TRIBUNWIKI

Tengku Amir Hamzah, Pahlawan Nasional, Makamnya Ada di Pemakaman Masjid Azizi Langkat

Amir Hamzah memiliki 11 orang bersaudara, dan keluarganya memiliki kebiasaan tradisi agama Islam yang kuat.

Penulis: Satia | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/SATIA
Makam Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah, di samping Masjid Azizi, Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.  

Ia merupakan salah satu korban revolusi yang difitnah sebagai seorang yang bekerjasama dengan Belanda.

Amir Hamzah meninggal di usianya yang relatif muda, 35 tahun. Jenazahnya ditemukan di pemakaman massal Kuala Begumit.

Ia kemudian dimakamkan secara layak di pemakaman Masjid Azizi, Tanjungpura, Langkat.

Pemerintah RI kemudian menghargai jasa dan sumbangsih Amir Hamzah dengan menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975.

Ia pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Surakarta tahun 1931.

Masjid Azizi, yang terletak di Jalan Masjid, Tanjungpura, Kabupaten Langkat, adalah satu-satunya bangunan peninggalan Kesultanan Langkat.
Masjid Azizi, yang terletak di Jalan Masjid, Tanjungpura, Kabupaten Langkat, adalah satu-satunya bangunan peninggalan Kesultanan Langkat. (TRIBUN/ SATIA)

Baca juga: Suami Ayu Dewi Dibuat Emosi, Regi Datau: Belum Puasa Gue Sudah Batal Duluan

Persahabatannya dengan dengan para tokoh pergerakan nasional turut mempengaruhi karya-karya sastranya.

Melalui karyanya yang ditulis dalam Bahasa Indonesia, Amir telah memberikan sumbangan besar bagi perkembangan dan pembinaan Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia.

Bagi Amir, Bahasa Indonesia merupakan simbol dari kemelayuan, kepahlawanan dan keislaman. Hal ini tercermin dari syair-syair Amir yang merupakan refleksi dari relijiusitas, dan kecintaannya pada tanah air serta kegelisahan sebagai seorang pemuda Melayu.

Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Di antaranya 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan.

Karya-karyanya tercatat dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan terjemah Baghawat Gita.

Nursinah Supardo dalam bukunya Kesusastraan Indonesia (1975) mengatakan Amir Hamzah berbeda dengan tokoh-tokoh Pujangga Baru.

Baca juga: Komunitas Sedekah Jumat Berikan Rumah Baru Kepada Korban Kebakaran, Walkot Bobby Apresiasi

Amir Hamzah tidak mencontoh ke dunia Barat (Eropa) dalam memodernkan Kesusastraan Indonesia. Untuk maksud itu lebih-lebih dalam puisinya ia memilih menggali kekayaan khazanah pusaka kesusastraan Melayu lama.

Mungkin karena ia dilahirkan di tanah Melayu dan di kalangan bangsawan Melayu, ada kesempatan baginya untuk menyelidiki kesusastraan lama, sehingga timbul padanya kegemaran akan hal itu.

Pendidikan Islam yang didapat dari keluarganya, menyebabkan pula ia dapat termasuk seorang seorang penyair Islam di Indonesia seperti Aoh K. Hadimaja, Bangrum Rangkuti dan lain-lainnya.

Baca juga: Taman Merdeka Binjai, Lokasi Favorit Warga Bersama Keluarga

Profil

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved