Mengenang Jejak Soekarno di Parapat, Kirim Surat Lewat Tulang Paha Ayam Agar Tak Diketahui Belanda

Jejak sejarah perjuangan Sang Proklamator Soekarno atau Bung Karno di masa kolonial Belanda, tak bisa dilepaskan dari Kota Parapat, Simalungun, Sumut

Editor: Juang Naibaho
TRIBUN MEDAN / ist
Soekarno di rumah pengasingan di Parapat, Simalungun, Sumatera Utara. 

TRI BUN-MEDAN.com, PARAPAT - Jejak sejarah perjuangan Sang Proklamator Soekarno atau Bung Karno di masa kolonial Belanda, tak bisa dilepaskan dari Kota Parapat, Simalungun, Sumatera Utara.

Ya, Parapat yang kini dikenal sebagai ikon wisata Danau Toba, pernah menjadi tempat pengasingan Presiden Pertama RI, pada 4 Januari 1949.

Keberadaan Bung Karno di pengasingan ini diceritakan oleh Mangasi Sinaga (52), saat ditemui Tribun Medan, Sabtu (6/6/2020) di Pesanggrahan Bung Karno di Parapat, Kabupaten Simalungun.

Mangasi Sinaga merupakan generasi ketiga dari Buka Sinaga, satu dari sekian pegawai Presiden Soekarno yang kerap bertatap muka dengan Sang Proklamator.

Mangasi mengaku mendapat cerita langsung dari kakeknya, Buka Sinaga, tentang keseharian Bung Karno selama di rumah pengasingan Parapat.

"Ketika Presiden Soekarno dibawa ke Parapat, kakek saya Buka Sinaga dan Oppung Tindaon, dua di antara pegawai Presiden Soekarno yang berada di sisinya," ujar Mangasi Sinaga.

Soekarno di rumah pengasingan di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Soekarno di rumah pengasingan di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. (TRIBUN MEDAN / ist)

Sebelum bercerita tentang kesan dan pengalamannya menjaga Pesanggrahan Bung Karno, Mangasi menceritakan terlebih dahulu kisah kakeknya yang menemani Soekarno di Parapat.

Pengakuan Buka Sinaga, cerita Mangasi, Presiden Soekarno mendapat pengawasan sangat ketat dari tentara Belanda.

Pengawasan itu melekat pula bagi pegawainya. Karena itulah, Buka Sinaga terus menerus merasakan tekanan dan ketakutan lantaran bekerja sebagai pegawai Soekarno.

Apalagi, ketika itu suara dentuman meriam dan letusan senjata baik dari Danau Toba atau pun dari sebelah daratan Danau Toba, selalu menghantui hari demi hari

Buka Sinaga bukannya tak menyadari ancaman tersebut.

Pernah terbersit di benaknya untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai di Pesanggrahan.

Namun, Buka Sinaga dan Oppung Tindaon akhirnya memilih tetap loyal kepada Bung Karno.

Kata Mangasi, Buka Sinaga dan Oppung Tindaon sejak agresi militer kedua bekerja sebagai pegawai di Pesanggrahan.

Sampai akhir hidupnya pun, Buka Sinaga masih bekerja sebagai pegawai di Pesanggrahan. Ia meninggal pada tahun 2002 dengan jumlah anak cucu 140-an orang.

Halaman
123
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved