-Setelah sukses memimpin Panitia Nasional Penyelenggaraan Asian Games 2018 Indonesia (INASGOC) di Jakarta dan Palembang, pebisnis Erick Thohir kembali mencetak sejarah dalam membantu kemenangan pasangan Capres-Cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.
SEJAK didapuk menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf pada Juli 2018, Erick memimpin tim peramu strategi untuk membantu pemenangan sang capres petahana. Alhasil, pasangan Jokowi-Ma'ruf, yang diusung PDIP, Golkar, PKB, NasDem, Hanura, PSI, PKPI, PPP, dan PBB, mampu memenangkan Pilpres 2019 dengan perolehan 85.607.362 atau 55,50 persen suara sah sebagaimana penetapan KPU pada 21 Mei 2019.
Sementara, sang rival, pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiga Uno memperoleh 68.650.239 atau 44,50 persen suara sah.
Masa tugas Erick memimpin TKN Jokowi-Ma'ruf berakhir setelah tim itu dibubarkan pada 26 Juli 2019. Namun, dengan faktor kontribusi dalam pemenangan, pengalaman bisnis di bidang olahraga serta jejaring bisnisnya, nama Erick masuk dalam calon Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
Lalu, ke mana langkah sang konduktor pemenangan Jokowi-Ma'ruf menapaki karier selanjutnya?
Tribun berkesempatan mewawancarai Erick Thohir di The Westin Jakarta, Senin (30/9).
Erick mengatakan, kembali ke dunia bisnis dan olahraga selepas pembubaran TKN Jokowi-Ma'ruf.
Ia mengaku lebih nyaman dengan dua bisnis yang telah digelutinya sejak lama itu. Ia tak berharap menjadi menpora. Apalagi, selain harus berpengalaman sesuai bidang tugasnya, menteri tersebut juga harus terhindar dari konflik kepentingan atau conflict of interest.
Selain soal kabar tawaran menjadi menteri, Erick selaku bagian dari TKN dan pebisnis juga memberi jawaban tentang pemindahan ibu kota negara RI dari Jakarta keluar Pulau Jawa yang pernah ia sampaikan kepada Presiden Jokowi.
Berikut petikan wawancara reporter Tribun, Dennis Destryawan, dengan Erick.
Awalnya, apa yang membuat Anda diajak bergabung dan bersedia bergabung ke TKN Jokowi-Ma'ruf?
Nomor satu, banyak pihak dan Beliau (Jokowi) sendiri melihat saya sebagai kandidat yang objektif. Saya tidak punya track record politik, saya bukan orang partai, saya tidak memihak siapa-siapa, tapi saya kenal semua. Saya kenal Sandi (Sandiaga Uno), saya kenal Pak Jokowi, saya kenal semua. Karena memang selama ini tidak terjebak di domain politik.
Tentu diharapkan dengan saya di situ, saya bisa me-manage kampanye secara profesional. Dan kebetulan alhamdulillah, memang Pak Jokowi kandidat yang masih sangat kuat.
Kemenangan 11 persen dalam demokrasi seperti hari ini, (biasanya) hanya rata-rata orang lima persen. Tapi, ini tinggi, berarti memang orangnya bagus.
Kesuksesan kemarin itu, bukan hanya jerih payah saya pribadi, tapi tentu semua bergerak. Ada namanya relawan, tokoh daerah, tokoh nasional, makanya kemenangannya double.
Apakah di dalam kampanye ada unsur-unsur yang bertolak belakang dengan Indonesia yang kita kenal? Ada.
Tapi, itu dijadikan agar bagaimana perbedaan itu menjadi sebuah nilai jual yang sangat tinggi. Tren itu tidak hanya di Indonesia, tapi di banyak negara karena sekarang ini era sosial media.
Siapa yang menawarkan Anda menjadi Ketua TKN, apakah langsung dari Jokowi atau melalui perantara?
Ya, bisa dipikir lah.
Anda sedikit banyak berkontribusi terhadap kemenangan Jokowi-Ma'ruf. Bagaimana jika Anda ditawarkan menjadi Menpora?
Kalau bisa jangan lah. Toh saya IOC Member, kan perwakilan Indonesia juga. Terus kalau saya menpora kan jadi conflict of interest, bisnisnya (saya) banyak di olahraga. Ini statemen saya, banyak figur yang lebih bagus, yang cocok jadi menpora.
