Korupsi Dana Jembatan di Sibolangit, Kades dan Bendahara Desa Salabulan Dituntut 8 Tahun Penjara
Kades Salabulan Lebih Tarigan dan Mantan Bendahara Desa, Fransiskus Valentino akhirnya jalani sidang tuntutan di PN Tipikor Medan
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN-Kepala Desa Salabulan Lebih Tarigan dan mantan Bendahara Desa Salabulan Fransiskus Valentino jalani tuntutan di PN Tipikor Medan.
Keduanya dituntut masing-masing 4 tahun 10 bulan penjara karena mengorupsi dana pembangunan jembatan yang menghubungkan Dusun II dan Dusun III, Desa Salabulan, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang.
Selain hukuman kurungan badan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky Pradhana Romli meminta kedua terdakwa membayar denda Rp 200 juta, subsidair tiga bulan kurungan.
Baca juga: Wisata Rumah Pohon di Desa Tarabunga Butuh Pengembangan Biar Menarik Minat Wisatawan ke Danau Toba
"Untuk terdakwa Lebih Tarigan dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 107 juta lebih, dengan ketentuan apabila tidak sanggup mengembalikan maka harta bendanya disita dan dilelang,"
"Jika tidak punya harta yang cukup untuk mengganti kerugian tersebut, maka diganti pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan," kata jaksa, Senin (12/7/2021).
Sementara itu, untuk terdakwa Fransiskus Valentino, jaksa menuntut agar terdakwa membayar Uang Pengganti kerugian negara sebesar Rp 250 juta lebih.
"Apabila tidak sanggup membayar diganti pidana penjara 2 tahun 6 bulan," katanya.
Menurut jaksa, keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Baca juga: Kepala Desa Blok 10 Dolok Masihul Sedih Bakal Dicopot Bupati: Saya Enggak Bisa Terima Sebenarnya!
Sementara itu, dalam sidang sebelumnya, JPU Resky Pradhana Romli menghadirkan Rukiyati, selaku pendamping warga Dusun II dan III.
Dalam kesaksiannya, Rukiyati mengatakan warga mengusulkan agar desanya dibangun jembatan untuk menghubungkan antar dusun dengan panjang 12 meter dan lebar 3 meter.
Namun dalam perjalanannya pembangunan sempat tertunda hingga tahun 2019, karena ada bencana longsor pada Desember 2017, sehingga jembatan tersebut tidak bisa dipergunakan.
Namun, saat ingin mengadukan masalah tersebut, kata Rukiyati, kantor Desa Salabulan malah tutup selama setahun.
"Jadi warga yang berharap adanya pembangunan jembatan kecewa karena belum siap. Tak sampai disitu, ketika didatangi ke kantor desa mempertanyakan penyelesaian jembatan kantor desanya malah tutup setahun pada 2019," ucapnya.
Baca juga: Targetkan Tembus Pasar Eropa, Balai Karantina Bina 100 Desa di Sumut
Mendapati jawaban tersebut, Ketua Majelis Hakim Tipikor, Mohammad Yusafrihadi Girsang pun mempertegas apa benar kantor desa tutup selama setahun.
"Iya, karena saat datang ke kantor ada dua kali dalam seminggu, kantornya tutup," tegas saksi