Penyebab Majalah Charlie Hebdo Tetap Makmur, Sekularisme Lebih Unggul ketimbang Agama di Perancis
Para murid mengatakan Nabi Muhammad tak bisa digambarkan melalui karikatur seperti itu.
Wartawan BBC di Paris, Lucy Williamson, mengatakan aksi yang memperlihatkan persatuan nasional ini "sejatinya menyembunyikan penentangan yang makin besar tentang bagaimana negara memandang sekularisme dan kebebasan berpendapat".
TRIBUN-MEDAN.com - Perancis gegerkan dunia setelah Presidennya, Emmanuel Macron, membela majalah yang menerbitkan karikatur Nabi Muhammad.
TRAGIS, Gadis 20 Tahun Positif Covid-19 Dirudapaksa Dokter dan Perawat hingga Tewas
Begal Payudara Malah Minta Dihukum Mati pada Polisi: Tidak Menyesal kalau Tidak Dihukum Mati
Suami Bikin Pesta Syukuran Jebakan, Undang Pria Selingkuhan Istri, Begini Caranya Mempermalukan
Mengulik 5 Fakta Melaney Ricardo Positif Covid-19, Gejala Awal hingga Perjuangannya untuk Sembuh
Bambang Setyo Rudapaksa Tiga Cewek setelah Kelabui Korban lewat Akun Facebook Palsu, Ini Modusnya
Respons Tegar Nathalie Holscher soal Rumor Hamil jelang Pernikahan dengan Sule: Kuatkan Imanku Allah
Hal ini memicu kemarahan dari seluruh umat Muslim di dunia.
Kenyataannya, akibat hasil karikatur seperti yang diterbitkan majalah satire Charlie Hebdo-lah latar belakang terjadi insiden serangan teroris di Perancis dalam satu bulan terakhir.
Termasuk pemenggalan seorang guru sejarah sekolah menengah di pinggiran Paris, Samuel Paty.
Lantas mengapa majalah pengangkat isu SARA seperti itu masih saja kebal hukum di Perancis?
Macron secara tegas menyebutkan negara tidak akan mengkritik tindakan Paty yang memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad.
Ia juga menggambarkan Paty sebagai perwujudan dari "wajah Republik".
Suami Melabrak Pria Selingkuhan Istrinya dan Sontak Viral di Medsos, Paksa Cium Kaki lalu Tendang
Tamu Undangan Pernikahan Mendadak Heboh, Pengantin Pria Putar Video Perselingkuhan Mempelai Wanita
Punya Kekuatan Militer Hebat di Dunia, Inilah Perbandingan dan Statistik Militer China dengan India
Ibnu Jamil Blakblakan Beber Kisah Cinta dengan Ririn Ekawati: Jijik Banget Lihat Gue
Rumah Kos Khusus Cowok di Lingkup Kampus Milik Kapolsek Digerebek, Ada Perempuan Berdaster
Getirnya Jagain Jodoh Orang, Curhatan Pria Ditinggal Kekasih Ini Sontak Viral, Posting Chat Terakhir
Ia membela penerbitan karikatur Nabi Muhammad, sikap yang memicu kemarahan di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Perancis adalah negara yang menjunjung sekularisme.
Sekularisme negara atau laicite menduduki posisi sentral dalam identitas nasional Perancis dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari moto pasca-revolusi, yaitu "liberty, equality, fraternity".
Berdasarkan prinsip laicite ini, ruang publik, seperti ruang kelas dan tempat kerja, harus bebas dari agama.
Negara beralasan, menekan kebebasan berpendapat untuk melindungi perasaan komunitas tertentu melemahkan persatuan nasional.
Elly Sugigi Pamer Potret Pernikahan dengan Aher, Perut Buncitnya Jadi Perbincangan
Nikita Willy Mendadak Pulang dan Curhat pada Ibunya padahal Baru 2 Minggu Nikah, Respons Ibu Menohok
Remaja Pria Injak Makam Pahlawan dan Nyaris Cabut Nisan, Viral dan Banyak Kecaman Muncul
Fakta Lika-liku Kisah Cinta Ririn Ekawati, Suami Meninggal hingga yang Terbaru dengan Ibnu Jamil
Daftar 5 Artis dengan Bayaran Termahal di Indonesia, Ada Sule hingga Ayu Ting Ting, Siapa Pertama?
Bunga Citra Lestari Unggah Potret Ziarah ke Makam Ashraf Sinclair, Mata Sembabnya Curi Perhatian
Di "Negeri Anggur", warga berhak beragama tapi orang juga berhak untuk tidak beragama.
Keduanya sama-sama dilindungi oleh negara.
Pada 1905, dikeluarkan undang-undang yang melindungi sekularisme, yang ditujukan untuk melindungi kebebasan warga untuk menjalankan agama namun juga untuk mencegah masuknya agama di institusi-institusi negara.