Kalau pun saya tetap di dunia usaha, toh sebagai swasta masih bisa kontribusi. Tapi, kalau harus masuk ke pemerintahan, saya mesti lihat dulu bagaimana? Bukan berarti saya arogan. Tetapi kan kalau tidak ada manfaatnya untuk orang banyak, buat apa? Mungkin ada tokoh yang lebih bermanfaat.
Tapi, apakah benar Anda sudah ditawarkan Presiden Jokowi untuk memilih menjadi Menteri BUMN atau Menpora?
Nah kan tidak benar, tidak ada tawaran itu. Tidak ada tawaran itu.
Kalau disuruh pilih, cocoknya di kementerian bidang apa?
Tergantung saya lihat timnya. Kan saya tidak mungkin kerja sendiri. Memang saya superman?
Bagaimana jika Anda nantinya diminta bantuan meramu kabinet pemerintah Jokowi-Ma'ruf?
Saya rasa tidak seperti itu lah. Saya lebih baik (seperti) hari ini, fokus seperti ini. Saya jalankan yang saya fokus. Kalau ke depan pun ada ajakan, ya kita duduk, blue print-nya seperti apa, timnya seperti apa? Karena sukses itu kerja sama tim. Saya rasa itu yang terpenting. Jangan sampai lima tahun yang akan datang kita juga tidak bisa berkontribusi.
Seperti anggaran edukasi yang nilainya hampir Rp 500 triliun, jangan sampai tidak menghasilkan sumber daya manusia yang baik. Apalagi dengan industri 4.0, kita harus mapping kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, dan harus mengubah pola pikir.
Sama dengan industri media yang harus berubah bisnis modelnya. Negara dengan kondisi hari ini harus mengubah strategi. Seperti Amerika dan China, yang tidak mau jadi nomor dua.
Konsep atau kontribusi apa yang Anda sampaikan kepada pemerintahan Jokowi terkait pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur?
Saya rasa begini. Visi Beliau ingin mengenai ibu kota baru adalah protipe kota baru di Indonesia. Menurut analisis saya dan apa yang dipresentasikan, ibu kota baru ini tidak hanya kota pemerintahan, tetapi juga ada pertumbuhan ekonomi, terutama industri digital, kayak Silicon Valley. Itu yang saya baca.
Di situ juga akan dibangun universitas terbaik, rumah sakit terbaik, karena bagian metode perubahan kultur yang baru. Artinya apa? Semua yang ada di situ akan menjadi environmental friendly. Ada electrical car, public transportation, dan interkoneksi infrastruktur yang akan dikelilingi tempat hijau.
Saya rasa tidak ada kota itu di Indonesia hari ini. Itu kota akan jadi bagus sekali dan merupakan the future city of Indonesia.
Apalagi, di kanan kirinya ada Samarinda dan Balikpapan, bukan sesuatu daerah baru yang benar-benar baru. Samarinda dan Balikpapan itu kota bagus. Kalau kita lihat Kalimantan, total penduduknya baru enam persen dari total penduduk Indonesia. Jadi, perlu pembangunan baru.
Menurut data-data, Pulau Jawa sudah sangat berat jika pertumbuhannya tidak di-balance beberapa kota lain.
Kalau di Amerika dan China minimum ada tujuh atau delapan kota besar pendukung. Seperti Amerika ada Los Angeles, New York, Chichago, Washington DC, Boston, banyak kota-kota di sana. Kalau di Indonesia, baru Jakarta, Surabaya.
Jika mengacu konsep Anda, apakah nantinya universitas dan rumah sakit di ibu kota baru akan berbeda dengan yang ada di Jakarta sekarang?
Ini saya tidak bisa mengatasnamakan Beliau (Presiden Jokowi) dan kementeriannya. Cuma yang saya bayangkan, bagaimana sekarang, misalnya orang berbondong-bondong ke Singapura atau ke Malaysia untuk berobat.
Kenapa tidak dibalik orang Singapura dan Malaysia berobat di situ?
Sekarang itu pendidikan di Indonesia harus diubah. Kebetulan, saya alhamdulillah diberi kesempatan sharing di UGM. Ada ratusan mahasiswa yang datang ke acara itu, tentang bagaimana kita bicara 4.0. Berarti, perubahan sistem edukasi di Indonesia ini akan berubah juga.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/eric_thohir_tribunnews.jpg)