Medan Orchestra, Terus Bertumbuh di Alam Minim Apresiasi Musik Orkestra
Medan Orchestra hadir sebagai wadah belajar dan upaya mengapresiasi musik klasik di Sumatera Utara.
Penulis: Alija Magribi |
TRIBUN-MEDAN.com-Orkestra di Sumatera Utara tak banyak yang dikenal, jika melirik orkestra-orkestra lainnya di tanah Jawa seperti Erwin Gutawa Orchestra, Magenta Orchestra, Nusantara Concert' Orchestra maupun orchestra lainnya yang sudah memiliki nama.
Atas dasar itu, pada tahun 2012, seorang pemuda Rowilson Nadeak berinisiatif mengagagas adanya orkestra profesional di Sumatera Utara. Berbekal pendidikan yang ia tempuh di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta, ia dan Kamaluddin Galingging, seorang akademisi HKBP Nommensen membuat Medan Orchestra.
"Jadi kita punya inisiatif untuk membuat wadah Orchestra di Kota Medan. Bagaimana membawa formasi para musisi musisi klasik yang andal dan standar Orchestra ke Kota Medan. Kita pun menjaring musisi musisi yang dinilai profesional pada instrumen musik masing-masing waktu itu," ujar Rowilson.
Ini menjadi pelecut semangat Rowilson dan kawan-kawan waktu itu, bagaimana Medan Orchestra bisa menjadi wadah belajar dan upaya mengapresiasi musik klasik di Sumatera Utara.
Lambat laun, mulai dari formasi yang terkecil dan terbesar bisa dibentuk oleh Medan Orchestra meski dalam beberapa hal, masih kesulitan mencari sosok musisi yang bisa melengkapi kekurangan Medan Orchestra.
"Formasi Orchestra Besar diantaranya Biola 1 ada enam orang, Biola 2 ada enam orang, Biola Alto 4 orang, Cello ada 4 orang, Contrabass 2 orang, alat tiup kayu 4 orang, kemudian Brass/ alat tiup logam ada 4 orang. Ini kita sudah ada," ujar Rowilson.
Namun untuk memperkaya nada, beberapa musisi dengan instrumen khas lainnya belum dimiliki oleh Medan Orchestra. Oleh karena itu, setiap ada permintaan mengiri acara tertentu, Rowilson mengaku harus mengajak teman temannya yang berkonsentrasi musik di Jawa untuk datang ke Medan.
"Ada di kita, instrumen yang enggak ada seperti Obo (tiup kayu), piccolo, tuba, atau horn empat orang belum ada. Sehingga kita masih mengajak teman teman di Jakarta mengisi formasi formasi yang kosong, bila ada permintaan," ujarnya.
Di Medan, permintaan orkestra untuk mengiringi acara termasuk sepi. Hal ini dilatarbelakangi minimnya penikmat musik classical dan kesan mahalnya musik classic untuk dimainkan dalam setiap acara.
Medan Orchestra sebagai kelompok musik yang diisi oleh musisi musisi kawakan mengaku hal tersebut wajar.
"Wajar saja, kita teman teman juga mengenyam sarjana rata-rata. Musik ini bukan lagi seperti hobi yang dibayar, melainkan sudah menjadi profesi. Dengan prinsip ini tentu membayar bukan seperti membayar band-band ya," ujar pria 39 tahun ini
Pada umumnya, teman teman Medan Orchestra masih dipanggil dalam acara acara keagamaan Kristen. Mereka dipanggil pertama kali pada perayaan Natal Oikumene di Lapangan Merdeka Tahun 2012. Berlanjut ke agenda natal lainnya meski sempat mengisi acara artis tembang kenangan.
"Sebenarnya kalau di Medan, mohon maaf, belum bisa menghargai musik orkestra karena mungkin musik klasik ini langka dan kelasnya internasional. Jadi untuk mengadakan orkestra itu konsumen berpikir. Kecuali mereka serius menghadirkan musik ini," jelasnya.
Cerita Gaji dan Pluralisme Medan Orchestra
Beberapa musisi musisi yang tergabung dalam Medan Orchestra beragama Kristen dan sebagian lainnya beragama Islam. Medan Orchestra, sering dipanggil atas permintaan salah satu agama, dan itu tak lantas menyurutkan kehadiran mereka.