Anak Durhaka

Anak Durhaka yang Racuni Keluarga, Lalu Bunuh Ayah dan Abangnya Diadili, Ini Alasan Terdakwa

Anak durhaka yang racuni keluarga lalu bunuh ayah dan abang kandungnya kini diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/GITA NADIA PUTRI TARIGAN
Kasus yang sempat viral yakni Pembunuhan sadis yang dilakukan Muhammad Arsyad Kertonawi kepada ayah dan abangnya kini mulai disidang di Pengadilan Negeri Medan, Jumat (14/1/2022). 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Masih ingat dengan kasus anak racuni keluarga lalu bunuh ayah dan abang di Jalan T Amir Hamzah, Kecamatan Medan Barat beberapa waktu silam?

Saat ini si pelaku bernama M Arsyad Kertonawi diadili di PN Medan.

Dalam persidangan yang digelar pada Jumat (14/1/2022), jaksa penuntut umum (JPU) Sri Yanti Lestari menghadirkan tiga orang saksi.

Ketiganya merupakan ibu terdakwa, dan dua adiknya yang menyaksikan langsung pembunuhan keji tersebut. 

Menurut kesaksian Eriyanti Ners, ibu terdakwa M Arsyad Kertonawi, ada beberapa alasan terdakwa nekat menghabisi nyawa ayahnya secara sadis.

 

 

Satu diantaranya karena ada dendam masa kecil.

"Dia ada cerita sama kawannya, kalau dia ada dendam masa kecil sama bapaknya. Tapi saya enggak tahu karena apa," kata Eriyanti.

Mendengar hal tersebut, hakim yang diketuai Hendra Utama mencecar saksi, mengapa tidak menanyakan langsung ke terdakwa apa dendam masa kecilnya itu.

"Saya enggak berani Yang Mulia, sesudah kejadian itu, saya enggak berani bertanya-tanya lagi. Cuma memang dia pernah dipukul pakai tali pinggang," ucapnya.

Apalagi, kata Eriyanti, dia lah yang menjadi tulang pungung keluarga menafkahi anak-anaknya, sehingga kemungkinan terdakwa membenci ayahnya yang tak memberi nafkah.

Meski demikian, Eriyanti bersaksi bahwa terdakwa adalah anak baik dan tidak melawan orangtua.

 

 

"Apalagi bapaknya enggak mau ngasih uang belanja, saya tulang punggung, belakangan sebelum kejadian agak kasar memang dia sama bapaknya. Tapi anak saya ini enggak pernah nakal di luar," kata Eriyanti dengan nada pilu.

Dalam sidang tersebut, terkuak fakta lain bahwa sebenarnya terdakwa ingin menghabisi semua anggota keluarga dengan racun yang sudah ia siapkan.

Adik terdakwa Afifah mengaku sempat disuruh meminum minuman yang sudah disediakan abangnya itu.

"Katanya dia mau bunuh satu keluarga, lalu dia ingin bunuh diri," kata adik terdakwa.

Mendengar hal tersebut, lantas hakim menyentil para saksi apakah ada yang disembunyikan keluarganya, sehingga terdakwa nekat ingin menghabisi nyawa satu keluarga.

"Kalian juga disuruh minum (racun) kan? Artinya dia (terdakwa) marah terhadap semua anggota keluarga. Berarti ada sesuatu," cetus hakim anggota.

Usai mendengar keterangan para saksi, saat dikonfontir, terdakwa yang mengikuti sidang secara daring tampak enggan berkomentar panjang terkait kesaksian ibu dan kedua adiknya.

 

 

"Cukup Yang Mulia," cetusnya.

Dalam dakwaan JPU disebutkan, perkara ini bermula dua bulan sebelum kejadian.

Saat itu terdakwa bertengkar dengan abangnya bernama Muhammad Rizki Sarbaini di rumahnya Jalan Tengku Amir Hamzah, Kecamatan Medan barat.

Sejak saat itu, kata jaksa, timbul niat terdakwa untuk membunuh abangnya.

Apalagi, kata jaksa setiap terdakwa bertengkar dengan abangnya, terdakwa selalu disalahkan oleh ayahnya Sugeng.

"Sehingga terdakwa pun benci sama ayahnya, dan terdakwa melihat di internet bagaimana cara meracun orang hingga mati. Sejak itu terdakwa terus mengurung diri di kamar," urai JPU.

Lalu, pada Kamis 26 Agustus 2021, tekad terdakwa sudah bulat untuk menghabisi ayahnya dan abangnya tersebut.