Undang-undang tersebut menopang undang-undang lain yang melindungi hak untuk menistakan agama, yang dikeluarkan pada 1881.
Dalam konteks ini, majalah satire Charlie Hebdo bisa menerbitkan karikatur Nabi Muhammad atau Yesus.
Karena undang-undang tersebut, majalah ini bisa menerbitkan karikatur tanpa khawatir diajukan ke pengadilan dengan sangkaan melakukan memicu kebencian.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Perancis, boleh menista agama, namun tak boleh menghina seseorang berdasarkan agama yang ia anut.
"Tidak nyaman"
Insiden pemenggalan memicu aksi-aksi solidaritas untuk Paty di seluruh penjuru Perancis.
Wartawan BBC di Paris, Lucy Williamson, mengatakan aksi yang memperlihatkan persatuan nasional ini "sejatinya menyembunyikan penentangan yang makin besar tentang bagaimana negara memandang sekularisme dan kebebasan berpendapat".
Namun, kata wartawan BBC, makin banyak orang yang tidak nyaman dengan argumen soal sekularisme dan kebebasan berpendapat, termasuk soal kebebasan untuk membuat dan menerbitkan karikatur Nabi Muhammad.
Sejumlah guru mengatakan, mereka merasakan perubahan setelah 2015, ketika beberapa laki-laki bersenjata menyerang kantor majalah Charlie Hebdo, menyusul keputusan majalah ini menerbitkan karikatur Nabi Muhammad.
Guru filsafat Alexandra Girat mengatakan beberapa siswa berpandangan bahwa keputusan menerbitkan kartun ini tak bisa diterima.
Akar menajamnya perpecahan pandangan terkait identitas keagamaan dan kebebasan berpendapat diakui sangat kompleks.
Akar tersebut mencakup konflik di negara-negara lain dan rasialisme serta marjinalisasi sosial yang dialami oleh keluarga para imigran di dalam negeri di Perancis.
"Separatisme Islam"
Sebelum insiden pemenggalan kepada Paty, pada awal Oktober, Presiden Macron dalam satu pidato menegaskan bahwa "sekularisme adalah dasar negara" dan "separatisme Islam harus ditangani".
Dalam kesempatan ini pula, Macron mengumumkan rancangan undang-undang yang lebih keras untuk menangkal "separatisme Islam" ini dan untuk mempertahankan nilai-nilai sekuler.
Macron mengatakan komunitas Muslim di Perancis, yang berjumlah enam juta orang, "mungkin akan membentuk masyarakat tandingan".
Agar "bahaya ini" tidak menjadi kenyataan, Macron mengusulkan beberapa hal, yang mencakup pengawasan yang lebih terhadap sekolah dan kontrol yang lebih besar terkait pendanaan masjid dari luar negeri.
Macron mengatakan bentuk sektarianisme seperti ini sering diterjemahkan untuk tidak memasukkan anak-anak ke sekolah umum dan menggunakan kegiatan olahraga, budaya dan komunitas sebagai "alasan untuk mengajarkan ke anak-anak tentang nilai-nilai yang tak sejalan dengan hukum yang berlaku di Perancis".
Menurut Macron, Islam "mengalami krisis di banyak negara, tak cuma di Perancis".
Langkah yang disiapkan pemerintah dan dimasukkan ke parlemen pada akhir tahun mencakup:
Pengawasan yang lebih ketat terhadap organisasi olahraga dan perkumpulan lain sehingga tak menjadi medium pengajaran Islam,
Imam tak boleh didatangkan dari luar Perancis,
Peningkatan pengawasan pendanaan masjid,
Pembatasan home-schooling.
Macron juga mengatakan Perancis harus berbuat lebih banyak menawarkan ekonomi dan mobilitas sosial ke komunitas-komunitas imigran.
Ia menambahkan kemiskinan bisa dimanfaatkan oleh kelompok atau orang-orang berpaham radikal.
Pidato Macron mengundang reaksi kurang enak dari banyak pihak.
Pegiat hak asasi manusia Yasser Louati mengatakan, proposal pemerintah "memberi angin" kepada kelompok kanan jauh dan kelompok-kelompok anti-Muslim, sementara pada saat yang sama juga "sangat merugikan murid-murid Muslim" yang harus belajar di rumah karenna pandemi virus corona.
Tokoh Muslim, seperti Chems-Eddine Hafiz, melalui kolom di surat kabar menegaskan bahwa apa yang disebut sebagai konsep "separatisme Islam" tidak bisa ditujukan secara keseluruhan ke setiap Muslim di Perancis.
Ia menyatakan ada perbedaan yang jelas antara Islam sebagai agama dan ideologi Islamis.
Dengan hal itu pula terjadi banyak demonstrasi, yang menggambarkan Perancis sebagai "negara yang memperlihatkan Islamofobia".
(Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perancis: Sekularisme, Kartun Nabi Muhammad, dan Sikap Presiden Macron"