Ternyata Tanaman Ini Berharga Mahal, Dulu Cuma Tumbuhan Liar dan Sering Disebut sebagai Makanan Ular
Budidaya tentang tanaman ubi porang, tanaman porang, porang tanaman, pohon porang, budidaya porang, harga porang, dan manfaat porang.
Badan Karantina Pertanian mencatat, pada tahun 2018 ekspor tepung porang mencapai 254 ton dengan nilai Rp 11,31 miliar. Ekspor ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Sentra-sentra budidaya porang dan pengolahan umbi porang menjadi tepung saat ini tersebar di Bandung, Maros, Wonogiri, Madiun, dan Pasuruan.
Namun begitu, menanam tanaman porang juga memiliki beberapa kekurangan. Porang termasuk komoditas yang terbilang baru naik pamor, sehingga pengolahannya dan pemasarannya masih terbatas di beberapa sentra daerah.
Agar mendapatkan harga jual yang baik, petani disarankan terlebih dahulu mencari pasar sebelum melakukan penanaman tanaman porang (porang tanaman). Beberapa pengepul bahkan memberikan kontrak harga porang saat dipanen.
Kekurangan lainnya dalam budidaya porang, adalah tanaman porang lazimnya baru bisa dipanen umbinya setelah dua tahun saat umbi sudah cukup besar.
Ini artinya, budidaya porang memerlukan waktu lebih lama ketimbang tanaman seperti padi, jagung, umbi-umbian, dan komoditas pertanian lainnya.
Tanaman porang hanya mengalami pertumbuhan selama 5 – 6 bulan tiap tahunnya (pada musim penghujan). Sementara saat musim kemarau, pertumbuhannya terbilang lambat, bahkan terhenti.
Namun begitu, tanaman porang dapat dipanen setahun sekali tanpa harus menanam kembali umbinya, yang berarti petani tak harus mengeluarkan biaya untuk menanam kembali pasca-dipanen (budidaya porang).

Budidaya Tanaman Umbi Porang yang sangat menjanjikan. (ISTIMEWA/Kontan.co.id)
Sentra porang
Saat ini, sentra porang terluas di Tanah Air berada di Provinsi Jatim, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah (Jateng), Sulawesi Selatan (Sulsel), Jawa Barat (Jabar), dan lainnya.
Adapun eksistensi porang periode 2020 seluas 19.950 ha, kemudian periode 2021 mencapai 47.461 ha.
Sentra porang yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia itu ditargetkan akan menjadi 100.000 ha pada 2024, didukung dengan industri hilir atau olahan dan pasarnya.
Kementerian Pertanian merencanakan, target tanam porang pada 2021 seluas 10.000 ha.
Rinciannya meliputi 1.000 ha di Aceh, 1.000 ha di Jabar, 1.500 ha di Jateng, 3.000 ha di Jatim, 1.000 ha di NTT, 500 ha di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan 2.000 ha di Sulsel.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong pengembangan porang di Madiun, Jawa Timur.
Syahrul mengharapkan Madiun tak hanya sekadar menjadi sentra budidaya, tetapi juga turut berkembang sebagai sentra industri olahan porang tanaman. Sehingga tanaman porang porang yang diekspor dari Madiun nantinya sudah dalam berbentuk olahan, termasuk beras porang shirataki yang dikenal berharga mahal.
“Kita semua tadi melihat ada proses industri sebelum porang diekspor, salah satunya bagaimana porang menjadi beras. Jadi nantinya masyarakat global tidak lagi hanya mengenal beras porang shirataki dari Jepang, tapi juga ada beras porang dari Madiun,” ujarnya dalam siaran resminya.
Dia menyebutkan, beberapa tahun terakhir porang memang menjadi primadona komoditas ekspor, termasuk di Jepang. Di negara Sakura tersebut, porang dijadikan sebagai bahan baku beras shirataki yang sering digunakan sebagai beras diet.
Porang memiliki kandungan glukomannan yang mempercepat rasa kenyang dan memperlambat pengosongan perut sehingga cocok untuk orang yang sedang diet.
Bahkan, Presiden Joko Widodo juga telah mengarahkan, agar tanaman porang bisa dijadikan sebagai komoditas super prioritas.
Tanaman Porang dinilai memiliki potensi besar sebagai produk ekspor yang akan mendatangkan devisa besar bagi negara. “Tapi Presiden meminta bahwa porang yang diekspor itu bukan lagi dalam bentuk umbi, tapi harus diproses terlebih dahulu,” jelas Syahrul.