Terjerat Korupsi, Mantan Kades Mahala Menangis di Persidangan: Saya Tulang Punggung Keluarga
Mantan Kepala Desa Mahala, Kecamatan Tinada, Kabupaten Pakpak Bharat, Bahtra Solin (46) menangis tersedu-sedu saat membacakan pembelaan
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Mantan Kepala Desa Mahala, Kecamatan Tinada, Kabupaten Pakpak Bharat, Bahtra Solin (46) menangis tersedu-sedu saat membacakan pembelaan di hadapan majelis Hakim yang diketuai J Simarmata dalam sidang yang digelar secara online, di Ruang Cakra IX Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/11/2020).
Sebelumnya, Bahtera telah dijebloskan ke penjara oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Dairi.
Ia dikirim ke Rutan Klas II-B Sidikalang, setelah penyidik menetapkannya sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa tahun 2016.
Sementara itu, di PN Medan perkara Bahtra telah disidangkan sebanyak sepuluh kali.
"Dalam masalah ini saya hanya pasrah saja karena tidak mungkin saya bisa melawan penegak hukum.
Kalau boleh saya memohon dalam persidangan ini tentu sudah dapat digambarkan apa yang terjadi di lapangan.
Kalaupun saya harus dihukum mohon saya dihukum yang mulia yang seringan-ringannya, karena saya tulang punggung keluarga yang masih mempunyai tanggung jawab terhadap masa depan anak-anak saya yang masih sekolah," katanya sambil terisak-isak.
Ia mengaku menyesal atas perbuatannya dan berharap majelis hakim dapat meringankan hukuman.
"Saya sangat menyesali, kekeliruan serta kelalaian akibat perbuatan yang sudah saya lakukan," katanya.
Dalam pembelaannya, Bahtra mengungkapkan bahwa ia tidak mengerti atas pembelaan hukum terhadap dirinya, termasuk yang dibuat oleh pendamping hukumnya.
"Sangat berbeda dengan yang di pengadilan. Yang dibacakan di kejaksaan memang disiapkan oleh jaksa sedangkan di pengadilan oleh keluarga saya," katanya.
Selain itu ia juga menjelaskan pokok persoalan tersebut, hingga menjadi masalah hukum karena ia berbeda pandangan dengan sekertaris desanya.
"Belakang terakhir saya tidak sejalan dengan sekretaris desa saya. Ini terjadi menjelang pemilihan kepala desa.
Selanjutnya terbukti sejak 2012 sampai 2016 kami tidak sejalan dan akibat kami tidak sejalan akhirnya merembet sampai SPJ, dimana sekretaris desa saya Berutu telah bersumpah sampai mati dia tidak akan mau menandatangani SPJ saya. Hal itu diungkapkan di depan forum pada saat seluruh aparat Desa Mahala diundang untuk mediasi," katanya.
Dikatakannya memang ada upaya dari pihak kecamatan hingga anggota DPRD Pakpak Bharat untuk melakukan mediasi, namun hubungannya dengan sekertaris desa tetap tidak menemukan titik terang.
"Tapi Berutu tetap tidak mau menandatangani SPJ tersebut, yang yang intinya saya harus dihancurkan. Saya pun mengganti sekretaris desa, tapi menurut camat tidak bisa.
Dalam mediasi ulang saya disuruh untuk menandatangani surat pernyataan yang ternyata akhirnya menjebak saya, padahal pada saat itu semua pihak berjanji akan membantu menyelesaikan SPJ tersebut," ucapnya.
Akhir 2016, lanjutnya, tepatnya sejak sekretaris desa tidak mau menandatangani SPJ, disebutkannya anggaran untuk Desa Mahala tidak ada lagi sampai akhir 2018.
"Tetapi saya tidak mengundurkan diri, pemerintah desa tetap jalan. Semua saya lakukan karena tanggungjawab moral saya sebagai kepala desa yang dipilih oleh masyarakat, dan semua atas saya berjanji akan membantu melakukan proses pencairan tahap berikutnya.
Jadi intinya saya percaya uang yang sudah saya keluarkan akan diganti nantinya walaupun sama sekali nihil," katanya.
Ia kemudian melakukan pembelaan terhadap Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anita Apriani yang mengatakan, bahwa akibat perbuatan Bahtra selaku Kepala Desa Mahala Tahun Anggaran 2016 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 398 juta lebih, sebagaimana Laporan Hasil Audit Investigatif Inspektoran Kabupaten Pakpak Bharat.
"Tentang kerugian negara yang dibebankan kepada saya, saya ingin menyampaikan semua proyek tidak ada yang fiktif, sedangkan dipanggil jaksa saja saya tetap hadir.
Saya tidak ditangkap, saya dipanggil sebagai saksi, tapi sorenya saya langsung ditahan.
Selama ditahan, saya tidak pernah dibawa ke lapangan untuk menunjukkan di mana saja kerugian yang timbul," katanya.
Sementara itu, mengutip Dakwaan JPU, Anita Apriani mengatakan bahwa terhadap Penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) pada Desa Mahala yang tidak direalisasikan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan Tahun Anggaran 2016, telah digunakan terdakwa Bahtra untuk kepentingan pribadinya.
"Sehingga memperkaya Terdakwa atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Bahwa perbuatan Terdakwa adalah perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Jaksa
Dikatakan jaksa lagi, adapun kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni kegiatan operasional perkantoran, kegiatan operasional BPD, kegiatan pembuatan RPJM desa, penyusunan RKP desa dan penyusunan APB desa.
"Kegiatan rehab jalan desa Kutta Delleng, kegiatan perkerasan jalan dan parit semen. Pertanggungjawaban yang tumpang tindih pada Perkerasan jalan dan parit semen, Pembangunan Parit Semen (Dusun Rahib)," kata jaksa.
(cr21/tribun-medan.com)