Kemudian, Sabtu 28 Agustus 2021 sekira pukul 10.00 WIB, terdakwa pergi ke Pasar Sukaramai untuk membeli pisau yang dilihatnya paling runcing.

"Terdakwa pun membelinya dengan harga Rp 60.000, dan sepulangnya membeli pisau terdakwa singgah di Jalan Surabaya untuk membeli racun rumput.

 

 

Setelah terdakwa membeli pisau dan racun rumput, terdakwa lalu kembali ke rumahnya," beber JPU.

Kemudian terdakwa menyimpan pisau bersama racun rumput tersebut di lemari, kemudian ia pun tidur.

Sekira pukul 16.00 WIB, terdakwa bangun dan membeli susu serta kopi di kedai dekat rumahnya.

Lalu sekira pukul 18.10 WIB, terdakwa memasak air dan membuat kopi susu sebanyak 6 gelas dan mencampurnya dengan racun rumput tersebut.

Yang mana satu gelas diberikan kepada ayahnya, satu gelas kepada abangnya, sementara dua gelas dibawa oleh adiknya Afifah Nurul Jannah ke kamar.

Saat itu, abang terdakwa langsung meminumnya setengah gelas, sementara terdakwa hanya meminumnya basah-basah bibir.

Setelah meminum kopi susu beracun itu, terdakwa melihat abangnya muntah-muntah, sementara ayahnya tidak ada reaksi apapun. 

Melihat abangnya munta-muntah, lantas ibu terdakwa menyuruhnya menemani abangnya ke klinik.

Namun terdakwa yang saat itu kalap mata masih melihat ayahnya duduk santai sendirian di teras rumah, nekat mengambil pisau ke dapur.

"Terdakwa langsung mendatangi ayahnya dan menikam pisau kearah lehernya sebanyak satu kali. Selanjutnya ke arah perutnya secara berulang kali atau sekitar 6 kali  dan setelah terdakwa menikamnya, lalu ayahnya pun langsung terjatuh ke lantai sambil menjerit kesakitan," kata JPU.

Kemudian datang adiknya Afifah Nurul ikut menjerit melihat peristiwa tersebut.

Lantas terdakwa mendekati adiknya dengan membawa pisau, lalu adiknya duduk di kursi sambil menundukan kepalanya dalam keadaan ketakutan.

Tidak berapa lama, kata jaksa, kemudian datanglah adiknya yang lain bernama Atikah Maulidya dan diikuti oleh ibu dan abangnya.

Melihat hal tersebut, abangnya lantas melempar helm ke terdakwa, hingga saat itu mereka sempat saling lempar-lemparan helm.

"Kemudian ibunya dan adiknya Atikah masuk ke dalam kamar, sedangkan adiknya Afifah keluar dari rumah dan minta bantuan kepada warga," urai JPU.

Tidak sampai di situ, terdakwa lantas mengejar abangnya dan menikamkan pisau ke bagian perutnya secara membabibuta.

Setelahnya, terdakwa lantas menjumpai ibu dan adiknya di kamar.

Setibanya di dalam kamar, terdakwa mendengar suara warga sudah berdatangan ke rumah terdakwa.

Lalu terdakwa pun keluar dari kamar dengan membawa pisau mendatangi warga tersebut.

Saat itu warga langsung berusaha menyelamatkan Afifah yang sempat ingin keluar dari rumah, tapi diadang oleh terdakwa.

"Melihat ibu dan adiknya sudah sangat ketakutan, terdakwa pun menjatuhkan pisaunya sambil menganis, dan kemudian terdakwa minta maaf kepada ibunya. Tidak berapa lama terdakwa pun keluar dengan melihati abangnya yang sudah tidak bergerak lagi," urai JPU.

Namun, karena kesal melihat abangnya itu, terdakwa mengambil pisau dan kembali menikamkannya.

Setelah puas, terdakwa lalu meletakkan pisau tersebut di samping abangnya.

Karena mendengar suara orang di luar rumah sudah banyak berkumpul, terdakwa tidak berani lagi keluar dan mondar-mandir melihat jasad ayah dan abangnya.

"Karena merasa menyesal terdakwa pun bersujud di depan pintu dan berkisar setengah jam kemudian datanglah polisi menangkap terdakwa," urai JPU.

Perbuatan terdakwa, kata JPU, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 Kitab Udang-Undang Hukum Pidana.(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved