Nasib Cewek Asing di Australia, Dilecehkan dan Dibayar Murah: Dia Minta Ciuman & Celana Dalamku
Seperti yang dialami Paula, mahasiswa asal Brasil, yang datang ke Melbourne untuk kuliah di bidang manajemen bisnis.
TRI BUN-MEDAN.com - Australia menjadi negara tujuan bagi tenaga kerja migran dan juga mahasiswa untuk meneruskan pendidikan.
Selain upah kerja yang tinggi, negara maju tersebut juga memiliki pusat niaga yang sangat pesat.
Tak jarang mahasiswa dari China dan negara lainnya nyambi kerja di negri Kanguru untuk menutupi kekurangan kiriman dari keluarganya.
Namun, belakangan ini nasib mahasiswi asing cukup memprihatinkan.
Banyak dari mereka mendapat pelecehan seksual dan mereka juga diberi upah yang sangat murah.
Dilaporkan oleh University of New South Wales (UNSW) dan University of Technology Sydney (UTS) yang menyebutkan bahwa tak ada perubahan berarti dalam kondisi mahasiswa asing di dunia kerja di Australia sejak survei serupa yang dilakukan 4 tahun lalu.
Wabah virus corona bahkan memperburuk ekploitasi. Profesor Laurie Berg dari UTS yang menulis laporan survei menyebutkan potensi eksploitasi saat ini semakin besar.
"Mahasiswa internasional saat ini lebih putus asa untuk mendapatkan penghasilan, pengusaha mungkin ingin mengurangi biaya, serta pekerjaan semakin langka," jelas Profesor Berg.
Dibayar 7 dollar Australia per jam
Iris Yao, mahasiswa Universitas Sydney asal China, selama ini bekerja sambil kuliah untuk membantu meringankan beban orangtuanya.
"Orang tua saya bekerja keras untuk membayar uang sekolah dan biaya hidup saya di sini," kata Iris kepada "Program 7.30" ABC. "Saya merasa harus berbuat sesuatu untuk meringankan beban mereka," ujarnya.
Pekerjaan Iris seperti membersihkan dapur, mencuci piring, bertugas di bagian pemesanan makanan, dengan upah hanya 7 dollar Australia per jam yang dibayar tunai.
Menurut ketentuan, bayaran ini tiga kali lebih rendah dari upah minimum yang berlaku bagi pekerja berusia di atas 20 tahun.
"Mereka bilang jika saya bisa bekerja lebih baik, maka akan membayar saya lebih banyak. Tapi, saya rasa mereka bohong," katanya.
Menurut Profesor Berg, pengalaman Iris ini bukanlah suatu hal yang jarang terjadi.
