Khazanah Islam
Kurban Online Idul Adha saat PPKM Darurat, Sahkah Hukum dan Pahalanya, UAS Jawab Begini
Menyaksikan penyembelihan dan menyembelih langsung itu hukumnya sunnah. Bukan rukun, bukan syarat, bukan wajib. Oleh sebab itu,
Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Dedy Kurniawan
TRIBUN-MEDAN.com - Di saat pandemik Covid-19 pemerintah Indonesia melarang masyarakat untuk melakukan kegaiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Pembatasan berkumpul diterapkan kepada masyarakat, termasuk ketika beribadah, sholat berjemaah di masjid , dan perayaan hari raya keagamaan.
Saat ini dalam literasi penanggalan Islam sudah memasuki Bulan Dzilhijjah, yang dikenal hari raya kurban. Pada 10 Dzulhijjah akan digelar ibadah kurban, penyembelihan hewan ternak secara berjemaah, untuk dibagikan kepada umat beragama.
Di saat adanya larangan berkumpul, kurban online menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.
Kurban online dianggap sebagaian orang sebagai sebaga alternatif di zaman serba digital untuk memudahkan masyarakat melakukan transaksi dan mendapatkan barang dengan mudah, termasuk pembelian hewan kurban online.
Diketahui saat ini, telah tersedia lembaga atau penyalur kurban, bersedia mengadakan dan menyembelih hewan kurban. Sebhingga masyarakat yang berkurban cukup mentransfer uang senilai harga hewan ternak ke rekening lembaga atau panitia kurban.
Lantas bagaimana hukumnya kurban online.
Dalam fikih, transaksi semacam ini diperbolehkan, dengan pertimbangan lembaga terpecaya yang menjadi wakil dari pihak yang kurban untuk penyedia hewan, pemotongan, dan pendistribusian. Semisal lembaga BAZNAS yang menawarkan kurban online dengan jasa perwakilan pembelian, pemotongan, sekaligus pendistribusian.
Ketika pembeli klik beli dan mentransfer uangnya, berarti secara otomatis terjadi akad wakalah. Dan Baznas resmi sebagai wakil pembeli untuk penyedia hewan, niat kurban, pemotongan, dan pendistribusian.
Akad seperti ini sah menurut ulama syafiiyyah, seperti yang termaktub dalam kitab ‘Ianatut Thalibin karya Abi Bakar Syatha berikut ini:
في فتاوي العلامة الشيخ محمد بن سليمان الكردي محشي شرح إبن حجر على المختصر ما نصه: (سئل) رحمه الله تعالى: جرت عادة أهل بلد جاوى على توكيل من يشتري لهم النعم في مكة للعقيقة أو الأضحية ويذبحه في مكة، والحال أن من يعق أو يضحي عنه في بلد جاوى فهل يصح ذلك أو لا؟ أفتونا. (الجواب) نعم، يصح ذلك، ويجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها، ولو ببلد غير بلد المضحي والعاق
“Syekh Sulaiman Alkurdi pernah ditanya permasalahan yang sudah biasa terjadi di masyarakat Jawa dalam perwakilan pembelian hewan kurban atau akikah sekaligus penyembelihanya di Makkah, sedangkan si pembeli berada di tanah Jawa, apakah sah wakalahnya? Dijawab beliau sah dan boleh mewakilkan pembelian hewan kurban atau akikah sekaligus penyembelihanya, walaupun di selain daerahnya yang berkurban.”
Wakalah jelas diperbolehkan menurut Al-Quran dan hadits, karena cukup membantu dan mempermudah terselenggaranya ibadah.
وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ ؛ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا
“(Ulama) umat ini sepakat atas kebolehan wakalah secara umum atas hajat yang perlu adanya perwakilan, karena setiap orang tidak mungkin menangani segala keperluannya sendiri sehingga ia memerlukan perwakilan untuk hajatnya,” (Ibnu Qudamah, Al Mughni).