TRIBUNWIKI

Makam Raja Sisingamangaraja XII Ternyata Ada di Sionom Hudon, Berikut Sejarahnya

Namun, dibalik ketokohannya tidak banyak yang tahu Keberadaan Makam Raja Sisingamangaraja XII yang gugur pasca tragedi Aek Sibulbulon 17 Juni 1907.

Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ARJUNA BAKKARA
Lokasi menuju Makam Raja Sisingamangaraja XII di Aek Sibulbulon di Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbahas. 

Saat si Ampun umuran kanak-kanak, si Buyakbuyak ikut bersama adik-adiknya mencari kapur kayu ke gunung Sijagar. Belahan balok kapur itulah dimanfaatkan olehnya tempat berguling hingga hilang ke lautan Hindia, hingga kini tidak pernah kembali. 

Sementara anak perempuan si Bittang Marria ikut suami bernama Datu Parulas Parultop, sehingga tinggallah enam dari delapan bersaudara, maka dinamai si 6 Kodin (si Onom Hudon). Dalam perjalanan sejarahnya, Tuan Nahodaraja membagikan wilayahnya kepada keenam anaknya. 

Setiap bagian wilayah disebut kuta (kampung). Kuta tersebut dipimpin seorang Partaki (perintis suatu kampung) yang kemudian disebut raja. 

Nama-nama Partaki itu, kemudian menjadi panggilan (marga) bagi keturunan mereka hingga saat ini. Anak kedua si Tambun menjadi marga Tinambunan.

Anak ketiga Si Tanggor menjadi marga Tumanggor, anak kelima Si Raja menjadi marga Maharaja, anak keenam Si Turut menjadi marga Turutan, anak ketujuh Si Payung menjadi marga pinayungan dan anak kedelapan Si Ampun menjadi marga Nahampun.  

Baca juga: SOSOK Novita Sari, Pebisnis Sukses Yang Mampu Lihat Peluang, Kini Mampu Beromzet Miliaran Rupiah

Nama panggilan keenam wilayah kampong itulah diberi nama : Si Ennem Kodin,  diartikan periuk. Bahasa batak Toba disebut : Sionom Hudon.  Itulah sejarah terjadinya sebutan nama Si Ennem Kodin atau si enam periuk.

Menurut Fernando Nahampun berdasarkan buku Kisah Perjuangan Sisingamangaraja XII Di Sionom Hudon, cucu dari Aman Tumangas, salah satu Panglima Sisingamangaraja XII.

Sebagaiamana sejarah ini diperoleh dari carita turun temurun dari kakek-nenek kepada anak-cucunya,  sehingga kemudian menjadi cerita rakyat turun temurun hingga sekarang.

Demikianlah juga kakek Aman Tumagas Tinambunan, beliau bercerita kepada para cucunya bahwa moyang Tuan Nahodaraja adalah pendiri kampung Sirintua, kemudian kerajaan wilayah Kelasen. 

Selaku panglima besar Si Singamangaraja XII dari tanah Kelasen sejak tahun 1886-an hingga wafatnya hari Jumat tanggal 17 Juni 1907, beliau juga bercerita tentang seluk beluk perjuangannya mengawal Si Singamangaraja XII melawan Belanda, baik Sumatera Timur maupun  hingga Aceh.

Selain itu, beliau juga cerita strategi perdaya musuh.

Cerita yang dijadikan media menyampaikan nasehatnya, baik heroik perlawanan terhadap musuh yaitu pasukan Belanda, juga penggunaan ilmu mistis  mengintai musuh sebelum seranga dimulai. 

Cara penyampaian pun beragam pula, ada cara dengan peraga tangan seperti moncak, ada pula dengan tiruan bunyi tangis disebut “tangis pangiren“.

Ada pula ragam tiruan nada disebut  “othong-othong”. Walau ceritanya dianggap fiksi namun menarik untuk dicerna sebagai pengajaran, mereka merapat untuk mendengarkan.

Baca juga: Resep dan Cara Memasak Babi Kecap yang Dijamin Enak

Di waktu kapan cerita disampaikan? Biasanya, kakek atau nenek mulai cerita pada sore tiba atau terkadang malam saat menunggu tidur, tergantung kemauannya dan situasi kesegaran fisiknya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved