Pria Ini Tembak Anak Kandungnya Hingga Tewas, Keluarga Malah Dukung, Ada Alasan Pilu di Baliknya
Baru-baru ini, kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ayah membuat heboh publik.
Penulis: Liska Rahayu | Editor: Liska Rahayu
TRIBUN-MEDAN.com – Baru-baru ini, kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ayah membuat heboh publik.
Setelah banyak penundaan sidang karena dampak COVID-19, baru-baru ini, Donald John Bucalo, yang tinggal di Severn, Maryland, Amerika Serikat, divonis 20 tahun penjara karena membunuh putrinya yang berusia 32 tahun pada tahun 2018.
Sebelum meninggal, mereka sering bertengkar dan berkelahi dengan orangtuanya.
Ia bahkan mengancam akan membunuh mereka, bersama saudara perempuan dan keponakannya setiap hari.
Pada tanggal 31 Oktober 2018, Bucalo menelepon 911 sekitar 20 menit setelah menembak putrinya yang sedang tidur.
Baca juga: DIDUGA Dalami Ilmu Kebatinan, Khairuddin Siregar Tega Bunuh Paman dan Buang Jasad ke Sumur
Baca juga: PAMER Kehebatan Kebal Bisa Kobra di Depan Orang Ramai, Manusia Ular Filipina Tewas Mengenaskan
Di ruang sidang Annapolis, Bucalo mengatakan dia meletakkan pistol di meja dapurnya dan duduk di luar menunggu polisi.
"Saya berhasil," katanya kepada operator County 911 Anne Arundel sebelum mengeja namanya tiga kali.
Jaksa Mary Ann Burkhart dan April Skrenczuk meminta hukuman maksimum 40 tahun untuk pembunuhan tingkat dua kepada Bucalo.
Yang istimewa adalah bahwa hampir 20 anggota keluarga dan teman telah meminta keringanan hukuman kepada hakim Sirkuit Donna Schaeffer saat menjatuhkan hukuman.
Hakim Schaeffer mengatakan, “Tidak seorang pun dari kami tahu apa yang terjadi di rumah Anda."

“Anda menanganinya dengan cara yang salah. Saya pikir hidup dan menghadapi apa yang telah Anda lakukan adalah hukuman terbesar."
Terlepas dari lamanya waktu antara pembunuhan dan hukuman, rasa sakit yang luar biasa yang disebabkan oleh tragedi keluarga ini.
Kerabat Bucalo menggambarkannya sebagai teman baik, rekan kerja yang dapat dipercaya, dan ayah yang setia.
Leslie Bucalo dan Lisa Tipton, istri dan putri sulungnya, mengatakan bahwa korban Michelle adalah seorang wanita sakit jiwa yang menderita berbagai gangguan jiwa dan merupakan pecandu alkohol.
Baca juga: Sempat Dikira Bunuh Diri, Tompel Ternyata Dibunuh Suami Selingkuhannya Pakai Linggis
Baca juga: Ibunya Dirudapaksa, Pacarnya Dipaksa Nikahi Lelaki Lain, Pria Ini Balas Dendam Bunuh Anak Pelaku
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, kondisi psikologis Michelle semakin memburuk.
Dia kehilangan pekerjaan dan rumah, sering bertengkar dan berkelahi dengan orangtuanya.
Dia bahkan mengancam akan membunuh mereka bersama saudara perempuan dan cucunya setiap hari.
Pengabdian Bucalo kepada keluarganya inilah yang membuatnya merasa harus melindungi cucunya dari kekerasan dengan membunuh putrinya sendiri.
Dia membeli pistol itu sebulan sebelum pembunuhan.
“Ayah saya akan melakukan apa saja untuk keluarga dan dia melakukannya,” Tipton bersaksi sambil menangis.
"Saya tidak bisa membayangkan keputusasaan, patah hati, dan kelelahan pada saat itu." Katanya.

Bucalo dan istrinya pindah dari New York ke Maryland untuk lebih dekat dengan kedua putri mereka.
Michelle Bucalo pindah ke rumah orang tuanya di Severn pada tahun 2016 setelah dia diberhentikan.
Ia ingin lebih dekat dengan adiknya.
Namun, kehidupan keluarga Bucalo menjadi semakin berat, melelahkan dan penuh ketakutan karena psikologi Michelle yang tidak stabil dan perilaku yang tidak biasa dan kekerasan.
Baca juga: Oknum Polisi yang Merampok di Deliserdang Merupakan Anggota Shabara Polres Belawan
Baca juga: Karena Video Rossa dan Afgan Ini, Ramalan Mbah Mijan Empat Tahun Lalu Kembali Ramai Dibicarakan
Bucalo mengatakan, "Mengerikan melihat anak Anda kehilangan kendali. Kami tidak berbicara tentang seorang anak, kami berbicara tentang seorang wanita dewasa berusia 32 tahun."
Di persidangan, Bucalo juga mengaku lelah berusaha membantu putrinya keluar dari kubangan psikologis.
Kesabarananya diuji ketika ancaman untuk menyakiti cucunya mencapai klimaks pada hari dia melakukan kejahatan.
Pengacara pembela Peter O'Neil berargumen bahwa penderitaan Donald dan istrinya serupa dengan penderitaan pasangan yang terjebak dalam hubungan kekerasan dalam rumah tangga.
(yui/Tribun-medan.com)