Breaking News

Ternak Babi Langka di Sumut

Peternak Babi Mohon-mohon Sambil Menangis di Hadapan Anggota DPR Djarot Saiful Hidayat

Isak tangis para pedagang dan peternak babi yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Save Babi, pecah di hadapan Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat.

Tribun-Medan.com/Angel Aginta Sembiring
Para peternak babi dan pedagang yang tergabung dalam Germas Save Babi curhat kepada Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat, di Kota Medan, Jumat (2/4/2021). 

Meski begitu, peternak babi tak merasakan dampak harga yang menjulang tersebut lantaran minimnya hewan ternak yang bisa dijual.

Berbagai macam gerakan sosial berkaitan dengan babi digelar di Sumut, namun tak satu pun menjawab persoalan inti peternak babi.

Para peternak babi merasa tidak ada perubahan nasib sejak wabah kolera babi dan ASF di Sumut.

Ketua Germas Save Babi, Toman Purba, meminta pemerintah untuk serius dalam penanganan wabah ASF.

"Kemarin kami road show di beberapa kabupaten dan kota termasuk wilayah Medan, ada sekitar 20.000 pedagang daging babi mengalami kesulitan mendapatkan stok daging," kata Toman dalam diskusi "Siapa Peduli Ternak Babi" di Literacy Coffee, Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, Kamis (1/4/2021) malam.

Dia mengungkapkan faktor kenaikan harga daging babi akibat sedikitnya ternak yang hidup.

Jika harga daging dulu sekitar Rp 23 ribu per kg kini telah menjulang capai Rp 130 ribu per kg.

"Makanya kalau dijual di pasaran, harga daging babi tidak bisa ditentukan berapa. Tergantung dari patokan harga pedagang sendiri-sendiri aja," sebutnya.

Dia pun berharap dalam situasi yang memilukan pedagang ini, pemerintah dapat hadir sebagaimana mestinya. Semisal memberikan bantuan kepada pedagang karena penanggulangan wabah ASF terbilang belum efektif. Bahkan vaksin untuk virus babi itu juga belum ditemukan.

"Ditambah lagi penghasilan pun tidak ada. Belum lagi keadaan sedang pandemi Covid-19. Kami otomatis lumpuh total," ujarnya.

Toman mengungkapkan kondisi peternak babi dan pedagang daging babi yang miris dapat ditandai dengan adanya istilah pra-putus sekolah. Fenomena itu dianggapnya karena ketidakpedulian pemerintah.

Baca juga: Harga BBM Naik Jelang Bulan Ramadhan, Curhat Driver Ojol: Lengkap Kali Penderitaan Rakyat Kecil Ini

Baca juga: Jeritan Hati Peternak Babi di Sumut, Heri Ginting: Saya Mengadu ke Mana-mana, Tak Ada yang Berempati

Mereka berharap kepada pemerintah untuk memberikan bantuan langsung kepada para peternak babi yang saat ini sedang terpuruk.

"Hampir 90 persen omzet turun sejak tahun lalu. Selain itu ada 90 persen babi musnah. Hanya tinggal 10 persen yang menjadi keuntungan. Itu pun kemungkinan dalam tiga bulan babi tersebut lolos, namun ketika dikembangkan habis (mati) semuanya," ungkapnya.

Heri Ginting, peternak babi di Jalan Bunga Rampe Raya Kelurahan Simalingkar B Medan, mengatakan, pada 19 Oktober 2020 para peternak babi diundang ikut RDP oleh Komisi B DPRD Sumut. Tutur hadir saat itu pejabat Dinas Ketapang Porvisi Sumut.

Hasil RDP itu, pemerintah akan mempersiapkan langkah-langkah pemulihan ekonomi masyarakat peternak babi.

Namun, kata dia, sampai sekarang tidak ada langkah konkret bantuan terhadap para peternak babi.

”Saya sudah mengadu ke mana-mana tapi tak ada yang berempati. Banyak yang hebat, baik itu Batak Karo, Batak, Toba, Batak Simalungun dan segala macam, banyak yang jenderal tapi tak ada yang berempati ke kami," keluh Heri.

(cr9/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved