Soal Sengketa Lahan 32 Haktare di Helvetia, Ini Kata Kepala BPN Sumut Bambang Priono
Komisi A, DPRD Sumut, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masalah lahan seluas 32 hektare di Desa Helvetia
Penulis: Satia |
TRIBUN MEDAN.COM, MEDAN - Komisi A, DPRD Sumut, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masalah lahan seluas 32 hektare di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang.
PB Alwashliyah sebagai pemilik hak sah atas tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang seluas 32 hektare.
Demikian disampaikan perwakilan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, David Ginting dalam rapat dengar pendapat bersama masyarakat penggarap, PB Alwashliyah, Kanwil BPN Sumut, PT. Agung Cemara Realty (ACR), dan jajaran terkait Pemkab Deliserdang, Kamis (12/12/2019).
"Pada 2000 ke bawah lahan tersebut masih kita kuasai, sebelum kita lepas kepada PB Alwashliyah 2004. Berdasarkan ketetapan atas usulan PB Alwashliyah yang ingin memiliki lahan itu, dinyatakan sah sebagai pemegang hak. PTPN juga berhak mendapat ganti rugi atas pelepasan lahan tersebut," kata David Ginting.
Kepala Kanwil BPN Sumut, Bambang Priono menekankan pernyataan pihak PTPN II.
Dia mengungkapkan mesti ada jalan keluar terbaik antara pihak-pihak yang bersengketa.
Terutama PB Alwashliyah dengan masyarakat penggarap.
"Fakta di lapangan terdapat masyarakat yang tinggal di sana. Sedangkan fakta kepemilikan (lahan) ada pada Alwashliyah. Alwashliyah sendiri tertolong adanya putusan kecurangan Tamin Sukardi. Alhasil, 32 hektare dikembalikan oleh Alwashliyah dan 70 hektare lebih disita untuk negara," katanya.
Ia menyarankan jika PB Alwashliyah masih ingin menguasai lahannya ke depan mesti juga memberi win-win solution bagi masyarakat di sana.
Sebab meskipun PB Alwashliyah dinyatakan sebagai pemegang atas lahan itu oleh negara, selama puluhan tahun menurutnya terkesan membiarkan tanah tersebut begitu saja.
"Secara fakta hukum betul bahwa tanah yang diklaim Alwashliyah sudah dilepas PTPN II. Artinya PTPN II menyerahkan ke Alwashliyah dalam posisi yang clear. Namun di situ faktanya ada pihak ketiga, ini juga mesti diberesi. Alwashliyah juga harus membayar kesalahannya. Sebab sejak membeli dari negara, Alwashliyah tidak menjaga dan mengurus tanahnya. Istri kita saja kalau gak dijaga bisa diambil orang, apalagi tanah," ungkap mantan Kakan BPN Surabaya itu.
"Jadi harus ada win-win solution. PB Alwashliyah dan masyarakat harus duduk bersama. Gak bisa ngotot-ngototan. Kalau tidak, ya gak akan selesai," sambungnya.
Berdasarkan rekomendasi Komisi A DPRD Sumut yang dibacakan Ketua Komisi Hendro Susanto, terdapat tiga poin yang telah dikeluarkan.
Pertama soal rekomendasi DPRD Sumut sebelumnya dalam menindaklanjuti masalah ini, bahwa itu tidak punya dasar hukum karena tidak punya kekuatan hukum. "Jadi sifatnya hanya imbauan saja," kata Hendro.
Poin kedua, pihaknya meminta PB Alwashliyah melakukan upaya win-win solution terhadap masyarakat penggarap dengan difasilitasi oleh instansi-instansi terkait, baik dari kepolisian, TNI, kejaksaan maupun Pemkab Deliserdang.