Nasib Para Pilot Indonesia, Dipaksa Terbangkan Pesawat tak Aman, saat Pandemi Terpaksa 'Berkarat'
Maskapai berbiaya rendah seperti Lion Air, mengatakan mereka telah dipaksa untuk menerbangkan pesawat yang dianggap tidak aman.
TRIBUN-MEDAN.com - Sabtu 9 Januari, Kapten Afwan menjadi orang yang paling bertanggung jawab saat mengemudikan Sriwijaya Air Penerbangan 182, tujuan Jakarta-Pontianak.
Saat itu, Kapten Afwan dengan pesawat penumpang seri Boeing 737-500 membawa 62 orang, termasuk enam awak aktif.
Namun, nasib berkata lain. SJ 182 jatuh ke Laut Jawa beberapa menit setelah lepas landas. Ini menjadi sejarah kelam Indonesia awal 2021.

Jauh sebelum kejadian ini, tepatnya saat pandemi virus corona merambah langit lalu lintas penerbangan Indonesia, Kapten Afwan, seorang pilot berpengalaman Boeing 737 untuk Sriwijaya Air, menunggu.
Mantan pilot TNI AU yang banyak dikagumi dan memiliki pengalaman terbang lebih dari 30 tahun ini mengisi waktunya dengan sesi simulator penerbangan Sriwijaya.
Ini dilakukannya dimaksudkan untuk memastikan bahwa pilot menyelesaikan jam terbang minimum untuk tetap memiliki ijin terbang.
Demikian disampaikan Hannah Beech menulis untuk New York Times dikutip Tribunmedan.com dari Intisari Online, Selasa (12/1/2021).
Sekarang penyelam telah mengambil barang dari pesawat di perairan barat laut ibu kota Indonesia, Jakarta: bongkahan badan pesawat, roda pesawat, dan pakaian anak-anak yang terendam air.
Sepuluh anak dan bayi telah di dalam penerbangan tersebut, dalam perjalanan dari Jakarta ke kota Pontianak di pulau Kalimantan, sekitar 90 menit perjalanan.
"Saya atas nama pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia ingin menyampaikan kesedihan yang mendalam atas tragedi ini," kata Presiden Joko Widodo dari Indonesia, Minggu.
Penyelidik Indonesia mengatakan mereka telah mengonfirmasi di mana perekam data pesawat berada di lokasi kecelakaan berair di Kepulauan Seribu.
Mungkin butuh waktu berbulan-bulan bagi para penyelidik untuk mengumpulkan alkimia mengerikan apa dari cuaca, perawatan pesawat, dan pengambilan keputusan awak pesawat yang mungkin telah berkontribusi pada episode fatal tersebut.
Nurcahyo Utomo, penyelidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia, mengatakan radius puing yang relatif sempit seperti yang terlihat dalam rekaman video menunjukkan sebelumnya bahwa pesawat mungkin pecah saat menabrak air, bukan meledak di udara.
Namun tidak diragukan lagi bahwa langit Indonesia tetap menjadi salah satu yang paling berbahaya di dunia, tercemar oleh sejarah peraturan keselamatan yang buruk yang telah membebani maskapai penerbangan domestik selama bertahun-tahun.
Dan pandemi tersebut memiliki upaya rumit yang bertujuan memulihkan reputasi dan keuangan mereka.