38 Hari Jelang Pilkada di Sumut
Kedatangan Tamu Investor, Ini Pembicaraan Bobby Nasution dengan Franky Wijaya
Narasumber Bobby Nasution kali ini adalah salah satu investor pasar modal di Kota Medan. Franky juga biasa mengamati ekonomi,
Penulis: Liska Rahayu | Editor: Juang Naibaho
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Podcast Santai Bareng Bobby (PSBB) Minggu (1/11/2020) kedatangan Franky Wijoyo.
Ternyata narasumber Bobby Nasution kali ini adalah salah satu investor pasar modal di Kota Medan. Franky juga biasa mengamati ekonomi, juga kontributor media ekonomi nasional.
Ketika bersua Bobby yang bertindak sebagai host podcast bertanya bagaimana iklim investasi saat ini.
Dijelaskan Franky, kini investasi saham sudah zamannya. Terutama milenial bisa gunakan ponsel sebagai kreasi menghasilkan dengan investasi.
Jangan hanya gunakan untuk gaya hidup konsumsi.
"Kini dengan Rp100 ribu sudah bisa beli saham perusahaan besar. Intinya ponsel itu harus jadi sumber pemasukan," kata Franky.
Namun, Bobby katakan banyak yang ragu bahwa main saham itu gambling.
"Kalau mereka mengerti apa yang mereka lakukan, maka itu tidak gambling. Ada pebisnis ada spekulan. Dan tentu ada risiko, namun bagi yang mengerti maka risiko itu kecil," kata Franky.
Lantas bagaimana di sektor ril?
"Apa yang surplus saat ini? Terutama prediksi untuk Kota Medan," tanya Bobby.
Franky menilai, Medan sebagai ibu kota Sumatera Utara, masih akan terpengaruh dengan perputaran ekonomi yang disumbang sektor perkebunan, utamanya sawit. Namun ketika harga sawit anjlok, ekonomi ikut lesu.
"Medan sangat tergantung sektor komuditas itu," lanjut Franky.
"Maka, harusnya perputaran ekonomi bisa dialihkan dengan sektor pariwisata. Medan dekat dengan Brastagi, Tangkahan, Prapat. Medan bisa jadi daya tarik wisata, Medan dulu itu Paris van Sumatera. Sektor pariwisata penyumbang utama devisa negara," sambung Franky.
"Dan dengan visi-misi Bobby Nasution yang saya baca-baca, itu sudah sangat tepat. Kalau berjalan akan jadikan Medan kota yang lebih baik dalam segala lini," kata Franky lagi.
Beralih kepada bisnis start up, di Medan tampaknya masih sangat lemah. Banyak penggiatnya di Medan yang berbakat, tapi tak ada akses ke funding di Medan. Jadi mereka memilih pindah ke Jakarta.