Demi Stabilkan Harga Pasar, Petani Ini Jual Bawang Rp 20 Ribu per Kg di Saat Harga Pasar Rp 70 Ribu
Meski mengambil jurusan politik, ia sama sekali tak tertarik dengan bidang tersebut. Ia tetap mencintai dunia pertanian.
Demi Stabilkan Harga Pasar, Petani Ini Jual Bawang Rp 20 Ribu per Kg di Saat Harga Pasar Rp 70 Ribu
Ujang Margana (25), Petani Bawang
“Saat itu kami punya 120 ton bawang merah. Kalau kami ikut harga pasar, kami akan untung besar, tapi kemudian bawang impor masuk".
TRIBUN-MEDAN.com - Deretan piagam penghargaan berjejer dalam rak di sebuah rumah di Kampung Cikawari RT 04 RW 11, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Piagam tersebut milik si empunya rumah, Ujang Margana (25). Ia adalah petani milenial yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana pada 2018 karena dedikasinya di bidang pertanian.
Kepada Kompas.com, Ujang menceritakan kiprahnya di bidang pertanian sambil menunjukkan hamparan luas tanah garapannya yang berada persis di depan rumahnya.
“Itu tanah garapan saya dan kelompok tani saya, Tricipta. Luasnya 50 hektar (ha),” ujar Ujang sambil berjalan dengan sepatu botnya ke kebunnya, akhir Januari lalu.
Ujang menceritakan, sejak kecil dia sudah akrab dengan dunia pertanian karena orangtuanya kerap membawanya ke kebun.
• Gunakan Tagar BTS, ARMY Minta Ivanka Trump Hapus Kicauannya di Twitter Tersebut
• Setelah Babi, 21 Ekor Sapi Mati Tanpa Sebab yang Jelas di Kintamani Bali
Awalnya garap sepetak tanah ayahnya
Saat duduk di bangku SMA Guna Dharma, Ujang mencoba menggarap sepetak tanah ayahnya. Ia mengurus dari awal pembibitan, penanaman, hingga panen.
Tak disangka, sang ayah menyerahkan semua hasil panennya sebesar Rp 35 juta kepada Ujang. Untuk anak SMA seperti dirinya, jumlah tersebut tentunya sangat besar.
“Hasil Rp 35 juta itu untuk sekali tanam sekitar 70 hari,” imbuhnya.
Melihat besarnya potensi pertanian, Ujang semakin tertarik dengan dunia tersebut. Itulah alasan ia memilih perguruan tinggi yang dekat dengan rumahnya agar ia bisa menjalankan keduanya dengan baik.
Sebelum kuliah, ia mengecek kebunnya. Saat pulang kuliah, ia pun akan menghabiskan waktu di kebun.
Namun, ia tidak mengambil jurusan pertanian. Karena ingin merasakan pengalaman yang berbeda, ia mengambil Fakultas Sosial dan Politik Universitas Al-Ghifari Bandung.